Maskapai Dibekukan, Warga Perbatasan Menjerit

Selasa, 28 November 2017 – 14:25 WIB
Maskapai MAF. Foto: website MAF

jpnn.com, TANJUNG SELOR - Pembekuan izin penerbangan maskapai Mission Aviation Fellowship (MAF) di wilayah Kalimantan Utara oleh Kemenhub membawa dampak yang luar biasa bagi warga perbatasan provinsi ke-34 tersebut.

Pasalnya, selama ini, warga di perbatasan yang tidak dijangkau penerbangan bersubsidi dengan pesawat milik maskapai Susi Air itu hanya bergantung pada MAF.

BACA JUGA: Timwas Pembangunan Daerah Perbatasan DPR Kunjungi Natuna

Terutama untuk membawa warga yang sakit berobat ke ibu kota Kabupaten Malinau dan Nunukan.

Misalnya, Desa Long Sule, Kecamatan Kayan Hilir, Malinau, yang masih sulit diakses melalui jalur darat.

BACA JUGA: Bandara Letung Diharapkan Rampung Akhir Tahun

Warga setempat, menurut Ketua Lembaga Adat Dayak Kaltara Henoch Merang, hanya bergantung pada transportasi udara, yaitu MAF.

"Karena hanya pesawat MAF yang selama ini bisa mendarat di Long Sule. Begitu juga di Long Nawang (Kecamatan Kayan Hulu, Malinau) cuma MAF yang mendarat," ungkapnya saat ditemui di sela-sela aksi damai menyikapi dibekukannya izin MAF yang berlangsung di depan DPRD Bulungan.

BACA JUGA: Ogah ke Puskesmas, Warga Perbatasan Pilih Berobat ke Malaysia

Dengan tidak beroperasinya MAF, lanjut dia, warga di Desa Long Sule maupun desa lain yang selama ini hanya dilayani MAF menjadi terisolasi.

Padahal, kata Henoch, Kaltara yang merupakan provinsi baru harus ada semangat untuk membangun. Bukan malah mundur.

"Apalagi perbatasan itu sudah tertinggal, minim pembangunan. Kalau tidak ada MAF, semakin tertinggal," sesalnya.

"Bagaimana mau membangun perbatasan kalau penerbangan aja susah," sambungnya.

Tokoh masyarakat adat Dayak lainnya, Apuy Laing, juga menyesalkan dibekukannya izin penerbangan MAF yang puluhan tahun melayani warga pedalaman dan perbatasan.

"(Pembekuan izin MAF, Red) ini mengakibatkan keprihatinan. Seharusnya ada solusi dari pemerintah," tegasnya.

Apuy menegaskan bahwa warga tidak membela perusahaan, tapi kelanjutan penerbangan MAF demi membela masyarakat pedalaman dan perbatasan.
Jika pemerintah tidak memperpanjang izin penerbangan MAF, kata dia, jangan bermimpi dengan program membangun perbatasan.

Julius, perwakilan warga lainnya, tidak mempermasalahkan jika pemerintah membekukan izin MAF.

Hanya, dia meminta ada solusi cepat yang diberikan pemerintah terhadap warga pedalaman dan perbatasan.

"Kami nggak peduli dengan alasan dicabutnya izin MAF. Yang kami minta apa solusinya," ucapnya.

Terpisah, Agus, 35, warga Desa Long Sule, yang sudah sebulan tertahan di Malinau membenarkan kondisi sulit yang dialami akibat tidak terbangnya MAF.

"Selama ini kami memang bergantung sama MAF karena tarifnya terjangkau dibanding Susi Air. Terutama tarif di luar subsidi," ungkapnya.

Dia memerincikan, untuk tarif maskapai Susi Air bersubsidi, satu penumpang dikenai tarif Rp 455 ribu dan barang Rp 31 ribu per kilogram.

Sedangkan tarif MAF subsidi hanya Rp 350 ribu per orang, barang Rp 28 ribu per kilogram.

"Selama pembekuan MAF, baru dua kali maskapai Susi Air bersubsidi masuk. Dengan total penerbangan enam rute, hanya mampu mengangkut 81 orang. Ada 45 orang yang tidak bisa masuk dan tidak bisa merayakan Natal di kampung halamannya," katanya. (fen/c21/ami/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Merah Putih Harus Terus Berkibar di Ujung Perbatasan


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler