jpnn.com, MALANG - Para lulusan SLTA yang sedang bersiap masuk perguruan tinggi, diingatkan agar cermat memilih jurusan.
Lantaran, bila salah memilih jurusan, dampaknya bisa panjang. Seperti, mahasiswa jadi tak bergairah saat mengikuti perkuliahan.
BACA JUGA: Menristekdikti: Kuliah Zaman Now Tidak Harus Tatap Muka
Menurut Dosen Psikologi dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Maliki Malang Ahkmad Mukhlis, ada banyak hal yang membuat mahasiswa tidak bergairah mengikuti perkuliahan di kelas.
Salah satunya adalah salah jurusan. ”Terkadang orang tua memaksakan kehendaknya, sehingga anak tidak maksimal dalam belajar,” ucap Mukhlis, seperti diberitakan Radar Malang (Jawa Pos Group).
BACA JUGA: Lulusan Perguruan Tinggi gak Nyambung dengan Industri
Selain itu, kurang bergairahnya suasana di kelas, menurut dia, juga karena kurang menariknya proses belajar mengajar. Biasanya, mahasiswa tidak tertarik karena mereka cenderung mencari nilai belaka.
”Ketika pandangan mahasiswa seperti itu, nilai justru akan menghambat perkembangan mereka, sekalipun di sisi lain nilai bisa menjadi motivasi untuk semangat belajar,” imbuhnya.
BACA JUGA: Lulusan Perguruan Tinggi Harus Sesuai dengan Pasar Kerja
Masih menurut Akhmad, nilai hanyalah salah satu dari tujuan pembelajaran yang sifatnya eksternal.
Sebab, bisa saja membuat seorang mahasiswa mencoba mencapainya, tapi di sisi lain si mahasiswa kehilangan esensi dari proses belajar mengejar.
”Akibatnya, mereka yang berorientasi pada nilai akan mengabaikan nilai-nilai pengetahuan dan lebih mengutamakan hasil dalam kuantifikasi nilai,” terangnya.
Selain itu, menganggap dosen sebagai seorang yang killer juga menjadi penyebab tak adanya semangat di dalam ruang kelas kuliah.
”Anggapan dosen killer hanya mahasiswa yang membuat. Tidak ada istilah killer. Tetapi, mahasiswa yang memandang negatif dosen,” imbuhnya.
Sementara itu, Guru Bimbingan Konseling SMAN 10 Kota Malang Suhartini mengatakan, tantangan bagi pengajar di era milenial ini sangat kompleks. Apalagi, bila melihat makin dekatnya siswa dan mahasiswa dengan teknologi.
”Teknologi bisa membuat mereka tidak memahami materi di kelas, membuat mereka tidak fokus,” kata Suhartini.
Karena gadget yang dibawa, siswa jadi tidak mendengarkan guru yang menerangkan. Selain menghambat perkembangan pendidikan siswa, hal tersebut juga menghambat guru.
”Karena guru memiliki target materi yang sudah disusun dan tercantum di RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) dan silabus,” ucapnya.
Cara mengajar guru yang dirasa kurang menarik (monoton) juga menjadi penyebab siswa tidak tertarik mengikuti pembelajaran. Sehingga, siswa mencari hal lain yang membuatnya tertarik.
”Oleh karena itu, tuntutan dari kurikulum 2013, guru hendaknya bisa mengajar dengan gaya aktif, inovatif, dan kreatif,” pungkas guru paling senior di SMAN 10 Kota Malang tersebut. (nr4/c1/riq)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendikbud Lempar Wacana Siswa IPA Dilarang Kuliah Sosial
Redaktur & Reporter : Soetomo