Maskapai Asing Bukan Jaminan Harga Tiket Pesawat Turun

Senin, 17 Juni 2019 – 16:28 WIB
Petugas maskapai penerbangan melayani konsumen soal tiket pesawat. Foto: Kaltim Post/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Rencana membuka lebar-lebar rute-rute domestik bagi maskapai penerbangan asing guna menurunkan harga tiket pesawat masih menuai kontroversi.

Ekonom senior Indef Didik J. Rachbini menyatakan bahwa hadirnya maskapai penerbangan asing menjadi investasi yang buruk karena tidak menghasilkan devisa untuk ekonomi Indonesia.

BACA JUGA: Fadli Zon Kritik Pemerintah Minim Kajian Soal Penerbangan

’’Hasil dari investasi ini akan outflow ke luar,’’ ujarnya, Minggu (16/6).

BACA JUGA: BP Batam Tetap Optimistis Bisa Gaet Investor Tiongkok

BACA JUGA: Fadli: Maskapai Asing Layani Rute Domestik Tabrak Aturan

Dia menjelaskan, industri penerbangan nasional adalah pasar yang besar dan peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan menjadi market yang sehat.

Solusi mengundang maskapai penerbangan asing justru akan mengambil potensi pasar dalam negeri.

BACA JUGA: Harga Tiket Pesawat Mahal Membawa Berkah Bagi Bisnis Hotel

’’Jika kebijakan hanya satu sisi dan mengorbankan sisi lain, saya perkirakan merugikan ekonomi nasional dalam jangka panjang,’’ katanya.

Ekonom Indef M. Nawir Messi mengungkapkan, sebenarnya sudah ada maskapai penerbangan asing yang beroperasi di tanah air seperti AirAsia Indonesia.

Meski begitu, harga tiket maskapai domestik lainnya tidak berubah. Selain karena hanya diberi rute domestik yang terbatas, maskapai asal Malaysia itu mengalami diskriminasi.

’’Di beberapa travel agent yang berbasis aplikasi, tidak ada AirAsia Indonesia. Kini AirAsia Indonesia terpaksa berjualan menggunakan platform yang mereka miliki sendiri,’’ ujarnya.

Hal senada disampaikan ekonom Nailul Huda. Menurut dia, ada empat permasalahan di industri penerbangan nasional.

Pertama, inefisiensi penerbangan nasional yang dapat dilihat dari tarif yang tidak turun meski sebagian besar maskapai domestik di Asia Tenggara menurunkannya.

’’Hanya maskapai asal Indonesia yang menaikkan di tengah-tengah penurunan harga di penerbangan domestik di Asia Tenggara,’’ terangnya.

Kedua, pembiaran pengonsentrasian pasar dan monopoly power. Sejak 2010, nyaris tidak ada penambahan kompetitor industri penerbangan domestik.

Akibatnya, tingkat konsentrasi hanya terfokus pada dua grup penerbangan besar domestik.

Yaitu, Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group. Masalah ketiga, peningkatan tarif batas bawah (TBB).

Pemerintah justru menaikkan TBB penerbangan domestik dari 30 persen menjadi 35 persen dari batas atas dengan alasan untuk melindungi perusahaan.

Masalah terakhir adalah pembiaran pengambilalihan maskapai.

Akuisisi Sriwijaya Group dinilai telah menghilangkan kompetitor yang bisa menjadi pengganggu dan pesaing utama Garuda Indonesia dan Lion Air Group.

’’Tinggal AirAsia yang bersaing dengan dua maskapai besar di Indonesia,’’ tandasnya. (nis/c14/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Tiket Pesawat Mahal, Okupansi Hotel Meningkat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler