jpnn.com - DENPASAR – Empat saksi dihadirkan JPU Purwanta dkk pada sidang kasus pembunuhan bocah delapan tahun Engeline Ch Megawe di PN Denpasar, kemarin (28/12) dengan terdakwa Margriet Ch Megawe. Sayangnya dua saksi yakni Rohana dan Christine berhalangan hadir. Hanya dua saksi yang memberi kesaksian di depan majelis hakim Edward Harrris Sinaga. Yakni Wayan Sangtu, mantan pembantu terdakwa, dan Yvonne, anak kandung terdakwa.
Sangtu sebagai saksi pertama kemarin mengatakan sempat bekerja di rumah terdakwa selama lima hari.
BACA JUGA: Misteri Hilangnya Pakaian Dalam 32 Gadis dan Janda di Gunung Putri
“Saya ditugaskan oleh PT Bali Krisna untuk bekerja di rumah ibu Margriet, sehari bekerja mulai pukul 12.00 siang sampai pukul 16.00 sore. Di gaji Rp 400 ribu, terus saya bagi setengahnya untuk PT Bali Krisna,” ujar Sangtu.
Tapi, baru bekerja sehari, Christina anak kandung terdakwa memintanya kembali bekerja di rumahnya. Selama 4 hari bekerja, Sangtu hanya bekerja 3 jam sehari.
BACA JUGA: Miriss.. Pelajar Kok Jadi Jambret, Begini Nasibnya...
“Empat hari bekerja saya digaji Rp 1 juta. Tugas saya memberi makan dan minum ayam, sama cuci tempat minum ayam. Paling lama cuci tempat minum. Untuk kasih makan ayam paling hanya 5 menit saja,” ujarnya seperti dilansir Harian Bali Express (Grup JPNN.com, Selasa (29/12).
Karena grogi, saksi mengaku ketakutan menjawab pertanyaan yang dilempar majelis hakim, jaksa maupun kuasa hukum terdakwa. Bahkan, dia beberapa kali menangis dan terbata-bata saat menjawab pertanyaan.
BACA JUGA: Kisah Keluarga Pencuri, Kakek Jadi Otak, Cucu yang Masih SD Jadi Eksekutor, Ibu Menemani
Dalam kesaksiannya, Santu mengakui ada selang dekat kandang ayam. “Di sana (area kandang ayam rumah terdakwa, red) ada selang kira-kira panjangnya 10 meter, selama kerja di sana saya hanya menyelesaikan tugas saya kemudian langsung pulang,” ujarnya.
Di sisi lain, Yvonne mengatakan, terdakwa yang juga ibu kandungnya selalu mendidik adik tirinya dengan penuh kasih sayang. Terdakwa, kata dia, juga mengajarkan hidup mandiri.
“Selama saya hidup saya tidak pernah bentak-bentak mami saya, begitu juga adik saya, marah pun kami tahu mami sedang mendidik kami,” paparnya.
Saat disinggung mengenai jenazah Engeline, saksi menangis sesenggukan. Dia lantas mengatakan tidak pernah melihat Engeline sejak Engeline dinyatakan hilang. Yvonne juga mengatakan terdakwa pernah bercerita, ada orang yang mengintip-intip ke dalam rumah. Karena itu, dia masih berkeyakinan bahwa Engeline diculik.
“Saya merasa sedih dan tidak berdaya, sampai saat ini saya tidak pernah melihat jenazah adik saya karena kami tidak pernah diizinkan,” ujar Yvonne sambil menangis. Selama Engeline hilang, kata dia, banyak yang memanfaatkan untuk menguras harta keluarganya dengan meminta tebusan sebesar Rp 150 juta dan Rp 30 juta.
Selain itu, dia mengaku sempat tidak percaya jenazah yang ditemukan tersebut adalah jenazah adik angkatnya.
Sampai akhirnya tes DNA membuktikan jenazah yang ditemukan adalah jenazah Engeline.
“Waktu ditemukan saya waktu itu tetap berharap itu bukan dia (Engeline, red),” paparnya.
Saksi juga mengaku pernah bersitegang dengan terdakwa lantaran terdakwa meminta uang kepada dirinya untuk menutupi kekurangan uang pesta ulang tahun Engeline di sekolah pada 18 Mei 2015 lalu, cicilan motor, dan pelunasan penggadaian emas terdakwa.
Bahkan dia pernah mengirim SMS. Isinya, “Mami kan lebih saying sama harta, nah bawa lah nanti emas mama sampe tua, kan mami milih berantem sama anak demi emas-emas mami itu”.
“Itu hanya emosi saja, perselisihan biasa saja,” dalih Yvonne dan mengaku menyesal mengirimkan SMS itu kepada maminya.
Dia juga menyesalkan larangan untuk menjenguk jenazah adiknya. “Kami sempat mengupayakan untuk bisa melihat jenazah Engeline. Pada saat dikubur, kami mau secara Kristen Protestan. Namun jangankan untuk mengubur dengan kepercayaan kami, melihat jenazah adik kami (Engeline, red) saja tidak diperbolehkan,” paparnya.
Saat itulah terdengar tangis Margriet. Bahkan dia langsung mengeluarkan celetuk.
“Bagaimana perasaan kalian seorang ibu, merawat anak dari kecil malah anaknya meninggal orang tua yang merawatnya yang dituduh membunuh,” ujar Margriet.
Majelis hakim sendiri sempat mempertanyakan posisi Yvonne sebagai anak dari terdakwa dengan bapak bernama Wenles. Hakim menanyakan posisi, apakah Margriet resmi menikah dengan Wenles? Pasalnya, disebut-sebut Yvonne adalah anak di luar nikah.
“Maaf bukan saya mau merendahkan, berarti saksi adalah anak di luar nikah,” tanya hakim.
“Iya, memang saya ditinggal oleh bapak sejak saya dalam kandungan. Baru bertemu di umur 7 tahun,” jawab Yvonne.
Saksi juga mengakui kalau dirinya WNI, termasuk dengan terdakwa.
Sedangkan Christina, adik tirinya adalah WNA berkebangsaan Amerika. Sebagaimana diketahui, ayah Christina adalah Douglas dari Amerika.
“Lalu kenapa Margriet dan Douglas mengangkat Engeline sebagai anak?” tanya hakim.
Yvonne mengatakan, setahu dia hanya rasa kasihan saja. Alasan ini kurang memuaskan hakim. Karena jika untuk urusan kasihan, cukup dibiayai urusan medis dan tetap diberikan dengan orang tua.
“Bahkan kamu tahu, ada hal warisan. Jika Margriet yang mati, warisan masuk ke Engeline, dan jika Engeline yang mati warisan menjadi hak Margriet?” tanya hakim.
Terkait pertanyaan tersebut, Yvonne mengklaim baru mengetahui setelah Engeline meninggal.
Namun, Yvonne seperti panik ketika di kejar terkait warisan. Bahkan, beberapa kali hakim mengatakan agar saksi mendengarkan dulu pertanyaan. Peringatan tersebut dikeluarkan karena Yvonne berulangkali mengatakan kalau ibunya akan adil.
“Saya tidak masalah dengan akta itu, karena saya yakin ibu saya akan adil terkait warisan,” kilahnya.
Wajar hakim mengejar terkait warisan. Pasalnya, motif pembunuhan Engeline hingga kini belum jelas.(ika/mus/fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dor! Begal Berkelewang Tersungkur
Redaktur : Tim Redaksi