jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengkritisi rencana Presiden Joko Widodo mengundang maskapai asing untuk melayani rute domestik.
Fadli menegaskan maskapai asing melayani rute domestik berpotensi menabrak banyak aturan. "Rencana ini juga bertentangan dengan semangat menegakkan kedaulatan udara," kata Fadli Zon dalam siaran resminya, Minggu (16/6).
BACA JUGA: Saksi Paslon 02 akan Berikan Keterangan soal Jokowi, Iwan: Keselamatannya Belum Terjamin
BACA JUGA: 4 Maskapai Asing ini Pilih Batalkan Penerbangan ke Bali
Fadli juga mencermati pernyataan-pernyataan presiden terkait industri penerbangan sejak akhir tahun lalu, mulai dari isu harga avtur, tiket mahal, hingga ke rencana mengundang maskapai asing. "Sama sekali tidak mencerminkan road map penyelesaian masalah," tegasnya.
BACA JUGA: Kubu Prabowo Janjikan Sesuatu yang Wow, Pendukung Jokowi Ingat Sengketa Pilpres 2014
Wakil ketua umum Partai Gerindra itu menambahkan presiden telah gagal paham atau mendapatkan informasi keliru dari para pembantunya. "Pemahaman yang keliru mengenai industri penerbangan ini berbahaya, karena bisa mengancam kedaulatan udara kita," papar dia.
Menurutnya, mengundang maskapai asing ke Indonesia akan bertabrakan dengan regulasi internasional yang disebut Cabotage Article 7 dalam Chicago Convention.
BACA JUGA: Tim Hukum Jokowi Anggap Prabowo - Sandi Terlalu Bawa Perasaan ke MK
Fadli menjelaskan “Cabotage” adalah hak suatu negara untuk mengelola transportasi laut, udara, serta moda transportasi lainnya untuk melindungi kedaulatan teritorialnya.
Hak menolak termisi (right to refuse) ini berawal dari Paris Convention 1919 yang menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara di ranah udara bersifat konkret dan ekslusif.
"Artikel tadi tak melarang maskapai asing melayani rute internasional, hanya melindungi rute domestik saja, untuk menjaga kedaulatan udara tiap-tiap negara. Jadi, itu latar belakang adanya Article 7," jelasnya lagi.
Menurut dia, hal itu menjadi penyebab tidak ada negara mana pun di dunia yang memperbolehkan maskapai asing melayani rute domestik di negaranya. Rute penerbangan domestik pastilah diproteksi sedemikian rupa, bahkan di negara paling liberal sekalipun.
Selain menabrak konvensi internasional, usulan membuka rute domestik bagi maskapai asing juga bertabrakan dengan dua regulasi Indonesia sendiri. Pertama, usulan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, terutama Pasal 108 yang menyebutkan bahwa badan usaha angkutan udara niaga nasional seluruh atau sebagian besar modalnya haruslah dimiliki oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia.
Kedua, usul presiden tersebut melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 mengenai bidang-bidang usaha yang tertutup dan terbuka di bidang penanaman modal.
Sebagai catatan, maskapai asing memang bisa saja beroperasi di Indonesia, namun mereka harus mengubah badan hukumnya jadi berbadan hukum Indonesia, seperti yang dilakukan Air Asia Indonesia.
Hal yang sama juga berlaku di negara lain. Thai Lion, misalnya. Meskipun namanya Lion, tetapi pemegang saham mayoritasnya adalah Thailand, bukan Lion Indonesia. Begitu juga dengan Batik Malaysia, pemilik mayoritasnya adalah Malaysia, bukan Batik Air Indonesia.
"Jadi, saya berharap presiden berhati-hati sebelum melontarkan pernyataan. Jangan sampai kita jadi bahan tertawaan dunia karena asal ngomong tanpa memperhatikan konvensi hukum dengan berbagai konsekuensinya," tegas Fadli. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kata Jokowi soal Rencana Pertemuan dengan Prabowo, Bisa di Jogja atau Naik Kuda
Redaktur & Reporter : Boy