jpnn.com - JAKARTA - Ahli Hukum Tata Negara Margarito Kamis menyatakan tidak ada dasar hukum yang kuat bagi Fraksi PPP di DPR untuk menginterpelasi Presiden Joko Widodo, terkait kisruh internal partai pasca keluarnya putusan sela PTUN Jakarta.
Dalam putusan sela PTUN, PPP kubu Romahurmuziy diminta mengabaikan SK Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH 07.AH.11.01 Tahun 2014 tanggal 28/10/14 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan DPP PPP.
BACA JUGA: Sepakat Bagi Jatah Pimpinan AKD, KIH-KMP Akhirnya Islah
"Bukan soal mudah atau tidak (menginterpelasi presiden). Tapi apakah berdasar hukum atau tidak. Dengan keluarnya putusan sela PTUN, hukumnya adalah kedua kubu sedang bersengketa. Artinya kedua-duanya belum diteliti, itu makna hukumnya," kata Margarito dikonfirmasi, Senin (10/11).
Hal ini disampaikan Margarito menanggapi pernyataan anggota Fraksi PPP DPR, Ahmad Dimyati Natakusuma yang akan mengajukan hak interpelasi Presiden jika Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tidak mengkoreksi SK pengesahan kepengurusan DPP PPP.
BACA JUGA: Langkah Ini yang Harus Ditempuh Untuk Interpelasi Jokowi
Nah, ditegaskan Margarito, baik PPP kubu Djan Faridz atau kubu Romahurmuziy, dengan adanya putusan sela PTUN maka keduanya sama-sama belum definitif. "Kedua kubu secara hukum belum definitif, belum dapat mengklaim diri siapa yang sah, jadi tidak ada alasan yang cukup (mengajukan interlepasi)," tegasnya.
Atas dasar ini pula, Margarito membenarkan jika PPP kubu Djan Faridz juga belum bisa mendaftarkan kepengurusan DPP PPP hasil Muktamar Jakarta sebagaimana direncanakannya. (fat/jpnn)
BACA JUGA: Daerah Protes, Tujuan Pendataan Honorer K2 Tidak Jelas
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kesepakatan Diteken Malam Ini, UU MD3 Segera Direvisi
Redaktur : Tim Redaksi