Mantan Plt Kadis Adukan Walikota ke KPK

Selasa, 21 Januari 2014 – 23:31 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Kas dan Aset Daerah (PKAD) Sibolga, Januar Effendi Siregar, yang juga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Rusunawa di Sibolga, akhirnya mengadukan perkara yang menjeratnya itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Selasa (21/1).

Januar datang mengadu, karena merasa dalam kasus dugaan korupsi tersebut ia hanya dijadikan tumbal oleh Wali Kota Sibolga, Syarfi Hutauruk. Sebab, katanya, perintah pembayaran atas lahan yang akan digunakan datang langsung dari sang wali kota.

BACA JUGA: Desak Usut Pungli di Jembatan Timbang

Namun kenyataan yang terjadi, sampai saat ini Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) yang mengusut kasus tersebut, justru menjadikannya sebagai tersangka. Sementara Syarfi, sampai saat ini masih belum disentuh.

“Padahal dia (Syarfi) yang memerintahkan saya melakukan pembayaran tanah itu. Tapi tidak dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara," ujarnya sesaat sebelum memasuki ruang tunggu gedung KPK di Jalan Rasuna Said, Jakarta.

BACA JUGA: Jembatan Gantung Putus, 2 Tewas, 12 Hilang

Januar mengaku mengadu ke KPK karena merasa lembaga antirasuah tersebut yakin bertindak objektif mengusut dugaan korupsi yang terjadi.

Sebagai bahan masukan, Januar mengaku melengkapi pengaduannya dengan sejumlah barang bukti. Termasuk bukti dua kali pembayaran yang ia lakukan untuk pembayaran lahan, atas perintah Syarfi.

BACA JUGA: Korban Banjir Pantura Tak Dapat Bantuan

“Kalau saya dijadikan tersangka, Syarfi juga harus tersangka. Biar penegakan hukum itu tidak tebang pilih. Saya bawa bukti keterlibatan dia (Syarfi,red) dan akan saya serahkan ke KPK," ujarnya.

Dihubungi terpisah, Jurubicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi, menyambut baik langkah Januar. Menurutnya, adalah menjadi kewajiban KPK untuk mendalami semua pengaduan dugaan korupsi, karena KPK hadir agar tindakan-tindakan korupsi yang sangat merugikan negara, dapat terus diminimalisir.

“Kalau beliau datang untuk mengadu dan menyerahkan dugaan korupsi, kita menyambut baik. Jadi silahkan saja. Karena memang adalah hak setiap warga negara untuk datang mengadu, jika ada dugaan korupsi yang terjadi,” katanya.

Meski begitu, KPK menurut Johan, dalam melaksanakan tugasnya, terikat dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Demikian juga dengan kode etik penegakan hukum yang ada. Salah satunya terkait pengaturan penanganan perkara dugaan korupsi.

“Secara umum, kalau memang kasus dugaan korupsi sudah ditangani kejaksaan, KPK tidak bisa menangani perkara yang sama,” ujar Johan.

Meski begitu, dalam perkara dugaan korupsi, terbuka peluang KPK dapat mengambilalih penanganannya. Hanya saja langkah tersebut baru dapat dilakukan jika ada Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan lembaga yang menangani seperti Kejati Sumut, menyatakan tidak bisa menangani kasus tersebut.

“Pengambilalihan ada mekanismenya. Sudah ada SPDP-nya belum? Kalau sudah ada, kita bisa ambil alih dengan catatan, mereka sudah menyatakan merasa tidak bisa. Kalau tidak ada SPDP-nya, ya kita tidak tahu apa kasusnya dan bagaimana perkembangan penanganannya,” ujar Johan beberapa waktu lalu.

Menurut Johan, jika kasus yang tersendat-sendat penanganannya ada SPDP, maka KPK dapat melakukan supervisi. Mekanisme supervisi didahului dengan ekpos perkembangan penanganan perkara di gedung KPK. Dari ekpose tersebut baru akan diketahui apa saja hambatan-hambatannya sehingga proses penangananya menjadi tersendat.

“Kalau sudah tahu apa hambatannya, kita tanya apa yang bisa kita lakukan. Ekspose itu bagian dari fungsi supervisi,” ujar Johan.(gir/gil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengelolaan KBS Diserahkan ke Wali Kota Surabaya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler