Kemenag: Lukman Hakim Pejabat yang Mengembalikan Gratifikasi Terbesar setelah Jokowi dan JK

Rabu, 05 Juni 2019 – 09:12 WIB
Menteri Agama Lukman Hakim. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Agama Mastuki mengatakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin merupakan sosok yang antikorupsi.

Mastuki menegaskan hal tersebut di tengah tudingan ke Lukman terkait kasus penentuan jabatan di Kemenag yang melibatkan anggota DPR Romahurmuziy dan mantan Kepala Kanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin.

BACA JUGA: 3 Juni, Sidang Isbat Penentuan 1 Syawal

”Bisa dicek rekam jejak Menag (Lukman), beliau adalah pejabat publik dengan pengembalian gratifikasi terbesar kepada KPK setelah Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla,” ujar Mastuki dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu (5/6).

Mastuki menambahkan, sebagai penyelenggara negara, Menag sadar penuh adanya larangan menerima gratifikasi. ”Pak Lukman mengembalikan gratifikasi ke KPK, semuanya ada bukti penerimaan pengembaliannya. Bahkan pernah mengembalikan perhiasan berlian hampir Rp 4 miliar. Beliau selalu menolak yang bukan haknya. Sehingga kemudian KPK menyebut Pak Lukman sebagai pejabat yang patuh pelaporan gratifikasi. Itu fakta,” ujarnya.

BACA JUGA: Jalani Pemeriksaan di KPK, Menag Jelaskan soal Uang di Ruang Kerjanya

”Jadi, logikanya, beliau yang sudah mengembalikan gratifikasi dalam jumlah besar, miliaran rupiah lo, masak mau mengorbankan reputasi dan integritasnya hanya untuk Rp 10 juta seperti dituduhkan Pak Haris,” imbuh Mastuki.

BACA JUGA: Empat Pesan Menteri Agama kepada Para Ahli Alquran

Terkait pemberian Kakanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin sebesar Rp 10 juta pada 9 Maret 2019 di Jombang, Mastuki kembali menegaskan bahwa uang itu tidak diberikan kepada Menag.

”Kenapa tidak diberikan ke Menag? Karena Haris tahu pasti Menag menolak. Maka oleh Haris diberikan ke ajudan. Kemudian ajudan baru lapor ke Menag setelah sampai Jakarta. Dan langsung diminta mengembalikan,” papar Mastuki.

Ajudan Menag, lanjut Mastuki, tidak pernah bisa bertemu dengan Haris, sehingga uang masih disimpan ajudan dan baru dilaporkan kembali kepada Menag pada 22 Maret 2019.

”Akhirnya, uang Rp 10 juta itu dikembalikan ke KPK pada 26 Maret 2019 sebagai komitmen antikorupsi, seperti yang telah bertahun-tahun dilakukan Menag setiap menerima yang bukan haknya,” tuturnya.

Rentang waktu pemberian ke ajudan pada 9 Maret hingga pengembalian 26 Maret adalah 17 hari kalender atau 12 hari kerja, masih dalam batas Peraturan KPK Nomor 02/2014 yang mensyaratkan pengembalian gratifikasi maksimal 30 hari kerja.

(Baca Juga: Jalani Pemeriksaan di KPK, Menag Jelaskan soal Uang di Ruang Kerjanya)

Mastuki juga menyatakan, Menag tidak pernah menerima Rp 50 juta dari Haris seperti yang dituduhkan terjadi di Surabaya pada 1 Maret 2019.

”Saat ke Surabaya, 1 Maret 2019, Menag, ajudan, maupun tim protokol yang mendampingi tidak pernah menerima pemberian Haris. Ajudan Menag hanya satu kali menerima pemberian dari Haris yaitu Rp 10 juta di Jombang pada 9 Maret tanpa seizin dan sepengetahuan Menag, dan itu sudah dikembalikan ke KPK,” katanya. (*/adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Atas Kehendak Kuat Jokowi, Masjid Istiqlal Direnovasi Untuk Pertama Kalinya Setelah 41 Tahun


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler