Mayoritas Pekerja Migran dari Daerah ini Berangkat ke Luar Negeri Secara Ilegal

Jumat, 09 Juni 2023 – 17:33 WIB
Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombes Pol. Ibrahim Tompo bersama Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol Yani Sudarto di Polda Jawa Barat, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (9/6/2023). (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)

jpnn.com - Mayoritas pekerja migran dari Jawa Barat berangkat atau diberangkatkan bekerja di luar negeri secara ilegal.

Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat mencatat persentasenya mencapai 56 persen dari total 1.045.517 orang.

BACA JUGA: Di 2 Kota Ini, Bea Cukai Sosialisasikan Ketentuan Kepabeanan yang Harus Dipahami CPMI

Menurut Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombes Pol. Ibrahim Tompo angka itu didapat dari 23 kabupaten dan kota di Jawa Barat.

Kepolisian kini telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk menelusuri Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tersebut.

"Pada 5 Juni 2023, Polda Jawa Barat telah membentuk Satgas TPPO yang dipimpin Wakapolda dan pelaksana hariannya Direktur Reserse Kriminal Umum," ujar Ibrahim Tompo di Polda Jawa Barat, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (9/6).

Dia mengatakan PMI yang berangkat atau diberangkatkan secara ilegal itu dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga menjadi atensi bagi institusi kepolisian.

Sejak terbentuknya Satgas TPPO, Polda Jabar telah mengungkap 37 kasus TPPO.

BACA JUGA: SP IMPPI Apresiasi Ketegasan Kapolda NTT dalam Memberantas TPPO

Dari puluhan kasus itu, ada 82 orang yang menjadi korban eksploitasi TPPO.

"Kemudian dari 37 kasus tersebut, sebanyak 59 tersangka," katanya.

Berdasarkan sejumlah kasus yang diungkap, korban TPPO paling banyak berasal dari Cianjur, Subang, Sukabumi, Indramayu dan Bogor.

Menurut Ibrahim Tompo ada tiga modus yang dilakukan dalam TPPO, yakni melalui perusahaan, agensi, maupun perorangan.

BACA JUGA: Pelaku TPPO di Malaka Ditangkap, Korbannya Puluhan Orang, Begini Modusnya

Mayoritas, kata dia, korban-korban TPPO dikirim ke kawasan Timur Tengah atau Arab Saudi.

"Kami melakukan pengungkapan itu paling banyak memang sebelum berangkat. Kemudian ada juga yang sesudah kembali, baru membuat laporan polisi," katanya.

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Pol Yani Sudarto mengatakan biasanya para perekrut itu mendatangi langsung calon korban.

Mereka menawarkan pekerjaan di luar negeri.

Bisa jadi, kata dia, perekrut itu merupakan mantan PMI yang mengajak tetangga atau saudara.

Selain itu, ada juga korban yang terkena TPPO dengan tawaran kerja di luar negeri melalui media sosial.

Yani Sudarto tak menutup kemungkinan perusahaan resmi juga berpotensi melakukan TPPO jika ujungnya tidak sesuai dengan komitmen awal.

"Secara teknis, mereka biasanya membawa, memberangkatkan korban ke luar negeri tanpa prosedur, melakukan bujuk rayu, tipu muslihat dan dijerat dengan utang."

"Biasanya dikasih uang dulu dan itu dihitung nanti, biayanya berapa dan nanti akan dipotong ketika mereka menerima gaji," kata Yani.

Dia mengatakan pelaku TPPO bisa dijerat dengan Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 6 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hingga 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 15 miliar.

Kemudian, juga bisa terjerat Pasal 80 dan Pasal 81 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 15 miliar. (Antara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepala BP2MI Sebut Perubahan Akronim PMI Usulan Palang Merah Indonesia


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler