Marak Penipuan Umrah, DPR Minta Hak Korban Diutamakan

Selasa, 27 Maret 2018 – 21:44 WIB
Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher Parasong. Foto: Humas DPR for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Masalah dugaan penipuan jemaah umrah oleh Abu Tours di Sulawesi Selatan (Sulsel), menjadi salah satu topik pembahasan rapat kerja antara Komisi VIII DPR dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Selasa (27/3) di gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher Parasong mengatakan sebelum Abu Tours, ada pula kasus yang hampir mirip yakni First Travel.

BACA JUGA: Bamsoet Desak Pemerintah Gencarkan Upaya Cegah Perokok Belia

Menurut dia, memang ini perlu penindakan secara hukum. Namun, kata Ali, yang lebih penting adalah bagaimana terlebih dahulu menyelamatkan kepentingan rakyat.

“Terutama bagi yang sudah mendaftar supaya harus segera diberangkatkan sesuai dengan haknya. Bila tidak uangnya harus kembali, itu yang paling penting dan diharapkan rakyat,” kata Ali.

BACA JUGA: Pedofil Marak, Bamsoet Minta Penegak Hukum Lebih Galak

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan pencabutan izin terhadap travel, tidak serta merta langsung menyelesaikan persoalan dan bisa memenuhi hak jemaah.

Karena itu, Ali berujar, semestinya yang diutamakan adalah bagaimana hak masyarakat sehingga rasa aman, nyaman, dan kepercayaan kepada pemerintah maupun kepastian hukum berjalan dengan baik.

BACA JUGA: Utang Pemerintah Masih Aman, Misbakhun Minta Publik Tenang

“Jangan sampai kejadian travel umrah ini berulang, dan tidak ditangani dengan baik oleh jajaran kementerian agama,” ungkap Ali.

Dia mengatakan, selama ini berkacanya bukan dengan kaca yang terang, tapi buram. Sehingga persoalan yang sama terus berulang dan merugikan jemaah.

Menurutnya, hal-hal seperti ini menimbulkan rasa tidak aman, sementara rakyat ingin pergi umrah itu bagian dari jawaban atas waiting list haji yang lama, serta beribadah dengan baik.

“Harusnya negara hadir. Pertanyaannya kenapa negara tidak hadir, karena tidak ada law enforcement, tidak ada penegakannya, sehingga saya mengatakan ada pembiaran,” ungkap Ali.

Seharusnya negara ikut membantu, memberi soslusi supaya hak-hak jemaah terbawa. Dia mencontohkan, kasus First Travel itu sebelum diputuskan pengadilan, jemaah yang memenuhi syarat harus diberangkatkan. Bila tidak maka uang akan kembali.

Setelah itu ada penegakan hukum. “Penegakan hukum itu ambil aset lalu serahkan kepada rakyat kembali,” tegasnya.

Lukman Hakim menjelaskan umrah sejak dulu hingga saat ini diselenggarakan swasta. Dia menegaskan kemenag tidak pernah menyelenggarakan umrah.

Menurut dia, Kemenag hanya menyelenggarakan haji, dan selama ini relatif tidak ada persoalan mendasar.

“Lalu mengapa lima hingga enam tahun ini baru terasa persoalan ini (umrah)? Ini implikasi atas keterbatasan kuota haji. Dulu itu berumrah kalangan menengah atas, bukan menengah bawah. Karena kalangan menengah bawah itu prioritas haji,” katanya.

Dia menegaskan konsumen umrah yang menengah ke atas relatif tidak ada persoalan. Kalangan menengah cenderung edukatif. Tidak mudah dijadikan objek penipuan.

“Kemudian masyarakat menengah bawah tentu segala hormat saya pengalamannya tak seperti menengah atas, maka oleh sekelompok kalangan jadi menggiurkan bisnis itu jadi industri tersendiri,” katanya.

Karena itu, ujar dia, revisi Peraturan Menteri Agama nomor 18 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

harus berlandaskan perjalanan umrah ini adalah ibadah. “Umrah perjalanan ibadah bukan wisata. Umumnya harus berbasis syariah sehingga tidak boleh lagi ada ponzi, MLM, yang tidak sesuai syariat,” ungkap Lukman.

Dia menjelaskan beberapa substansi yang diatur dalam PMA yang baru itu intinya adalah penetapan terhadap regulasi penyelenggaraan umrah.

Misalnya, di situ ada ketegasan bahwa selambat-lambatnya enam bulan sejak mendaftarkan diri, jemaah umrah harus diberangkatkan oleh biro travel.

“Bahkan lebih tegas lagi selambat-lambatnya tiga bulan sejak calon jemaah umrah itu melunasi biaya, maka dia harus sudah diberangkatkan,” katanya.

Dia menegaskan dengan regulasi ini maka tidak boleh ada satupun biro travel yang memutar atau menggunakan dana setoran jemaah umrah untuk digunakan bisnis lain.

“Itu yang seringkali dilakukan dengan cara kongsi atau MLM atau macam-macam. Lalu kemudian mempromosikan atau mengiklankan bahwa umrah itu bisa untuk tahun depan atau dua tahun dan seterusnya,” ungkap dia. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sah, Utut Adianto Jadi Wakil Ketua DPR dari PDIP


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler