Mega Berharap Mahfud Tak Oleng

Rabu, 29 Desember 2010 – 08:25 WIB
Foto: Dok.JPPhoto
JAKARTA - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri prihatin dengan kondisi Mahkamah Konstitusi (MK) belakangan iniMeskipun tidak disebut Megawati, tampaknya ini terkait dengan kontroversi kasus dugaan suap yang tengah melanda MK.
 
Saat membuka diskusi Memimpin Republik dengan Konstitusi di Megawati Institute, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, kemarin (28/12), Megawati menyentil Ketua MK Mahfud MD yang kebetulan diundang sebagai salah seorang pembicara.
 
"Pak Mahfud yang akhir ini gonjang ganjing," canda Megawati

BACA JUGA: KPU Bontang Dituding Abaikan Hak 17.350 Pemilih

Mahfud MD tampak tersenyum simpul
Sementara itu, Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo, beserta Mantan Duta Besar RI untuk Republik Ceko Salim Said dan pengamat ekonomi Iman Sugema yang juga diundang sebagai pembicara tampak tertawa.
 
Megawati mengatakan MK merupakan institusi yang lahir saat dirinya menjadi presiden

BACA JUGA: PAN Akui Koalisi Tak Kompak

Saat itu, dia berharap seluruh akumulasi persoalan bangsa bisa masuk dan dituntaskan melalui lembaga tersebut
Karena itu, Megawati sangat berharap Mahfud dapat segera mendorong penyelesaian masalah tersebut.
 
"Pak Mahfud jangan oleng lah

BACA JUGA: Priyo Dituding Kacaukan Kesepakatan soal RUUK Jogja

Sekarang ini banyak yang olengKalau kita sudah oleng, lantas siapa lagi yang memimpin republik ini," kata Megawati.Terkait pematangan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, Megawati menyampaikan superpower seperti AS saja memerlukan lebih dari 200 tahunDalam waktu yang sangat panjang itu, konstitusi AS baru diubah dua kaliSementara, di Indonesia sudah terjadi amandemen terhadap UUD 1945 sampai empat kali.
 
"Kita ini bukan main hebatnya untuk mengganti atau merubah," ujarnya.  Megawati mengakui saat amandemen konstitusi dilakukan, dirinya memang menjadi bagian dari proses tersebutKarena saat itu dia masih menjabat presidenTapi, Megawati menyatakan itu karena dirinya tidak mampu mencegah amandemen.
 
"Janganlah kita terlalu banyak uji cobaApakah ini betul sejalan dengan konstitusi kita, seperti yang dikehendaki visi Bung Karno," kata Megawati.  Dia mendorong agar saat ini dievaluasi apakah proses implementasi konstitusi sudah berjalan baik atau tidak.
 
Mahfud MD dalam pengantar diskusinya mengatakan untuk memimpin dengan konstitusi diperlukan adanya keberanianKeberanian itu biasanya ditentukan oleh dua masa, yaitu masa lalu dan masa depan.
 
"Seorang pemimpin tidak akan berani memimpin sesuai dengan konstitusi jika memiliki masa lalu yang menyanderanyaBisa jadi itu karena pernah berbuat yang bertentangan dengan konstitusi atau dia menduduki kepemimpinannya lewat deal politik tertentu," kata Mahfud.
 
Dia menyampaikan pemimpin yang tersandera masa lalu akan selalu takut atau ragu untuk bertindakSekalipun pemimpin bersangkutan tahu tindakan yang akan dilakukannya benar dan signifikan dalam menegakkan konstitusi.
 
"Soalnya, dia takut masa lalunya terbongkar dan dipermasalahkan atau takut jabatan yang dipegang tidak bertahan lama karena kehilangan kedudukannya," ujarnya.Mahfud menambahkan seseorang juga akan takut memimpin dengan konstitusi kalau terlalu mengkhawatirkan masa depan politik dan ekonominyaMahfud mengingatkan untuk menjalankan tugas dan wewenang konstitusional, tidak mungkin selalu memuaskan atau menyenangkan semua pihak.
 
"Pemimpin yang terlalu memperhitungkan masa depan politik atau ekonominya akan selalu berusaha menyenangkan semua pihak, walaupun hal ini berarti mengurangi tugas konstitusional yang hendak dijalankan,"  tandas mantan politisi PKB itu.
 
Dalam diskusi itu, Mahfud juga mengkritik proses perumusan UU?di DPRDia menyebut sejak diresmikan pada 2003, MK telah melakukan 365 pengujian terhadap UUDari sana, sebanyak 58 kasus judicial review diputuskan MK dengan pembatalan UUMayoritas di antaranya merupakan paket UU Politik.
 
"Paling banyak yang dibatalkan itu adalah UU Politik, misalnya UU Pemda dan UU Pemilu," katanya.Mahfud menyampaikan ini karena adanya kecenderungan dalam perumusan UU Politik lebih berdasarkan kehendak dan kompromi politik semataPara politisi seolah membuat tafsir konstitusi sendiri berdasarkan kehendak sepihakWalaupun resikonya justru menabrak konstitusi itu sendiri"Sehingga, hal "hal sudah jelas salah tetap dikompromikan melalui kemenangan "kemenangan politik di parlemenItu yang sering terjadi," kata Mahfud(pri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hatta Rajasa Tokoh Parpol Paling Dominan di Pemberitaan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler