BACA JUGA: Mendiknas Dorong Universitas Kelas Dunia
Kasus pungutan, jual beli bangku kosong, dan diskriminasi dalam pendidikan masih mewarnai pelaksanaan kegiatan rutin diawal tahun ituPeneliti Pelayanan Publik ICW Febri Hendri A.A mengatakan, berdasarkan pengaduan masyarakat ke ICW, keluhan terbanyak yang disampaikan masyarakat adalah kasus pungutan
BACA JUGA: Pemerintah Salah Tafsir, DPD Tolak Ujian Nasional
Kisaran dana pungutan yang diberlakukan sekolah bervariasiBACA JUGA: Iklan Sekolah Gratis Dinilai Berlebihan
Berdasarkan laporan sementara, besarnya jumlah pungutan yang diberlakukan untuk siswa SMP rata-rata sekitar 500 ribuSedangkan, siswa SMA mencapai hingga Rp 1,5 jutaUntuk pungutan rintisan sekolah bertaraf internasional jauh lebih tinggiBahkan, ada yang mencapai Rp 20 juta"Bayangkan saja, anak siapa yang berani masuk sekolah itu jika tidak anak orang kaya," cetusnya
Dia menyebut, tahun lalu kasus pungutan mewarnai tujuh provinsiKota-kota yang memberlakukan pungutan itu antara lain Jakarta, Garut, Padang, Makasar, NTT, Banjarmasin, dan ManadoBerdasarkan survei ICW pada Mei hingga Agustus 2008, besarnya pungutan siswa SD sebesar Rp 500 ribu, SMP Rp 655 ribu, dan SMA Rp 7,4 juta.
Data ICW menyebut, tahun lalu, ada lima kasus teratas yang mewarnai pelaksanaan PSBYaitu, kasus pungutan SD hingga SMA 94,2 persen, pemerasan 2,5 persen, jual beli bangku kosog 1,7 persen, diskriminasi 0,8 persen, dan minimnya sosialisasi PSB 0,8 persen
Tahun ini, kata dia, kasus yang mendominasi PSB tidak bergeserSelain kasus pungutan, jual beli bangku kosong dianggap masih terjadiKarena itu, ICW menuntut agar sekolah mengumumkan nama-nama siswa yang membatalkan daftar ulang sekolah"Kita ingin tahuJangan-jangan nama-nama itu fiktifTujuannya, untuk mengadakan bangku kosong dan menjual belikannya," terang Febri.
Menurutnya, bukan tanpa alasan hal itu dikemukakanSebab, ICW menilai antusiasme masyarakat untuk menyekolahkan anaknya begitu tinggiMasyarakatpun rela antre mendaftarkan anaknya masuk sekolah negeri"Karena itu, jadi aneh jika anak mereka diterima tapi kemudian mereka malah tidak mendaftarkan diri," ungkapnyaKarena itu, ICW meminta agar pemerintah pusat turut mengintervensi persoalan tersebut
Selain bangku kosong, problem administratif masih dikeluhkan banyak walimuridContohnya, PSB SD yang kerap terganjal lantaran kerap mensyaratkan akta kelahiranPadahal, kata Febri, untuk anak mesyarakat kelompok ekonomi ke bawah jarang yang memiliki akta kelahiranAhasil, mereka banyak yang ditolak
Harusnya, kata dia, sekolah tidak perlu memberlakukan aturan ituCukup mensyaratkan usia sajaAtau, sekolah bisa menerima anak terlebih dahulu dengan catatan akta kelahirannya menyusul"Kalau tidak begitu, meminta surat keterangan dari RT setempatJangan lantas ditolak," bebernyaTak hanya itu, masih banyak juga sekolah yang mengadakan tes seleksi maupun tes IQ untuk masuk SD"Padahal, kebijakan itu sama sekali tidak diperbolehkan pemerintah," tambahnya
Karena itu, ICW menuntut agar pemerintah rutin memonitoring penyelenggaran pendidikanJika perlu, wajib membuka posko pengaduan masyarakatTujuannya, untuk mengamodasikan berbagai keluhan masyarakatSelain itu, pemerintah wajib mendorong perbaikan dalam menyusun dan menggunakan anggaran sekolah(kit)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPD Lakukan Uji Materi PP Ujian Nasional
Redaktur : Tim Redaksi