jpnn.com - JPNN.com - Bupati Klaten Sri Hartini terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jumlah kepala daerah yang terjerat kasus korupsi pun bertambah.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo bahkan turut merasa bersalah atas fenomena tersebut.
BACA JUGA: Tuh, Dua Kardus Uang Hasil Dagang Jabatan, Laris ya Bu?
’’Saya ikut merasa bersalah, sedih, dan prihatin. Kepala daerah dan jajarannya adalah keluarga besar saya,’’ kata Tjahjo.
Karena itu, dia kembali mengingatkan kepala daerah agar tidak terlalu ambisius dan memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan pribadi maupun kelompoknya.
BACA JUGA: Jadi Tahanan Kasus Rasywah, Bupati Klaten Pilih Pasrah
Menurut Tjahjo, begitu banyak pejabat pusat dan daerah, termasuk DPRD, yang menjadi tersangka.
Hingga Agustus 2016, catatan KPK menyebutkan bahwa 361 kepala daerah tersangkut kasus korupsi.
BACA JUGA: Ssttt... Bupati Klaten Mencatat Setiap Hasil Suap
Berdasar angka itu, sebagian besar kasus korupsi kepala daerah tersebut ditangani KPK. Hanya sekitar 50 di antara jumlah tersebut yang diproses kepolisian.
’’Kalau OTT tersangka, KPK pasti punya alat bukti lengkap, khususnya korupsi dan pungli,’’ ujarnya.
Bulan terakhir 2016 memang banyak diwarnai kasus pengungkapan dugaan suap dan korupsi kepala daerah oleh KPK.
Tanggal 1 Desember lalu, misalnya, KPK melakukan OTT terhadap wali kota (nonaktif) Cimahi yang juga menjadi calon petahana pilkada setempat.
Atty menjadi tersangka kasus tindak pidana penerimaan suap terkait dengan pembangunan Pasar Atas Baru tahap II di Cimahi.
Selang lima hari kemudian, KPK juga menetapkan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman sebagai tersangka tindak pidana korupsi dalam lima proyek pengadaan infrastruktur serta penerimaan gratifikasi. Dan menutup tahun ini, KPK menangkap Bupati Klaten Sri Hartini.
Menurut Tjahjo, sebenarnya Kemendagri sudah sering mengingatkan kepada pejabat pusat dan daerah untuk lebih berhati-hati.
Pejabat pusat dan daerah harus memahami area rawan korupsi yang pasti mendapat pemantauan dari masyarakat dan penegak hukum.
Misalnya, masalah perencanaan anggaran, retribusi, dan pajak, pengadaan barang dan jasa, dana hibah serta bansos, termasuk pungutan penempatan jabatan.
’’Komitmen pejabat pusat dan daerah, saya yakin sudah ada. Yang tidak cermat dan masih nekat berbuat di luar ketentuan dan koridor peraturan pasti kena OTT atau menjadi tersangka,’’ kata mantan sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Upaya untuk mengingatkan, kata Tjahjo, juga melibatkan lembaga terkait. Kemendagri bersama KPK dan BPKP juga terus mendorong pusat dan daerah untuk menggunakan sistem pengadaan secara online.
Mulai e-planning hingga e-catalogue, semua sistem sudah disiapkan demi transparansi pengadaan barang dan jasa.
’’Kalau ini dilaksanakan, seharusnya sudah tidak ada lagi pejabat pusat dan daerah yang terkena masalah hukum, apalagi OTT,” ujarnya.
Tjahjo menambahkan, kebijakan terkait penempatan jabatan juga bisa dilakukan secara terbuka dan transparan. Dia menegaskan, sudah tidak ada lagi model pungutan atau setoran apa pun.
Pola semacam itu seharusnya bisa dilaksanakan oleh pemegang amanah kekuasaan dari pusat sampai daerah. Jangan memanfaatkan kekuasaan yang ada. Upaya pemerintah, menurut saya, sudah maksimal.
Semua pada akhirnya bergantung kepada mentalitas diri kita masing-masing,’’ tandasnya. (bay/c4/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati Klaten Lewati Pergantian Tahun di Rutan KPK
Redaktur : Tim Redaksi