Melihat orang terdekat berada di meja operasi tentu bukan pengalaman yang menyenangkanApalagi jika seluruh proses operasi itu ditayangkan secara live
BACA JUGA: Nafisah Ahmad Zen Shahab, Ibu yang Sepuluh Anaknya Jadi Dokter
Demikian pula dengan keluarga Ramdan Aldil Saputra dan Sulistyowati yang kemarin (24/4) menjalani operasi transplantasi hatiARUM PRIMASTY, Surabaya
SEKITAR pukul 08.30 kemarin, Bambang Sutondo Winarno berjalan memasuki ruang pertemuan di lantai dasar Gedung Bedah Pusat Terpadu (GBPT) RSUD dr Soetomo
BACA JUGA: Raih Medali Emas berkat Dosis Obat Michael Jackson
Suami Sulistyowati dan ayah Ramdan Aldil Saputra itu tiba bersama beberapa familinyaMeski berjalan tegak, wajah Bambang terlihat tegang
BACA JUGA: Digembleng Abah Main Catur Dua Papan
Pandangan matanya tampak menerawangKaus berkerah putih dengan garis hitam yang dikenakan memang membuat penampilannya terlihat bersihNamun, wajah lelaki 52 tahun itu tampak kuyu.Ketika memasuki ruang yang penataannya ala minitheater itu, Bambang lebih banyak diamKetika disapa dokter dan wartawan, kepala SMPN 2 Tugu, Trenggalek, tersebut menyambut dinginDia mengaku perasaannya campur aduk"Mau mengatakan seperti apa itu sangat sulitSenang, tapi juga takut," ujarnya kepada Jawa Pos
Ya, hari itu, beban mental yang ditanggung Bambang memang beratIstri dan anak ketiganya tersebut harus menjalani operasi yang tidak bisa dikatakan ringanRamdan menjalani operasi transplantasi liver, sedangkan sang istri yang menjadi donor liver untuk putranya melakoni operasi pengangkatan hatiInilah operasi cangkok hati kali pertama yang dilakukan RSUD dr Soetomo.
Karena operasi dijadwalkan dimulai pukul 08.00, sejak subuh ibu dan anak itu harus menjalani persiapan operasiPukul 07.00, mereka sudah dipindahkan dari kamar 609 Gedung Rawat Inap Utama (GRIU) Graha Amerta RSUD dr Soetomo ke ruang operasi di GBPTKetika itulah Bambang kali terakhir bertemu istri dan anaknya tersebutSebelumnya, pria itu sempat memandikan Ramdan dan menyiapkan baju yang akan dikenakan
Sementara itu, sang istri disiapkan oleh perawat untuk dipindahkan ke ruang operasi"Saya ikut nggledhek (mendorong brankar, Red) istri saya dari kamar ke ruang operasiSaya sempat menguatkan hatinyaSaya bilang agar ibu yang tabah," ungkap bapak tiga anak tersebut.
Setelah istri dan anaknya dipindahkan ke kamar operasi, Bambang berusaha tegarTapi, dia tak sanggup ketika diajak menemui istri dan anaknya itu di ruang persiapan operasiDia tak kuat melihat wajah Sulistyowati dan Ramdan sebelum masuk meja operasi.
Kendati begitu, Bambang masih sanggup melihat jalannya operasi yang ditayangkan lewat monitor di lantai dasar GBPTKarena itu, dia masih bisa berjalan tegak ketika memasuki ruangan tersebutDia juga masih bisa bercakap-cakap dan tersenyum ketika Dahlan Iskan, mantan chairman/CEO Jawa Pos dan kini menjadi Dirut PLN yang juga pernah menjalani operasi ganti hati, tiba di ruangan ituKetika puluhan wartawan mewawancarai, Bambang pun masih terlihat tegar.
Namun, ketegaran itu ternyata tak bertahan lamaMeski awalnya tampak tenang saat melihat perut istrinya dibedah lewat layar monitor, lama-kelamaan Bambang tak tahanRaut wajahnya kemudian berubah tegangBahkan, sekitar pukul 09.45, dia meninggalkan GBPT
Tapi, saat meninggalkan ruangan, jalannya sudah tidak tegakDia tak sanggup berjalan sendiri dan harus dipapah dua kerabatnyaLengan kiri Bambang digamit kakak kandungnya, Tri Andiki, sedangkan lengan kanannya digandeng adik laki-laki Sulistyowati, Tunggu UtomoMereka berjalan menuju Graha Amerta
Tak sepatah pun kata terucap dari mulut Bambang ketika ituKepalanya juga tak sekalipun menoleh ke belakangDia tampak lunglai dengan mata berkaca-kaca"Mau ke kamar dulu sementaraNggak kuat," ujar Tunggu kepada Jawa Pos.
Bukan hanya Bambang yang tak kuat melihat layar monitor yang menyiarkan langsung jalannya operasi Ramdan dan SulistyowatiDi dalam ruangan itu, mata beberapa "penonton" tampak sembapSulistyorini, adik perempuan Sulistyowati, misalnya, terlihat beberapa kali mengusap air mata
Seorang wanita dan seorang pria juga terlihat tak kuasa berlama-lama memandang layar monitorBerdasar pengamatan Jawa Pos, selama berada dalam ruangan, lelaki berusia sekitar 40 tahun itu selalu menghindar dari tatapan langsung ke layarKepalanya selalu menunduk atau wajahnya sesekali ditutupi kedua telapak tangannyaSementara itu, si wanita terus menangis sesenggukan sambil memandangi tayangan operasi di layar monitor.
Tak sampai sepuluh menit setelah ayah Ramdan pergi, mereka juga meninggalkan ruanganDua orang itu duduk berdampingan di ruang tunggu bagian samping GBPTSi pria duduk dengan pandangan menerawang, sedangkan si wanita sibuk mengusap air mata dengan sapu tangan.
Dua orang itu adalah Maryanto dan Elly PuspariningtyasMereka merupakan sejawat Sulistyowati di SDN 1 Gandusari, TrenggalekMereka menyatakan miris menyaksikan operasi lewat tayangan monitor tersebut"Namanya sama-sama guru, kan sudah seperti saudaraSaya tidak tega melihatnyaKarena itu, lebih baik saya di luar saja," kata Maryanto.
Sementara itu, Elly mengaku sebagai sahabat karib SulistyowatiDi ruang guru SDN 1 Gandusari, meja mereka bersebelahanElly masih mempunyai hubungan keluarga dengan BambangDia juga mengetahui perjuangan suami-istri itu dalam merawat Ramdan
Setiap Ramdan dirawat di rumah sakit untuk transfusi albumin, Elly selalu menjengukSalah seorang cucu Elly juga seusia Ramdan, yakni tiga tahun"Karena itu, saya seperti ikut merasakan penderitaannya," ungkapnya.
Sebagai sahabat dan saudara, sejak berangkat dari Trenggalek, Elly bertekad mendukung Ramdan dan ibunya dengan menonton tayangan operasiNamun, begitu menghadap layar, ternyata dia tak kuat.
Air mata Elly terus mengalir karena trenyuh atas pengorbanan Sulistyowati"Bu Lis (panggilan Sulistyowati, Red) itu sampai rela mempertaruhkan nyawanyaBegitulah seorang ibuApa pun demi anaknya akan dilakukan," kata Elly dengan mata berkaca-kaca.
Raut wajah sedih lain ditunjukkan Tunggu UtomoSetelah mengantarkan Bambang ke Graha Amerta, adik ketiga Sulistyowati itu memang kembali ke GBPTDia bersama istrinya, Nasitul Chutta, dan kakaknya, Sulistyorini
Kendati mencoba tegar, bapak dua anak tersebut juga tak kuat menahan air mata selama melihat tayangan monitor yang mempertunjukkan proses pembedahan tubuh sang kakak dan keponakannya ituSaking tak kuatnya menahan tangis, dia sering menutupi mulutnya dengan telapak tangan.
Meski demikian, Tunggu berusaha bertahan untuk melihat operasi itu sampai tuntas"Sebetulnya saya nggak tegaTapi, lebih nggak tega kalau nggak dibedahBayangkan bagaimana kalau seumur hidup Ramdam harus sering transfusi, masuk rumah sakitGeraknya juga lambat," ungkapnya lantas menggelengkan kepala.
Tunggu menyatakan salut atas perjuangan orang tua RamdanTerutama ketegaran hati sang kakak, Sulistyowati"Saya nggak pernah lihat dia (Sulistyowati, Red) menangis selama mengurusi Ramdan," tegasnya.
Karena itu, Tunggu merasa selalu tergerak untuk meringankan beban keluarga sang kakakBegitu opsi transplantasi liver dilontarkan para dokter, dirinya langsung aktif mencari informasiAwalnya, dia ragu-ragu akan metode cangkok hati tersebutNamun, catatan-catatan Dahlan Iskan yang dimuat di koran Jawa Pos menghilangkan keraguannya itu.
Ketika tulisan Dahlan tersebut dimuat secara bersambung, hampir setiap hari Tunggu melahapnya sampai tuntasDari situ, dirinya mengetahui bahwa transplantasi liver ternyata tak seberbahaya yang dia kiraBahkan, jika memang itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan Ramdan, sebaiknya tidak ragu-ragu untuk melakukannya"Apalagi setelah ada bantuan biaya, berarti kan tidak ada hambatan lagi untuk operasi," ujarnya.
Meski miris, Tunggu merasa optimistis transplantasi liver itu bisa menyelamatkan nyawa RamdanDirinya dan sang istri bahkan sudah menyiapkan hadiah khusus untuk Ramdan jika operasi tersebut berhasilHadiah itu adalah kliping berita mengenai transplantasi liver di berbagai media yang memuat Ramdan
Tunggu dan sang istri mengumpulkannya sejak berbulan-bulan laluMulai berita tentang keberangkatan tim dokter dari RSUD dr Soetomo untuk belajar transplantasi liver di Oriental Organ Transplant Center (OOTC), Tianjin, Tiongkok, hingga berita seputar operasi Ramdan. "Hendak saya kasihkan Ramdan bila sudah besar nantiBiar dia tahu, sejarah hidupnya dulu itu seperti apa," tegasnya(*/c5/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menyusuri Kampung Bersejarah China Benteng
Redaktur : Antoni