Bagi kebanyakan komunitas migran di Australia, uang tunai rupanya masih menjadi raja.
Tahera Nassrat, seorang agen pajak di pinggiran Kota Sydney, mengatakan jika setengah dari kliennya lebih memilih menyimpan uang tunai di rumah daripada di bank.
BACA JUGA: Petani Mangga di Queensland, Austalia Mendorong Anak-anak Muda Bekerja di Kebunnya
"Banyak orang tidak tahu bagaimana menggunakan sistem online atau sistem perbankan. Mereka ingin memiliki rasa kendali atas uang mereka," ujarnya kepada ABC News.
"Mereka menganggap jika menyimpannya di bank, mereka tak memiliki kuasa atas sistem bank, tidak bisa mengendalikan uang atau kehidupan mereka sendiri," jelasnya.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Pangeran Harry Pernah Minta Ayahnya Agar Tak Menikahi Camilla
Tahera menyebut sejumlah kliennya dari kalangan Muslim tidak ingin menyimpan uang di rekening penghasil bunga karena menganggap bunga bank dilarang menurut ajaran agamanya.
Sementara klien lainnya benar-benar tidak percaya terhadap sistem perbankan yang ada.
BACA JUGA: Pasangan Asal Melbourne Ceritakan Saat Perahu yang Ditumpanginya Mulai Tenggelam di Bali
"Mereka ke bank untuk menarik uang tunai dari tabungannya, diminta mengisi formulir dan ditanyai mengapa ingin menarik uang?
"Mereka jadi frustrasi dan mengatakan 'ini uang kita jadi kenapa dipertanyakan?'," katanya.
Apa pula klien Tahera yang mengaku suka menyimpan uang sendiri untuk berjaga-jaga jika pernikahan mereka gagal.
"Sering kali kami mengalami situasi, karena kurangnya kepercayaan dalam sebuah hubungan, mereka tidak ingin menunjukkan banyak aset yang mereka miliki," katanya.
Menurut data dari bank sentral Australia, Reserve Bank of Australia (RBA), ada lebih dari 2 miliar uang kertas yang dicetak, bernilai lebih dari $100 miliar atau rata-rata $4.000 per orang di Australia.
Padahal data menunjukkan uang tunai semakin jarang digunakan dalam transaksi.
Rata-rata, setiap orang Australia memegang 18 lembar uang kertas $100, dan 38 lembar pecahan $50.Semakin sedikit orang beli barang dengan uang tunai
Gubernur RBA Philip Lowe menyebutkan nilai penarikan tunai turun sebesar 17 persen dibandingkan tiga tahun lalu, sementara pada periode yang sama, nilai pengeluaran nominal telah meningkat sebesar 27 persen.
Data RBA lainnya menunjukkan tren konsumen menggunakan lebih sedikit uang tunai untuk membayar barang dan jasa saat ini.
Survei Pembayaran Konsumen 2019 yang dilakukan RBA menunjukkan pembayaran yang dilakukan tunai di sektor ritel juga sudah turun drastis.
Pada tahun 2007, uang tunai digunakan dalam 69 persen transaksi, turun menjadi 47 persen di tahun 2013.
Pada 2016 menjadi 37 persen, kemudian bersisa menjadi 27 persen di tahun 2019.
Menurut Brad Kelly, seorang konsultan pembayaran, semakin banyak orang menggunakan kartu debit dan kartu kredit untuk melakukan belanja sehari-hari.
"Pengeluaran dengan kartu kredit menghabiskan sekitar $32 miliar per bulan, sementara kartu debit sekitar tiga kali lipat dari jumlah itu," jelasnya.
"Pasar kartu debit telah mengambil alih pasar uang tunai. Namun, memang masih ada kebutuhan uang tunai di pasar," kata Brad.Uang tunai digunakan dalam ekonomi gelap
Sebuah makalah RBS di tahun 2018 menunjukkan 4 hingga 8 persen dari total 2 miliar uang kertas yang beredar digunakan dalam ekonomi gelap.
RBA belum memperbarui angka itu, tapi jika 4 persen benar, menurut Brad, jumlahnya sangat banyak.
Ia mengakui adanya konsumen yang selalu memilih menggunakan uang tunai berdasarkan keadaan pribadi mereka.
Namun ia menyebut semakin sedikit orang yang ingin menggunakan uang tunai untuk membeli barang dan jasa, karena alat pembayaran elektronik dianggap lebih cepat dan lebih efisien.
Sebagai gambaran, Luke Raven, pakar anti pencucian uang, mengatakan 2 miliar uang kertas sama dengan berat dan ukuran 10 pesawat Boeing 747.
"Uang tunai merupakan indikator kuat bagi kejahatan keuangan dalam keadaan tertentu, karena bisa sangat berguna untuk kegiatan ekonomi terlarang," jelasnya.
Luke menjelaskan meski menyimpan banyak uang kertas sah-sah saja, namun ketika pihak berwajib melakukan penggerebekan terhadap kelompok kejahatan terorganisir, mereka sering menyita tumpukan uang kertas pecahan $100 dan $50.
"Sulit untuk melacak keberadaan uang tunai sampai memasuki sistem layanan perbankan atau keuangan," jelasnya.Siapa yang menimbun uang tunai dan mengapa?
Pada bulan Maret 2020, ketika aturan ketat terkait pandemi COVID-19 diberlakukan, sebagian kecil konsumen melakukan penarikan yang sangat besar.
Ada yang menarik hingga $100.000 dan bahkan hingga jutaan dolar.
Penarikan uang tunai terdeteksi di sejumlah cabang-cabang bank pada akhir Maret dan memaksa RBA, serta bank komersial untuk menyimpan lebih banyak uang tunai di brankas mereka.
Survei Uang Kertas Online 2020 RBA menemukan 56 persen responden menyimpan uang tunai di luar sistem perbankan.
Temuan lainnya menyebutkan "Cukup banyak uang kertas Australia disimpan di luar negeri, mungkin sebanyak 15 persen".
Menurut Tahera , banyak kliennya menarik uang tunai selama pandemi COVID.
"Mereka lebih suka membeli aset dengan cara pembayaran penuh dalam bentuk tunai. Terkadang mereka harus mengirim uangnya ke luar negeri untuk membantu keluarganya di kampung halaman," jelasnya.
Menurutnya, ketidakpercayaan pada lembaga keuangan di kalangan migran terbawa dari negara asal mereka yang memiliki kondisi bergejolak, selain ketidakmampuan untuk mengenal dan mengetahui sistem perbankan lokal di sini.
Ia mencontohokan ketika terjadi krisis ekonomi di Lebanon, pihak perbankan membekukan tabungan masyarakat yang menyebabkan banyak orang kehilangan uang mereka.Masa depan uang tunai
Pada tahun 2020, pernah ada rancangan undang-undang (RUU) yang melarang pembayaran tunai lebih dari $10.000 dengan ancaman penjara dua tahun kepada yang melanggar. Tapi RUU ini gagal lolos di Senat Australia.
Salah satu argumen yang disebutkan politisi adalah adanya kekhawatiran jika RUU itu nantinya akan mendorong orang ke dalam "cengkeraman bank".
Ada pula penolakan dari masyarakat terutama para migran, orang lanjut usia, dan penyandang disabilitas mental yang kesulitan menavigasi sistem perbankan.
Menurut Luke, uang tunai akan selalu berperan dalam perekonomian, bahkan jika pemerintah mencoba untuk membatasi penggunaannya dalam transaksi besar.
Sementara Tahera mengatakan setiap upaya untuk membatasi penggunaan uang tunai akan merugikan komunitas lanjut usia dan migran.
"Langkah seperti itu akan menonaktifkan sebagian golongan masyarakat dari kegiatan bisnis mereka" ujarnya.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News
BACA ARTIKEL LAINNYA... Seekor Anjing Kecil Nyaris Mati Terlilit Ular Piton Sepanjang 3,5 Meter di Australia