Ini Kesaksian Rohaniwan Tentang Proses Eksekusi di Nusakambangan

Terpidana Mati Tolak Penutup Mata, Pilih Menyanyi dan Berdoa

Kamis, 30 April 2015 – 06:06 WIB
TIANG EKSEKUSI: Kayu berbentuk salib di Lapangan Limus Buntu, Pulau Nusakambangan yang digunakan untuk tempat eksekusi terhadap para terpidana mati kasus narkoba gelombang pertama pada 18 Januari lalu. Foto: News Limited

jpnn.com - DELAPAN terpidana mati kasus narkoba telah dieksekusi secara serentak di Pulau Nusakambangan, Rabu (29/4) dini hari. Seorang rohaniawan yang menjadi penasihat spiritual bagi salah satu terpidana mati menggambarkan proses eksekusi itu sejak penjemputan dari sel isolasi, hingga kepastian bahwa mereka benar-benar telah meninggal dunia.

Adalah Pastor Charlie Burrows, penasihat spiritual bagi terpidana mati asal Brazil, Rodrigo Gularte yang menggambarkan proses eksekusi itu. Burrows menuturkan, terpidana mati yang pertama kali dijemput petugas adalah Myuran Sukumaran, warga negara Australia.

BACA JUGA: Saat Itu Keluarga Mary Jane di Bus, Lantas Melonjak Kegirangan

Selanjutnya, Myuran diikuti rekannya sesama WN Australia, Andrew Chan. Keduanya lebih dikenal dengan sebutan duo Bali Nine.

BACA JUGA: Australia Tarik Dubes, Ini Komentar Enteng dari Jaksa Agung

Menyusul kemudian adalah enam terpidana mati lainnya yang dijemput petugas. Yakni warga negara Indonesia (WNI) bernama Zainal Abidin, Rodrigo Gularte, tiga orang warga negara Nigeria bernama Sylvester Obiekwe Nwolise, Raheem Agbaje Salami dan Okwudili Oyatanze, serta Martin Anderson asal Ghana.

Burrows melanjutkan, kedelapan terpidana mati itu sempat berpamitan pada para penjaga penjara. Beberapa sipir terlihat tak kuat menahan air mata.

BACA JUGA: Perempuan Itu Sudah tak Ada di Pulau Eksekusi

Selanjutnya, kedelapan terpidana mati diborgol dengan tangan di belakang. Mereka kemudian digiring ke bagian belakang mobil kepolisian, lantas duduk di tengah kursi dengan kawalan polisi di samping kanan dan kiri.

Saat tiba di lapangan Limus Buntu tempat eksekusi, para terpidana mati mengenakan jubah putih dengan tanda hitam tepat di bagian jantung yang akan menjadi sasaran tembak para eksekutor. Mereka lantas diikat ke tiang kayu berbentuk salib.

Lengan mereka hingga pergelangan tangan diikat ke tiang kayu. Kedua kaki mereka juga diikat ke tiang. Andrew dan Myuran diposisikan berdekatan di barisan terpidana mati. Sementara satu tiang yang harusnya menjadi tempat bagi Mary Jane Veloso kosong karena warga negara Filipina itu mendapat penundaan eksekusi pada saat-saat terakhir.

Dalam kondisi terikat, setiap terpidana mati menghadapi 12 penembak. Namun, mereka tak mau mengenakan penutup mata. Mereka justru memilih menghabiskan saat-saat terakhir hidup dengan berdoa dan pula yang menyanyikan lagi Amazing Grace.

“Ketika mereka ditaruh di salib untuk eksekusi, mereka menyanyi dan kami berada di tenda tak jauh dari lokasi eksekusi mencoba mendukung mereka,” ujar Burrows.

Selanjutnya eksekusi dilakukan pukul 00.35. Butuh waktu 27 menit bagi tim eksekusi untuk memastikan bahwa delapan terpidana mati itu telah meninggal dunia.

Selanjutnya, jenazah para terpidana mati itu dimandikan dan diidentifikasi oleh pejabat konsulat dari negara asal mereka masing-masing sebelum dimasukkan ke dalam peti mati untuk dibawa keluar dari Nusakambangan.

Saat eksekusi, Andrew mengenakan kaos atau jersey tim rugby asal Sydney, Penrith Panthers kesayangannya. “Dia (Andrew, red) bilang padaku akan mengenakan jersey Panthers, dan dia melakukannya,” kata saudara kandung Andrew, Michael Chan. Jersey itu merupakan pemberian dari penyerang Penrith, James Segeyaro pada awal tahun ini.(daily/newscorp/ara/jpnn)  

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Surat Sakti Penyelamat Nyawa Mary Jane


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler