Marak Penderita Gangguan Jiwa akibat Pernikahan Sedarah

Rabu, 06 Mei 2015 – 03:30 WIB

jpnn.com - JOGJA – Kasus pernikahan sedarah di Kota Jogja belum benar-benar nihil. Dari temuan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Panti Karya, banyak kasus pernikahan sedarah yang berujung pada gangguan jiwa.

Kepala UPT Panti Karya Waryono menjelaskan, fenomena pernikahan sedarah di Jogja paling banyak ditemukan di wilayah Kotagede. Hal itu otomatis berdampak pada genetis keturunan yang dihasilkan.

BACA JUGA: Eksekusi Mal Centre Point Harus Mulus

Menurutnya, banyak keturunan dari pernikahan yang masih memiliki hubungan darah berujung pada gangguan jiwa. ”Jumlah penderita gangguan jiwanya masih sangat tinggi,” kata Waryono seperti dikutip Radar Jogja.

Ia menjelaskan, angka kerentanan warga Kota Jogja mengalami gangguan jiwa memang cukup tinggi. Dari penelitian Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2013 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diketahui bahwa setiap seribu orang terdapat ada 1,7 yang terkena gangguan jiwa berat. Totalnya, kini ada 2000 warga DIY yang terkena gangguan jiwa berat. Sedangkan angka penderita gangguan jiwa sebesar 2,8 persen atau di kisaran 4000-6000 orang.

BACA JUGA: Togar Sianipar: Cari Pemimpin yang tak Suka Cakar-cakaran

Menurut Waryono, angka itu sebenarnya bisa ditekan. Yakni, dengan adanya sosialisasi tentang risiko pernikahan sedarah.

Sebagai langkah pencegahan, pihaknya membentuk tiga kampung di Kota Jogja yang ramah jiwa. Ketiga kampung itu merupakan pilot project penanganan penderita gangguan jiwa. ”Baik dari pencegahan, penanganan dengan sumber daya manusianya, maupun infrastruktur,” jelasnya.

BACA JUGA: Warga di Daerah Ini Tak Ada yang Berminat Daftar Jadi Panitia Pemilihan Kecamatan

Tiga kampung yang ditetapkan sebagai kampung ramah jiwa tersebut, antara lain Giwangan, Pandean, dan Bron-tokusuman. Ketiga kampung tersebut, dianggap sangat mumpuni terutama SDM.  ”Nantinya ada petugas yang akan mendeteksi sejak dini gejala-gajala warganya yang cenderung mengalami gangguan jiwa,” tuturnya.

Penetapan ketiga kampung itu merupakan langkah awal. Tahun depan, Pemkot Jogja akan menambah tujuh kampung lagi. Kampung-kampung ini, ditargetkan bisa menjadi modal untuk membentuk Kota Jogja sebagai kota ramah jiwa.

Sekretaris Kota Jogja  Titik Sulastri menuturkan, kepedulian sosial antarwarga maupun keluarga sangat penting untuk menangani penderita gang-guan jiwa. Warga yang paham harus berani dan bersedia menjelaskan ke saudara atau tetangga mengenai potensi adanya penderita gangguan jiwa ini.  ”Untuk menangani penderita gangguan jiwa, kepekaan sosial sangat dibutuhkan,” tandas Titik.

Psikiater dari UGM Ronny Tri Wirasto menambahkan, gejala dini harus diketahui. Gejala dini berupa sosialitas seseorang. “Mereka merasa sedih, kesepian dan tertutup,” katanya.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Penambang Pasir yang Selamat Usai Bertarung dengan Buaya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler