Saat membuka diskusi Memimpin Republik dengan Konstitusi di Megawati Institute, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, kemarin (28/12), Megawati menyentil Ketua MK Mahfud MD yang kebetulan diundang sebagai salah seorang pembicara.
"Pak Mahfud yang akhir ini gonjang ganjing," canda Megawati
BACA JUGA: KPU Bontang Dituding Abaikan Hak 17.350 Pemilih
Mahfud MD tampak tersenyum simpulMegawati mengatakan MK merupakan institusi yang lahir saat dirinya menjadi presiden
BACA JUGA: PAN Akui Koalisi Tak Kompak
Saat itu, dia berharap seluruh akumulasi persoalan bangsa bisa masuk dan dituntaskan melalui lembaga tersebut"Pak Mahfud jangan oleng lah
BACA JUGA: Priyo Dituding Kacaukan Kesepakatan soal RUUK Jogja
Sekarang ini banyak yang olengKalau kita sudah oleng, lantas siapa lagi yang memimpin republik ini," kata Megawati.Terkait pematangan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, Megawati menyampaikan superpower seperti AS saja memerlukan lebih dari 200 tahunDalam waktu yang sangat panjang itu, konstitusi AS baru diubah dua kaliSementara, di Indonesia sudah terjadi amandemen terhadap UUD 1945 sampai empat kali."Kita ini bukan main hebatnya untuk mengganti atau merubah," ujarnya. Megawati mengakui saat amandemen konstitusi dilakukan, dirinya memang menjadi bagian dari proses tersebutKarena saat itu dia masih menjabat presidenTapi, Megawati menyatakan itu karena dirinya tidak mampu mencegah amandemen.
"Janganlah kita terlalu banyak uji cobaApakah ini betul sejalan dengan konstitusi kita, seperti yang dikehendaki visi Bung Karno," kata Megawati. Dia mendorong agar saat ini dievaluasi apakah proses implementasi konstitusi sudah berjalan baik atau tidak.
Mahfud MD dalam pengantar diskusinya mengatakan untuk memimpin dengan konstitusi diperlukan adanya keberanianKeberanian itu biasanya ditentukan oleh dua masa, yaitu masa lalu dan masa depan.
"Seorang pemimpin tidak akan berani memimpin sesuai dengan konstitusi jika memiliki masa lalu yang menyanderanyaBisa jadi itu karena pernah berbuat yang bertentangan dengan konstitusi atau dia menduduki kepemimpinannya lewat deal politik tertentu," kata Mahfud.
Dia menyampaikan pemimpin yang tersandera masa lalu akan selalu takut atau ragu untuk bertindakSekalipun pemimpin bersangkutan tahu tindakan yang akan dilakukannya benar dan signifikan dalam menegakkan konstitusi.
"Soalnya, dia takut masa lalunya terbongkar dan dipermasalahkan atau takut jabatan yang dipegang tidak bertahan lama karena kehilangan kedudukannya," ujarnya.Mahfud menambahkan seseorang juga akan takut memimpin dengan konstitusi kalau terlalu mengkhawatirkan masa depan politik dan ekonominyaMahfud mengingatkan untuk menjalankan tugas dan wewenang konstitusional, tidak mungkin selalu memuaskan atau menyenangkan semua pihak.
"Pemimpin yang terlalu memperhitungkan masa depan politik atau ekonominya akan selalu berusaha menyenangkan semua pihak, walaupun hal ini berarti mengurangi tugas konstitusional yang hendak dijalankan," tandas mantan politisi PKB itu.
Dalam diskusi itu, Mahfud juga mengkritik proses perumusan UU?di DPRDia menyebut sejak diresmikan pada 2003, MK telah melakukan 365 pengujian terhadap UUDari sana, sebanyak 58 kasus judicial review diputuskan MK dengan pembatalan UUMayoritas di antaranya merupakan paket UU Politik.
"Paling banyak yang dibatalkan itu adalah UU Politik, misalnya UU Pemda dan UU Pemilu," katanya.Mahfud menyampaikan ini karena adanya kecenderungan dalam perumusan UU Politik lebih berdasarkan kehendak dan kompromi politik semataPara politisi seolah membuat tafsir konstitusi sendiri berdasarkan kehendak sepihakWalaupun resikonya justru menabrak konstitusi itu sendiri"Sehingga, hal "hal sudah jelas salah tetap dikompromikan melalui kemenangan "kemenangan politik di parlemenItu yang sering terjadi," kata Mahfud(pri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hatta Rajasa Tokoh Parpol Paling Dominan di Pemberitaan
Redaktur : Tim Redaksi