jpnn.com, JAKARTA - Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri mencetuskan berbagai pikiran tentang bagaimana mengelola dan mengembangkan Bali agar lestari sampai 100 tahun ke depan.
Megawati menyampaikan hal itu saat berbicara dalam Seminar bertajuk “Haluan Pembangunan Bali Masa Depan 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125” di Trans Resort, Seminyak, Bali, Jumat (5/5).
BACA JUGA: Wayan Sudirta DPR Apresiasi Polri Bekerja Cerdas Mengatur Arus Mudik Lebaran 2023
Hadir pula sejumlah tokoh memberi masukan, baik lisan maupun tertulis, di antaranya Gubernur Bali Dr. I Wayan Koster, Menteri Perencanaan Pembangunan RI Suharso Monoarfa, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga, dan Anggota DPR RI Dapil Bali I Wayan Sudirta.
Megawati dalam paparannya mendorong Gubernur Koster membuat roadmap Bali 100 tahun ke depan. Ketua Umum DPP PDIP itu juga meminta untuk mengembalikan jati diri Bali seutuhnya.
BACA JUGA: Wayan Sudirta Apresiasi Kinerja Jaksa Agung Beserta Catatan Evaluatifnya
Dalam kesempatan itu, Megawati mengenang ketika semasa remaja diajak ayahandanya yang Presiden Pertama RI Ir. Soekarno, melihat Bali sejuk, hangat, sepanjang jalan padi menguning dari Denpasar ke Tampaksiring.
Waktu itu, kata Megawati, dirinya ingat orang Bali berhati lurus, jujur, jemuran padi di pinggir jalan tak ada yang mencuri.
BACA JUGA: Megawati Minta Haluan 100 Tahun Era Bali Tetap Utamakan Lahan Subur
Namun, Megawati juga menyoroti perilaku wisatawan asing yang viral di media sosial, tidak menghormati adat-istiadat dan budaya Bali.
Megawati juga mengingatkan Gubernur Bali agar pembangunan hotel dikendalikan dan mulai dilakukan untuk 100 tahun ke depan ini.
Dia juga mengingatkan untuk berhenti mengonversi tanah subur dan meminta mengembangkan pertanian untuk menghidupi masyarakat.
“Tanah-tanah yang tandus mesti dikaji kembali pemanfaatannya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan tetap menjadikan kearifan lokal sebagai roh pembangunan Bali ke depan,” ujar Megawati.
Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster menyebutkan Pulau Dewata dianugerahi kekayaan, keunikan, keunggulan, dan keindahan alam, manusia, dan kebudayaan sejak berabad-abad.
“Hal itu tetap eksis dan survive, menjadi sumber kehidupan dan penghidupan masyarakat sampai saat ini,” kata Koster.
Menurut Koster, Bali juga dianugerahi warisan adiluhung, yaitu desa adat, subak, tradisi, seni-budaya, dan kearifan lokal yang harus dilestarikan, dikembangkan, dan dimajukan, serta diwariskan untuk generasi masa depan sepanjang zaman.
“Berbagai dinamika, antara lain adanya konflik kepentingan dan persaingan yang tidak sehat berpotensi mengancam eksistensi, keberlanjutan, kesucian, kelestarian, dan keharmonisan alam, manusia, dan kebudayaan Bali,” kata Koster.
Oleh karena itu, masa depan Bali tidak boleh dilepas, bergerak tanpa arah. Sejak lama, Bali tidak memiliki haluan untuk menyelenggarakan pembangunan secara fundamental, komprehensif, dan berkelanjutan, berdimensi jangka panjang, minimum 100 tahun (satu abad).
Anggota DPR RI I Wayan Sudirta, SH, MH yang hadir dalam seminar tersebut menyampaikan sejumlah usulan tentang Pemaknaan Semangat Pembangunan Semesta Berencana Sebagai Basis Haluan Pembangunan Bali 2025-2125.
Menurut Sudirta, pada Pembangunan Semesta Berencana dapat dilihat bahwa konsepsi komprehensif mengatur semua lini kehidupan bangsa.
Konsep Pembangunan Semesta Berencana, menurut Sudirta, semestinya mampu pendayagunaan kearifan lokal Bali sebagai pemeliharaan dan nilai-nilai dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat Bali dalam konteks kekinian dan masa depan.
Sudirta mengatakan masyarakat Bali meyakini konsep Tri Hita Karana adalah satu konsepsi yang mengintegrasikan secara selaras tiga komponen penyebab kesejahteraan dan kebahagian hidup.
Sudirta menjelasan konsepsi Haluan Pembangunan Bali 2025-2125 perlu disesuaikan dengan konsep pada Pembangunan Semesta Berencana.
Oleh karena itu, Sudirta mengajak untuk menyimak Pidato Presiden Soekarno di Depan Sidang Pleno Dewan Perancang Nasional tanggal 28 Agustus 1959, menyebutkan 4 Tolok Ukur Kekuatan Pembangunan Semesta Berencana.
Pertama, sebagai landasan bagi pembangunan yang integratif, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Kedua, pembangunan Semesta Berencana tidak hanya menitikberatkan pada pembangunan fisik semata, tetapi juga membangun mental dan karakter bangsa Indonesia.
Ketiga, Pembangunan Nasional Semesta Berencana merupakan ekspresi dan pernyataan kehendak seluruh rakyat Indonesia melalui lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, bukan kehendak pemerintah semata.
Keempat, Konsepsi Pembangunan Nasional Semesta Berencana berorientasi pada pencapaian nilai-nilai spiritual dan material yang seimbang dan selaras.
“Ide Presiden Soekarno itu sangat relevan dengan kondisi bangsa hari ini untuk dapat bergerak dan maju bersama-sama sebagai satu kesatuan berbangsa dan bernegara,” ujar anggota Komisi Hukum DPR RI ini.
Untuk Bali, menurut Sudirta, penting untuk merumuskan roadmap atau Haluan Pembangunan Semesta Bali 2025-2125 berlandasakan Tri Hita Karana.
Tri Hita Karanapun dalam aktulisasinya bukan semata-mata budaya nilai, namun diwujudkan dalam budaya kelembagaan terutama dijalankan oleh lembaga adat: Desa Adat, Banjar, Sekehe dan Subak.
“Jadi, ide konsepsi Pembangunan Nasional Semesta Berencana yang tidak saja membangun materiil tapi juga spiritual yang seimbang dan selaras,” ujar Sudirta.
Sebagai aktualisasinya, menurut Sudirta, ada 2 (dua) aspek penting sebagai unsur utama dalam Haluan Pembangunan Bali 2025-2125. Pertama, prinsip-prinsip direktif. Kedua, kebijakan dasar bagi Bali.
Terkait hal ini, Sudirta mengajak untuk kembali membuka pemikiran dari para pendiri bangsa.
Menurut Sudirta, ada 3 (tiga) konsensus dasar yang disepakati oleh para pendiri bangsa Indonesia ketika itu sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan negara, yaitu Pancasila, UUD 1945, dan Haluan Negara.
Ketiganya saling berkait kelindan dan saling menopang antarsatu dengan yang lainnya yang disebut sebagai triangle of basic state consensus atau tiga pilar consensus kebangsaan yang dapat diurai sebagai berikut:
Pertama, nilai-nilai filosofis Pancasila yang bersifat abstrak dan pasal-pasal Konstitusi yang berisi norma-norma dasar perlu arahan bagaimana cara melembagakannya.
Untuk itu, diperlukan suatu kaidah penuntun (guiding principles) yang berisi arahan dasar (directive principles) tentang bagaimana cara melembagakan nilai-nilai Pancasila dan Konstitusi itu ke dalam pranata publik, yang dapat memandu para penyelenggara negara dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan pembangunan.
“Itu sebabnya dibutuhkan Haluan Negara yang menjadi satu kesatuan yang melengkapi keberadaan Pancasila dan UUD 1945,” kata Sudirta.
Kedua, Haluan Negara sebagai kebijakan dasar, yang mengandung prinsip-prinsip direktif.
Prinsip direktif itu merupakan panduan yang mengarahkan haluan kebijakan negara bagi pemerintah pusat dan daerah yang harus dijadikan pegangan sebagai kerangka kerja dalam merumuskan materi perundangundangan dan program-program pemerintahan.
Di samping sebagai panduan kebijakan negara, menurut Sudirta, prinsip-prinsip-pokok pengarah atau pemandu itu berfungsi sebagai barometer pengawas terhadap jalannya pemerintahan yang dapat dipergunakan oleh warga negara dalam menilai kinerja pemerintah melalui pemilihan umum.
Dengan demikian, Pembangunan Semesta Berencana Sebagai Basis Haluan Pembangunan Bali 2025-2125 bukan hanya untuk kepentingan masyarakat Bali an sich, namun lebih luas lagi penguatan Bali dan kepentingan nasional secara keseluruhan.
Ketiga, efektivitas pemerintahan Provinsi Bali juga harus diperhatikan. Pemerintahan yang diselenggarakan dalam kerangka membangun jati diri masyarakat Bali yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Sudirta mengingatkan belajar dari pengalaman beberapa provinsi yang menyandang status khusus justru kadang-kadang dilakukan tanpa efektivitas pemerintahan. Hal ini berimplikasi pada makin jauhnya praktik otonomi khusus dari tujuan kesejahteraan dan keadilan sosial yang diharapkan masyarakat.
“Oleh karena itu, Pembangunan Semesta Berencana Sebagai Basis Haluan Pembangunan Bali 2025-2125 dirumuskan sesuai dengan asas pemerintahan yang berorientasi pada rakyat, transparan, akuntabel, responsif, partisipatif dan menjamin kepastian hukum,” ujar Sudirta.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari