Mardani PKS Ungkap Cerita Miris soal Kesulitan Anak Belajar di Masa Pandemi

Sabtu, 25 Juli 2020 – 22:23 WIB
Mardani Ali Sera. Foto; Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mengungkap cerita miris perjuangan seorang anak 12 tahun dalam mengerjakan tugas sekolah di masa pandemi Covid-19.

Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, kisah anak yang duduk di bangku SMP tersebut dikirimkan seseorang ke WhatsApp miliknya.

BACA JUGA: Sebelum Meninggal, Editor Metro TV Yodi Prabowo Ternyata Sempat Tes HIV di RS

"Dapat kiriman WA, saya copy di link FB ini. Semoga kegelisahan ini menjadi perhatian bersama tanpa bermaksud menyudutkan siapa pun agar pendidikan kita maju berkualitas namun tetap memperhatikan keadaan masyarakat," tulis Mardani lewat akun pribadinya di Twitter, Sabtu malam (25/7).(fat/jpnn)

Berikut pesan yang diterima Mardani yang menceritakan perjuangan seorang anak demi memenuhi tugas sekolahnya:

BACA JUGA: Mardani PKS: Saya Mulai Paham Kenapa Presiden Marah-marah kepada Menterinya

Tadi aku ke warnet, mau cetak sticker. Ada anak laki-laki usia 12 tahun (usia anak SMP) bawa beberapa lembar kertas buku tulis yang disobek. Isinya tulisan-tulisan seperti draft tugas sekolah.

Dia tanya sama operator warnet, kalau ngetik draft ini dan ngeprint, berapa harganya? Kata si operator, biayanya sekitar Rp 24 ribu. Biaya ngetik dan biaya ngeprint.

BACA JUGA: Motif Pembunuhan Muslim di Tempat Ibadah Itu Akhirnya Terungkap, Oh Ternyata

Begitu tau biayanya Rp 24 ribu, anak itu diam. Melongo. Di tangannya aku lihat, dia hanya memegang uang Rp 5 ribuan.

Terlihat di wajahnya, antara bingung dan enggak tahu harus bagaimana. Di satu sisi, tugas dari sekolah harus dikerjakan, di satu sisi, sengga ada uang untuk ngeprint.

Anak itu pulang, dan janji akan kembali lagi. Tapi kertas tugasnya ditinggal.

Aku minta kertas-kertas tersebut, dan aku baca. Ternyata tugas dari sekolahnya, membuat laporan kegiatan belajar di rumah selama pandemi berlangsung.

Aku baca hingga selesai draft tersebut. Tata bahasanya bagus dan inti pokoknya juga tepat. Dia sampaikan beberapa kendala selama belajar di rumah. HP hanya ada 1 milik ayahnya, sementara yang harus belajar menggunakan HP ada 3 orang. (Dia dan dua adiknya). Kebayang kan?

Aku bilang sama si operator, tolong diketik dan di-print, nanti saya yang bayar. Enggak lama kemudian, si anak tadi datang, dan bilang sama si operator, meminta kembali draft yang tadi.

Si operator bilang, bahwa tugasnya sedang diketik dan akan diprint. Anak itu bilang, tapi saya enggak ada uangnya. Dan si operator bilang, sudah ada yang bayarin.

(Aku tadi sudah bilang ke operatornya, bahwa anak tersebut enggak usah tahu siapa yang bayar)

Di sini, aku bukan mau riya, pamer bayarin, tapi kebayang enggak, berapa banyak anak yang mengalami hal seperti ini? Di saat orang tuanya kesulitan menutupi biaya hidup, ditambah lagi beban pulsa paket, beban ngetik tugas, ngeprint tugas?

Kepada guru-guru coba dipertimbangkan lagi. Memberi tugas memang harus, tapi di situasi seperti sekarang ini kasihan anak-anak tersebut. Mereka takut kalau tidak mengerjakan tugas, tapi tidak punya uang.

Sahabat semua hal ini bisa saja terjadi di lingkungan terdekat kita, adakah saran yang terbaik hal apa yang harus kita lakukan?


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler