jpnn.com - JAKARTA -- Lolos dari eksekusi gelombang kedua Rabu (29/4) dini hari, bukan jaminan Mary Jane Fiesta Veloso tidak akan dibidik regu tembak.
Sebab, Jaksa Agung M. Prasetyo memastikan bahwa pembatalan eksekusi ibu dua anak warga Filipina itu hanya berstatus penundaan.
BACA JUGA: Satu Jam Bertemu Jokowi, Aktivis Perempuan Menangis
Jaksa agung pidana umum 2005–2006 tersebut mengatakan, perlu ditegaskan, keputusan terhadap eksekusi Mary Jane yang diambil detik-detik terakhir itu bukan pembatalan eksekusi. ”Artinya, bisa jadi ke depan dilakukan eksekusi,” ujarnya kemarin.
Hal tersebut terjadi karena proses hukum di Filipina tidak mungkin menghilangkan pidana memasukkan heroin seberat 2,6 kg yang dilakukan di Indonesia. ”Tetap terpidana mati,” jelasnya.
BACA JUGA: Ini Kesaksian Rohaniwan Tentang Proses Eksekusi di Nusakambangan
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Spontana menegaskan bahwa Mary saat ini telah dipindahkan dari Lapas Besi, Nusakambangan, ke Lapas Wirogunan di Jogjakarta. ”Pemindahan itu karena lapas di Nusakambangan tidak memiliki fasilitas untuk napi perempuan,” terangnya.
Dalam pemindahan napi tersebut, dipastikan bahwa status Mary merupakan terpidana yang menanti eksekusi. Status tersebut disematkan karena memang jaksa agung hanya menunda. ”Penundaan diiringi proses hukum di Filipina,” ujarnya.
BACA JUGA: Saat Itu Keluarga Mary Jane di Bus, Lantas Melonjak Kegirangan
Kapan Mary Jane akan dieksekusi? Dia menyampaikan bahwa dalam surat permintaan penangguhan eksekusi pemerintah Filipina diketahui, penyelidikan untuk kasus tersebut memerlukan waktu sekitar dua bulan. ”Dengan begitu, setelah dua bulan dari sekarang, nasib Mary Jane ditentukan,” jelasnya.
Kecuali, bila dalam proses penyelidikan dan penyidikan pemerintah Filipina ternyata diajukan menjadi novum atau bukti baru untuk mengajukan peninjauan kembali (PK). ”Kalau langkah ini yang ditempuh, hukum Indonesia yang diuji,” terangnya.
Mengapa hukum Indonesia yang justru diuji? Tony menuturkan, Mary telah mengajukan PK dua kali. Tentu, akan tidak lazim bila PK tersebut diajukan kembali. ”Inilah yang aneh,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, versi Mahkamah Konsitusi (MK), PK dipastikan bisa diajukan berulang-ulang. Namun, dalam versi kesepakatan bersama antara Jaksa Agung M. Prsetyo serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, PK dibatasi. PK berkali-kali itu dinilai membuat ketidakpastian hukum.
”Dulu sudah ada aturan itu, semua kesepakatan bersama berlaku selama menunggu aturan teknis untuk keputusan MK,” jelasnya. (aph/idr/dyn/c10/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Australia Tarik Dubes, Ini Komentar Enteng dari Jaksa Agung
Redaktur : Tim Redaksi