Masyarakat Jawa Mulai Terima JK-Win

Senin, 22 Juni 2009 – 20:03 WIB

JAKARTA--Hasil sejumlah survey menyebutkan tren tingkat keterpilihan atau elektabilitas Jusuf Kalla dan Wiranto atau JK-Wiranto terus meningkatSinyalemen ini sekaligus menandakan pasangan nomor urut 3 itu semakin diterima masyarakat Jawa yang tidak lagi mengedepankan persoalan suku sebagai alasan utama menentukan pilihan.

Hal ini ditegaskan Direktur Eksekutif Strategic Political Intelligence (SPIN) Jakarta, Hamid Basyaib, menanggapi tren positif elektabilitas JK di pulau Jawa

BACA JUGA: Ansor Nilai Hasyim Gagal Pimpin PBNU

"Awalnya, tentu JK-Wiranto khawatir dengan perolehan suara di Jawa
Terbukti, kekhawatiran ini tak beralasan

BACA JUGA: Kaban Kumpulkan Habib di Rumah Dinas

Orang Jawa ternyata sangat demokratis, terbuka, dan tak pandang perbedaan suku
Mereka lebih berpihak kepada visi dan misi capres-cawapres," tegas Hamid di Jakarta, Senin (22/6)

BACA JUGA: Format Debat, Tiga Cawapres Berhadapan



Hasil survei terakhir Puskaptis minggu ketiga bulan Juni menunjukkan, tingkat elektabilitas SBY-Boediono 52,15 persen, Megawati-Prabowo 22,17 persen, dan JK-Wiranto 17,20 persenTingkat keterpilihan SBY-Boediono dan Mega-Prabowo mengalami penurunanHanya duet JK-Wiranto yang naikHamid menjelaskan, ada beberapa hal pada diri JK yang membuatnya bisa lebih diterima masyarakat JawaDiantaranya, pernyataan JK soal peran-perannya di pemerintahan yang dinilai Hamid lebih meyakinkan daripada klaim SBY"Penampilan JK selama ini apa adanya, alamiah, dan tak dibuat-buatJK tak suka berperilaku penuh rekayasa, seolah-olah, yang tak mencerminkan jati diri sebenarnyaRealitas apa adanya Pak JK itulah yang jadi kekuatannya," ulas Hamid.

Selain itu, elektabilitas positif JK-Wiranto juga tak lepas dari latar sosial keagamaan kedua tokoh ituJK merepresentasikan kepentingan NU dan Muhammadiyah, dua ormas Islam terbesar di IndonesiaMengingat, Ayah JK, Haji Kalla, adalah pendiri NU di SulselJK sendiri lama aktif di NU setempatIstri JK, Hajjah Mufidah, adalah warga MuhammadiyahTidak salah, eksistensi ini menjadi perekat ideologis sehingga ada 1.500 kiai NU di Jatim merapat ke JKBahkan, ada 20 kiai sepuh NU di Jatim telah menggelar bahtsul masa'il di Surabaya, dengan salah satu keputusannya mendukung duet JK-Wiranto.

Secara terpisah, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto Hajtiyanto YTohari menegaskan pencitraan JK-Wiranto semakin baikDiharapkan saat pemungutan suara nanti pasangan ini sanggup meraih dukungan 30 persen"Kampanye JK-Wiranto sudah di jalur yang benarIni akan kami jaga ritmenyaTargetnya, 8 Juli nanti, kami mendapat perolehan suara di atas 30 persen untuk bisa lolos ke putaran kedua," katanya

Hajriyanto menegaskan tren positif ini sekaligus menunjukkan serangan kepada JK yang diarahkan pada bisnis keluarga sama sekali tak berdampak banyakTudingan itu, sebaliknya bisa mendongkrak popularitas JK"Bisnis keluarga Pak Jusuf Kalla sudah dirintis jauh sebelum Indonesia merdekaJadi, tidak relevan jika kemudian ada tuduhan Pak JK akan menunggangi jabatan untuk kepentingan bisnis," kata HajriyantoDikatakan,  JK memiliki kemampuan menjelaskan sesuatu dengan bahasa akar rumputIni menjadi kelebihan JK dibanding dua kandidat presiden lainnya

"Persoalan kesejahteraan rakyat, kemandirian, dan masalah pengangguran, dijawab dengan lugas dan polosPak Jusuf Kalla tidak pernah menggunakan istilah bahasa asing (Inggris)," katanyaSelain itu, mata masyarakat saat ini semakin terbuka dengan penjelasan peran di pemerintahan yang disampaikan JK Sejumlah permasalahan bangsa yang berhasil diselesaikan ternyata ahir dari ide dan kerja keras JKMisalnya, perdamaian di Aceh, Poso, dan AmbonPerdamaian Ambon dan Poso terwujud berkat sutradara JK ketika mustasyar PWNU Sulsel ini menjabat Menko Kesra di bawah pemerintahan Mega Soekarnoputri-Hamzah Haz.

JK juga menjadi tameng program konversi minyak tanah ke elpijiKebijakan yang dinilai tidak populer di akar rumput ini ternyata berujung penghematan anggaran senilai Rp 50 triliun per tahunBegitu juga dengan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW yang dilakukan dua tahapSelama 10 tahun pasca-reformasi, hanya ada tambahan 1.500 megawatt daya listrik nasional dari sejumlah pembangkit listrik yang dibangun pemerintah, padahal tiap tahun dibutuhkan 2.000 megawatt tambahan daya listrik seiring pertumbuhan perekonomian nasional(ysd/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kaban Bela SBY-Boediono Soal Utang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler