JAKARTA - Program pemutihan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) oleh Pemerintah Malaysia tidak menyelesaikan masalahJusteru dengan menggalakkan program pendaftaran, pengampunan, pemutihan, pemantauan, penangkapan dan pengusiran (6P), pungutan liar bagi buruh migran di Malaysia semakin marak
BACA JUGA: Perusahaan Nazaruddin Alirkan Dana ke Demokrat
Anggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka yang mengutip data Migrant Care Malaysia menyebutkan setiap TKI yang ingin diputihkan statusnya dihargai RM 35
BACA JUGA: Diberi Hak Jawab, Harry Ponto Melunak
Namun untuk pungutan liar yang dilakukan sub agen tarifnya ditetapkan RM 335 sampai RM 700Menurut Rieke, saat ini sudah ada 530 ribu pekerja asing tanpa ijin (Pati) yang mendaftar sejak pemberlakukan pemutihan
BACA JUGA: Agar Proyek Lancar, Perusahaan Nazar Rogoh 16 Miliar
Kata dia, 70 persen dari 530 ribu Pati itu adalah TKI"Kalau dihitung 70 persen dari 530 ribu adalah TKI dengan rata-rata 300 di peras, maka WNI (warga negara Indonesia) sudah kehilangan USD 35 juta dalam waktu 6 hariIni belum terhitung USD 300 - USD 800 juta dalam prosedur pemutihan," ucapnya
Makanya, Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kata Rieke, tidak hanya meminta penundaan pemutihan, tetapi harus berani menekan pemerintah Malaysia ââ¬â¹untuk melakukan law enforcement terhadap para calo dan menghentikan proses " pungli yg dilegalkan"Selain itu, pemerintah juga harus berani menuntut transparansi mekanisme pemutihan yang dilakukan pemerintah Malaysia.
"Pemerintah RI harus mengawal proses pemutihan TKI di Malaysia, ikut aktif mengintervensi penentuan kontrak kerja dan penerbitan passpor setelah pemutihanKarena jika hal tersebut tidak dilakukan, maka pemerintah SBY secara sengaja melakukan pembiaran praktek pemerasan dari calo ke outsourcing agen yang sewa benderaBerapa lagi pemerasan dan pajak yang harus ditanggung para TKI," katanya(awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Muhaimin Minta Pemda Bentuk Satgas THR
Redaktur : Tim Redaksi