Mas Nadiem, Guru Honorer Minta Passing Grade PPPK 2021 Diturunkan

Sabtu, 04 September 2021 – 18:00 WIB
Ketua GTKHNK 35+ Provinsi Jawa Barat Sigid Purwo Nugroho minta Mas Nadiem menurunkan passing grade PPPK 2021 yang ketinggian. Foto dokumentasi GTKHNK35+

jpnn.com, JAKARTA - Guru honorer usia 35 tahun ke atas meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim meninjau kembali passing grade PPPK 2021.

Menurut Ketua GTKHNK 35+Jawa Barat Sigid Purwo Nugroho, banyak guru honorer mengeluh masalah passing grade yang telah disosialisasikan KemenPAN-RB pada 3 September 2021.

BACA JUGA: Sebegini Nilai Aman Bagi Peserta PPPK Nonguru Agar Lulus Tes

"Kami sebelumnya sudah memprediksi passing grade seleksi kompetensi PPPK 2021 lebih tinggi daripada 2019," ujar Sigid kepada JPNN, Sabtu (4/9).

Dia menyebut seluruh guru honorer saat ini berharap kebijakan passing grade PPPK 2021 tersebut diturunkan. Begitu juga tingkat kesulitan bentuk soalnya nanti.

BACA JUGA: Habib Rizieq Mau Kasasi, Kapitra Bicara Peringatan Dini dari Allah

Guru honorer asal SMPN Satu Atap Cibulan, Kabupaten Kuningan itu mengatakan yang lebih penting lagi hasil tes tersebut tidak dijadikan acuan utama untuk diangkat jadi PPPK.

Dia menekankan perlunya pertimbangan lain, seperti, lamanya masa pengabdian yang bisa dijadikan kebijakan baru selain usia.

BACA JUGA: Banyak Honorer Muda, Persaingan PPPK Guru Tahap I Ketat, Abaikan Dulu Afirmasi

Sigid menilai sangat tidak bijaksana dan tidak manusiawi apabila guru honorer nonkategori usia 35 tahun ke atas dari sekolah negeri semua jenjang tereliminasi dari sekolah tempat mereka mengajar selama belasan, bahkan puluhan tahun akibat gagal memenuhi passing grade, lalu digantikan guru baru.

"Sulit juga di saat usia kami bukan lagi tahap pencari kerja. Ibarat sudah jatuh lalu tertimpa tangga pula. Seharusnya simpati dan empati yang kami dapat malah justru sebaliknya," tutur Sigid.

Dia sendiri sudah mengabdi sebagai guru honorer di SMPN Satu Atap Cibulan dari 2007, program pemerintah untuk sekolah terpencil dan program wajib belajar sembilan tahun.

Sejak awal berdiri, katanya, sekolah tempat dia mengajar itu dikelola oleh guru dan tenaga kependidikan honorer, sedangkan kepala sekolahnya belum definitif.

Sigid juga merasakan gaji honorer Rp 90 ribu sampai sukarela tidak dibayar dalam kegiatan-kegiatan demi menunjang program pendidikan agar bisa berjalan. Bahkan, Sigid dan rekan-rekannya sesama honorer pernah patungan demi lancarnya penyelenggaraan kegiatan UNBK dan lainnya.

"Jadi, kalau kami tereliminasi oleh guru baru karena gagal tes uji kompetensi, regulasi pemerintah pusat tersebut perlu ditinjau ulang karena tidak adil dan tidak manusiawi," ucap Sigid menegaskan.

BACA JUGA: Bupati Banjarnegara Tersangka di KPK, KH Chamzah Chasan Angkat Bicara

Dia meyakini seluruh GTK honorer nonkategori usia 35 tahun ke atas juga punya kisah lainnya dalam menjalankan tugas, tetapi jarang terekspos media nasional. Mereka juga punya aspirasi dan ini salah satunya yang harus diserap oleh pemerintah pusat dalam membuat regulasi.

"Saya menyarankan semua guru honorer nonkategori usia 35 tahun ke atas dari sekolah negeri semua jenjang supaya tetap semangat serta fokus belajar persiapan tes PPPK," ucapnya.

Sigid menyatakan langkah tersebut merupakan hal yang paling tepat dilakukan guru honorer saat ini. Dia berharap pemerintah pusat mendengarkan dan menerima aspirasi mereka yang saat ini tengah berjuang mendapatkan status ASN PPPK. (esy/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler