Masih Tidak Percaya COVID-19? Mungkin Anda Masuk Golongan ini

Kamis, 19 Agustus 2021 – 12:33 WIB
Ilustrasi - Komunitas Aku Badut Indonesia (ABI) mengampanyekan pemakaian masker di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, Senin (12/7/2021). Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Psikolog Rininda Mutia mengelompokkan orang yang tidak percaya adanya COVID-19 adalah orang yang punya cara berpikirnya kurang kritis.

Menurut psikolog dari Universitas Indonesia ini, orang-orang tersebut biasanya gampang mendapatkan sugesti dari lingkungan.

BACA JUGA: HNW Sindir Usulan Amendemen UUD 1945, Singgung Rumor Pemilu 2024 Diundur

"Kalau dia tergabung dalam grup WhatsApp yang tidak percaya COVID-19 dan banyak informasi tidak benar, mereka akan percaya," ujar Rininda dalam keterangannya, Kamis (19/8).
??
Ada berbagai alasan di balik rasa tidak percaya atas virus yang membuat kehidupan berubah drastis selama hampir dua tahun belakangan.

Salah satunya karena lebih percaya terhadap teori konspirasi.

BACA JUGA: CSIS Luncurkan Dashboard untuk Memotret Tren Ujaran Kebencian di Twitter

Rininda menjelaskan orang-orang yang terlalu banyak terpapar hoaks tetapi tidak dibarengi dengan cara berpikir kritis bisa ikut termakan informasi yang tidak benar.

Pada akhirnya mempercayai bahwa COVID-19 tidak ada meski virus ini telah merenggut banyak korban jiwa.

BACA JUGA: Kelulusan Seleksi Administrasi 26 CPNS ini Terpaksa Dibatalkan

Karena itu, penting pilih-pilih pergaulan yang tepat di mana informasi yang diberikan oleh rekan-rekan terdekat berasal dari sumber yang terpercaya, bukan rumor semata.

Jika perlu, tidak masuk grup WhatsApp yang terlalu sering berbagi informasi yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Alasan lain seseorang tidak percaya COVID-19 adalah rasa takut dan khawatir yang berujung kepada penyangkalan.

"Itu adalah salah satu pertahanan diri manusia, ketika dia merasa ada sesuatu yang lebih besar dari dia, tapi dia tidak siap menghadapinya, jadi dia menyangkal bahwa COVID-19 tidak ada," ucapnya.

Penyangkalan terjadi karena seseorang tidak siap menghadapi kenyataan bahwa ada hal yang berbahaya di hadapannya.

Dengan menolak menerima kenyataan seseorang menganggap dirinya akan merasa tenang.

Padahal, jauh di lubuk hati ketenangan itu sebetulnya sedang bergejolak.

Bila ada teman atau anggota keluarga yang tidak percaya COVID-19, Rininda menyarankan supaya diberi penjelasan dan meluruskan informasi.

"Urusan apakah dia akan berubah pikiran bukan masalah pemberi informasi, sebab itu berada di luar kontrol anda," ucapnya.

Jika memang tidak ada titik temu, terima bahwa tidak setiap perdebatan berujung kepada kesepahaman yang sama.

Menurut Rininda, ada kalanya harus setuju untuk tidak setuju.

"Tidak bisa memaksakan hal tersebut kepada orang lain. Jangan memikirkan sesuatu di luar kontrol karena bikin frustrasi dan merasa tidak berdaya," katanya.

Rininda kemudian berpesan agar bisa mengendalikan apa yang bisa dikontrol sendiri.

Seperti disiplin menjaga protokol kesehatan dan mendapat vaksinasi untuk mempercepat kekebalan komunal.(Antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler