jpnn.com, JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menjelaskan ada sejumlah faktor yang perlu menjadi pertimbangan kepala daerah dalam pemberian izin pembelajaran tatap muka di masa pandemi Covid-19.
Pembelajaran tatap muka akan mulai diberlakukan Januari 2021 nanti, dengan kewenangan pemberian izin berada di kepala daerah.
BACA JUGA: Penjelasan Mas Menteri soal Kewenangan Pemda Izinkan Sekolah Tatap Muka di Masa Pandemi
Adapun faktor-faktor itu adalah tingkat risiko penyebaran Covid-19 di wilayahnya, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan.
Kemudian, kesiapan satuan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka sesuai daftar periksa.
BACA JUGA: Mendikbud Nadiem Makarim: Saya Kagum dan Bangga
Selanjutnya, akses terhadap sumber belajar atau kemudahan belajar dari rumah, dan kondisi psikososial peserta didik.
Nadiem menjelaskan pertimbangan berikutnya adalah kebutuhan fasilitas layanan pendidikan bagi anak yang orang tua/walinya bekerja di luar rumah.
BACA JUGA: Mendikbud Nadiem: Pembukaan Sekolah di Zona Hijau dan Kuning tak Wajib
Kemudian, ketersediaan akses transportasi yang aman dari dan ke satuan pendidikan, tempat tinggal warga satuan pendidikan, mobilitas warga antar kabupaten/kota, kecamatan, dan kelurahan/desa, serta kondisi geografis daerah.
“Mari kita bekerja sama untuk memastikan anak dapat terus belajar dengan sehat dan selamat,” kata Nadiem saat mengumumkan SKB Empat Menteri (Mendikbud, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19, Jumat (20/11), secara virtual.
Menurut Nadiem, pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan tetap hanya diperbolehkan untuk satuan pendidikan yang telah memenuhi daftar periksa.
Ia menjelaskan daftar periksa itu adalah ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet bersih dan layak, sarana cuci tangah pakai sabun dengan air mengalir atau hand sanitizer, dan disinfektan.
Selanjutnya, mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan menerapkan wajib masker, memiliki alat pengukur suhu badan (thermogun).
Daftar periksa berikutnya adalah memiliki pemetaan warga satuan pendidikan yang memiliki komorbid yang tidak terkontrol, tak punya akses transportasi yang aman.
Kemudian, memiliki riwayat perjalanan dari daerah dengan tingkat risiko Covid-19 dan belum menyelesaikan isolasi mandiri.
Terakhir, mendapatkan persetujuan komite sekolah atau perwakilan orang tua atau wali murid.
Nadiem mengatakan pembelajaran tatap muka tetap dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat, terdiri dari kondisi kelas pada jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar dan pendidikan menengah menerapkan jaga jarak minimal 1,5 meter.
Sementara itu, jumlah siswa dalam kelas pada jenjang Sekolah Luar Biasa (SLB) maksimal 5 peserta didik per kelas dari standar awal 5-8 peserta didik per kelas.
Pendidikan dasar dan pendidikan menengah maksimal 18 peserta didik dari standar awal 28-36 peserta didik per kelas.
Pada jenjang PAUD maksimal 5 peserta didik dari standar awal 15 peserta didik per kelas.
Penerapan jadwal pembelajaran, jumlah hari, dan jam belajar dengan sistem pergiliran rombongan belajar, ditentukan masing-masing satuan pendidikan sesuai situasi dan kebutuhan.
Perilaku wajib yang harus diterapkan di satuan pendidikan harus menjadi perhatian, seperti menggunakan masker kain tiga lapis atau masker sekali pakai atau masker bedah.
Cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau cairan pembersih tangan, menjaga jarak, dan tidak melakukan kontak fisik, dan menerapkan etika batuk atau bersin.
Selanjutnya, kondisi medis warga sekolah sehat dan jika mengidap komorbid harus terkontrol, tidak memiliki gejala Covid-19, termasuk pada orang yang serumah dengan peserta didik dan pendidik.
Kantin di satuan pendidikan pada masa transisi dua bulan pertama tidak diperbolehkan buka.
Setelah masa transisi selesai, kantin diperbolehkan beroperasi dengan tetap menjaga protokol kesehatan.
Kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler pada masa transisi dua bulan pertama tidak boleh dilakukan.
Setelah masa transisi selesai, kegiatan boleh dilakukan, kecuali kegiatan yang menggunakan peralatan bersama dan tidak memungkinkan penerapan jarak minimal 1,5 meter seperti basket, voli, dan sebagainya.
Kegiatan selain pembelajaran tidak boleh dilakukan pada masa transisi dua bulan pertama, setelah itu diperbolehkan dengan tetap menjaga protokol kesehatan.
Sementara itu, pembelajaran di luar lingkungan satuan pendidikan boleh dilakukan dengan tetap menjaga protokol kesehatan.
Mas Mendikbud berharap seluruh pemangku kepentingan dapat mendukung pemda dalam mempersiapkan transisi pembelajaran tatap muka.
Pemerintah pusat melalui berbagai kementerian/lembaga menetapkan kebijakan yang berfokus pada daerah.
Kemudian, Satgas Penanganan Covid-19 di daerah memastikan risiko penyebaran Covid-19 terkendali, dan masyarakat sipil dapat bersama-sama mendukung pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik.
Pemerintah daerah dapat menentukan kebijakan pembelajaran sesuai kondisi, kebutuhan, dan kapasitas daerah, kemudian mempersiapkan transisi pembelajaran tatap muka.
Dinas Pendidikan dapat memastikan pemenuhan daftar periksa dan protokol Kesehatan di satuan pendidikan, Dinas Kesehatan dapat memastikan kesiapan fasilitas pelayanan Kesehatan daerah.
Dinas Perhubungan dapat memastikan ketersediaan akses transportasi yang aman dari dan ke satuan pendidikan.
Sementara itu, satuan pendidikan mempersiapkan kebutuhan protokol kesehatan dan memfasilitasi pembelajaran, dan guru dapat terus meningkatkan kapasitas untuk melakukan pembelajaran interaktif.
"Serta, orang tua atau wali diharapkan aktif berpartisipasi dalam kegiatan proses belajar mengajar," ungkap Mas Mendikbud. (*/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Boy