Mayoritas Perda Kawasan Tanpa Rokok Memojokkan Produsen

Senin, 27 November 2017 – 22:22 WIB
Diskusi tentang Perda Kawasan Tanpa Rokok yang digelar Jakarta Discussion Forum di Cikini, Jakarta Pusat. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah daerah saat ini telah menerapkan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Tercatat, 258 daerah di Indonesia memiliki Perda KTR, di mana 60 persen di antaranya sudah memberlakukan Perda KTR tersebut.

Namun, Perda KTR tersebut dinilai inkonsisten dengan Peraturan Pemerintah (PP) 109 Tahun 2012 dan Undang-Undang 2009 tentang Kesehatan.

BACA JUGA: Perda KTR Seharusnya Mendidik, Bukan Memusnahkan

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menduga masih adanya budaya pemerintahan yang menganggap pembuatan regulasi sebagai sebuah proyek.

Akibatnya, proses pembahasan hanya melibatkan sekelompok orang-orang tertentu yang menguntungkan dirinya.

BACA JUGA: Jual Rokok di Tempat Terlarang Didenda Rp 50 Juta

"Seperti langkah DPRD DKI Jakarta yang menyerahkan rancangan Perda Kawasan Tanpa Rokok ke Gubernur DKI Jakarta, setiap kebijakan yang dirancang pemerintah, sudah seharusnya tidak memojokkan pihak tertentu. Harus selalu ada keseimbangan keadilan regulasi," kata dia, dalam diskusi 'Inkonsisntensi Hukum Nasional Daerah dan kepastian Usaha' yang diselenggarakan Jakarta Discussion Forum di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (27/11).

Trubus mengatakan, instrumen aturan untuk industri rokok saat ini sudah begitu banyak (over regulated) sehingga tidak perlu ada penambahan kembali.

BACA JUGA: Jangan Harap Bisa Merokok di Sembarang Tempat

Namun, seiring dengan munculnya Perda di masing-masing daerah, industri rokok menilai ada penerapan kebijakan yang berada di luar batas undang-undang sebagai panutan. Banyak daerah yang memuat pasal-pasal yang mematikan industri rokok.

Padahal, produk hukum Perda ini nantinya berada di tingkat lebih tinggi dari peraturan gubernur (pergub) dan semua pihak wajib mematuhinya.

Jika melanggar, maka siap-siap saja mendapat denda setinggi-tingginya Rp 50 juta atau kurungan enam bulan. Sehingga, ini bisa menjadi aturan yang sangat serius.

Demikian pula usulan ketentuan dalam rancangan perda KTR tidak saja merugikan para pabrikan produk tembakau. Tetapi juga akan merugikan semua mata rantai industri, mulai dari pedagang di toko tradisional dan moderen, pekerja pabrikan rokok sekaligus petani tembakau dan cengkeh.

"Sudah seharusnya DPRD dan Pemprov DKI Jakarta mengkaji secara komprehensif dan holistik terkait raperda KTR yang saat ini tengah dibahas. Seharusnya raperda itu disesuaikan dengan PP Nomor 109 Tahun 2012. Salah satu pasal yang memberatkan adalah Pasal 41 ayat 2. Dalam pasal itu, diatur sanksi bagi perokok berupa pembatasan pelayanan administrasi kependudukan dan kesehatan. pelayanan administrasi kependudukan dan kesehatan merupakan hak perdata setiap warga negara," ungkapnya.

Sementara, Direktur Direktorat Produk Hukum Daerah Kemendagri Kurniasih membantah ada inskonsitensi peraturan daerah dengan peraturan di atasnya. Menurutnya, tidak mengacunya regulasi yang dibuat daerah dengan peraturan di atasnya itu akibat minimnya sosialisasi.

Kurniasih mengakui, ada beberapa daerah yang membuat regulasi karena minimnya sosialisasi akhirnya menghilangkan kata "dapat". Misalnya saja peraturan pemerintah menyebut dapat dilarang di beberapa tempat. Namun, implementasi Perda menjadi dilarang dibeberapa tempat saja.

"Perda KTR perlu disikapi dengan bijak, singkronisasi antara aturan yang lebih tinggi dan keinginan daerah untuk mengatur perlu dilakukan sosialisasi dan optimalisasi pembinaan dan pengawasan Pemerintah pusat. Sehingga hubungan pusat dan daerah berjalan selaras," kata dia.

Kepala Daerah, lanjut Kurniasih, berwenang mengawal seluruh peraturan yang dibuat di seluruh kota kabupaten dan desa di daerah tersebut. Sementara, pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam negeri (Kemendagri) berfungsi memfasilitasi kepala daerah dalam menentukan Perda.

"Sudah ada regulasi, daerah dalam menyusun perda harus diselaraskan. Optimalisasi binwas menjadi penting. Pasal 89 permendagri 2007. Mendagri memfasilitasi raperda-raperda, di antaranya KPR, kepala daerah atau gubernur fasilitasi peraturan kabupaten daerah KTR. Semuanya tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi," pungkasnya. (mla/rmol)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kewenangan Batalkan Perda Dicabut, Kemendagri Bisa Lakukan Dua Langkah Ini


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler