Marwan: Pengelolaan Pedesaan di Pinggiran Kota Penting

Selasa, 29 September 2015 – 01:34 WIB
Marwan Jafar. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (DPDTT) Marwan Jafar menegaskan, kebijakan pengelolaan pedesaan di pinggiran kota, penting menjadi perhatian utama.

Sebab kemiskinan masih menjadi persoalan yang dominan di desa. Kesenjangan antara masyarakat desa dan kota masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia.

BACA JUGA: Fuad Amin: Ini Bukan Ajal, Nyawa Belum Dicabut

Karena itu, untuk mengoptimalkan potensi desa-desa di pinggiran kota, diperlukan kebijakan yang tepat guna menjamin pembangunan yang berkelanjutan.

“Kebijakan pengelolaan transisi pedesaan di pinggiran kota mencakup dua hal. Pengembangan usaha ekonomi lokal, serta peningkatan keterampilan, dan kapasitas masyarakat," ujar Marwan saat memberi sambutan pada Konferensi Internasional ke 6 Rural Research and Planning Group (RRPG), di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Senin (28/9).

BACA JUGA: Sebelum NIP Terbit, Data Honorer K2 Diumumkan ke Publik

Menurut Marwan, kebijakan pengembangan usaha ekonomi lokal merupakan upaya peningkatan produksi produk lokal desa, optimalisasi potensi desa, meningkatkan lapangan pekerjaan dan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat desa.

“Sedangkan kebijakan peningkatan keterampilan dan kapasitas masyarakat diarahkan untuk mengembangkan kemampuan masyarakat desa dalam mengembangkan diri dan kemandirian ekonomi. Membekali masyarakat desa dengan pengetahuan baru yang bermanfaat dalam mengembangkan wawasan masyarakat desa,” ujar Marwan.

BACA JUGA: Waduh, Garuda Indonesia Telantarkan Penumpang Tujuan Pekanbaru

Kawasan transisi pedesaan menurut Marwan, dicirikan dengan kawasan yang heterogen, kawasan yang memiliki potensi industri, telekomunikasi, perdagangan dan perumahan yang semakin berkembang. Potensi tersebut menjadi peluang yang besar untuk meningkatkan aliran investasi dan produksi desa-desa di pinggiran kota.

“Tantangan dalam pembangunan desa-desa di pinggiran kota adalah bagaimana mengelola dan memaksimalkan potensi infrastruktur, perdagangan dan telekomunikasi yang dimiliki. Karena jika tidak mampu dimanfaatkan dengan tepat, akan berdampak munculnya “migrasi” penduduk desa pinggiran kota ke kota/daerah maju,” ujar Marwan.

Keragaman desa yang ada di Indonesia beserta potensinya harus dikelola sebaik mungkin dan menjadi perhatian bagi para pengambil kebijakan. POtensi desa yang melimpah, menurut Menteri Marwan merupakan peluang sekaligus tantangan.

“Dari total penduduk Indonesia yakni sebanyak 237.641.326 jiwa (BPS,2010), jumlah penduduk Indonesia lebih banyak tinggal di desa, yakni sebesar 50,21 persen (119.321.070 jiwa). Sedangkan jumlah penduduk kota mencapai 49,79 persen (118.320.256). Besarnya jumlah penduduk desa menggambarkan potensi SDM dan angkatan kerja yang bisa lebih dikembangkan dibandingkan di kota,” imbuh Menteri Marwan.

Sebagai informasi, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 10,96 persen (27,73 juta jiwa) dengan prosentase sekitar 62,65 persen penduduk miskin ada di desa (BPS, 2015). Lemahnya pembangunan di desa ditandai dengan masih rendahnya ketersediaan pelayanan dasar dan ekonomi di desa, misalnya minimnya ketersediaan dan aksesibiltas pelayanan kesehatan, pendidikan, fasilitas ekonomi serta investasi terutama desa-desa di wilayah pinggiran Indonesia.

Pembangunan desa yang masih belum memadai berakibat pada kualitas SDM desa yang masih rendah, kegiatan produksi desa kurang berkembang, kesempatan kerja rendah, dan pendapatan masyarakat yang rendah. (gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Siti Minta Singapura Lebih Arif


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler