Mbah Tugiyem, Perempuan Berusia Satu Abad yang Tetap Aktif Bekerja

Cari Tanaman Tradisional untuk Biaya Sekolahkan Anak hingga Cicit

Rabu, 22 April 2015 – 00:00 WIB
Tugiyem alias Mbah Tugi membawa tanaman sambiloto untuk dijual, bersama cicitnya di Dusun Kepil, Putat, Patuk, Gunungkidul (20/4). Foto: Gunawan/Radar Jogja/JPNN

jpnn.com - Sedikit dari perempuan berumur satu abad yangmasih aktif bekerja. Di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta ada Mbah Tugiyem, perempuan berusia seabad yang masih mencurahkan seluruh tenaga, pikiran dan penghasilannya untuk anak, cucu hingga cicit agar tidak hidup mengandalkan belas kasih orang lain.

GUNAWAN, Gunungkidul

BACA JUGA: Bergaya Sporty, Bukan Berarti Menteri yang Satu Ini tak Cinta Kebaya

HUJAN mulai membasahi bumi Handayani, ketika Radar Jogja (Group JPNN) tengah mencari rumah Tugiyem di Kepil, Putat, Patuk, Senin (20/4). Tempat tinggal Mbah Tugi -sapaan akrabnya- tidak jauh dari jalan raya Sambi Pitu-Gunung Api Purba Langgeran, Patuk.

Rumah Mbah Tugi memang dekat jalan beraspal. Namun. jalanan ke rumahnya di kampung hanya berupa jalan kecil yang cukup untuk kendaraan roda dua.

BACA JUGA: Rindu Ade, Penggagas Writing Heroes Daerah-Daerah Konflik dan Bencana

Sekilas tentang Mbah Tugi, dia merupakan tokoh terkenal di kampungnya. Dia sedikit  dari nenek hebat yang rajin bekerja meski umur sudah renta. Kerja keras dan hasil bekerja diberikan untuk satu anak, empat cucu dan tiga cicitnya.

Bidang kerja single parent ini unik tapi kurang diminati generasi sekarang. Pekerjaannya adalah jalan kaki naik turun gunung mencari bahan ramuan jamu tradisional berupa tanaman sambiloto.

BACA JUGA: Ketika Polda Sumsel Merekrut Enam Penghafal Alquran Menjadi Polisi

Jarak tempuh untuk mencari sambiloto pergi-pulang  lebih dari 20 kilometer. Ia menempuhnya dengan jalan kaki.

Saat ditemui di kediamannya, MbahTugi terlihat sumringah. Ia baru saja  mendapatkan beberapa ikat tanaman sambiloto yang disimpan di bangunan kandang sapi. “Kowe iki sopo (kamu itu siapa)? ” tanya Mbah Tugi dengan polosnya.

Pendengarannya masih cukup bagus. Cara berjalan dan daya penglihatannya juga  masih normal dan tanpa alat bantu.

Mbah Tugi lantas tersenyum setelah diberi penjelasan tentang kedatangan Radar Jogja. Ia kemudian melangkah cepat seperti ingin menunjukkan sesuatu. Benar saja, nenek empat cucu itu terlihat membopong seikat tanaman sambiloto lengkap dengan akar. 

Iki sambiloto, sekilone garing Rp 2.500 (Ini tanaman sambiloto, satu kilo dijual Rp 2.500, red),” ucapnya.

Menurut Mbah Tugi, ia menampung dulu sambiloto itu sebelum dibawa ke pembeli. Ia menjualnya dalam kondisi kering dan dicacah hingga lembut. Kurang dari tiga minggu, biasanya 1 kuintal sambiloto bisa  terkumpul.

Duite didum nggo anak, putu karo buyut (uangnya saya bagikan untuk anak, cucu dan cicit, Red),” terangnya.

Dia berharap uang hasil jerih payahnya itu digunakan untuk kebutuhan pokok. Kalau masih sisa, katanya, sebaiknya ditabung. Dengan cara demikian, nenek yang tak pernah menggunakan alas kaki ini merasa sangat bahagia. Ternyata, buah dari berbagi suka itu dirasakan langsung.

Hebatnya, Mbah Tugi mengaku jarang sakit dan tetap sehat menekuni usaha mencari duit dengan cara yang tidak biasa itu. Ia hanya punya keinginan keturunannya bisa sekolah.

“Aku ora sekolah, mogo-mugo putro wayahku sregep sekolah (saya tidak sekolah, mudah-mudahan anak cucuk bisa se-kolah, Red),”  ucapnya.

Sementara anak Mbah Tugi, Semi mengaku sudah beruangkali mengingatkan ibunya untuk istirahat. Hanya saja, kemauan Mbah Tugi dalam bekerja sulit dicegah. Walau begitu pihaknya tetap memantau aktivitas orang tuanya.

“Kemauan beliau sangat keras. Semangatnya luar biasa. Hingga sekarang, kami belum bisa membalas. Sejauh ini kami hanya ingin membuat beliau selalu senang,” kata Semi yang didampingi suaminya, Tupan.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Nurika, Bidan Desa Terpencil yang Diikuti Buaya saat Melayani Pasien


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler