Wayan Sudirta Apresiasi Kinerja Jaksa Agung Beserta Catatan Evaluatifnya

Jumat, 10 Maret 2023 – 10:09 WIB
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta. Dokumen pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta, SH, MH, memberikan apresiasi positif terhadap kinerja Kejaksaan Agung RI sepanjang tahun 2022.

Sudirta juga menyampaikan sejumlah catatan evaluatif untuk dibenahi guna memberikan pelayanan yang lebih berkualitas bagi masyarakat Indonesia utamanya yang memiliki persepsi negatif karena mendapat pelayanan kurang baik dari oknum-oknum kejaksaan di jajaran Adiyaksa tersebut.

BACA JUGA: Jaksa Agung Bakal Mengumumkan 1 Kasus Baru di BUMN Sektor Keuangan

Sudirta menyampaikan hal itu, menanggapi pertanyaan media, atas penghargaan yang diterima Jaksa Agung, yakni penghargaan sebagai Best Institutional Leaders dalam Obsession Awards 2023 dari Obsession Media Group (OMG).

Penghargaan ini juga melengkapi penghargaan sebelumnya, yakni Special Achievement Award dari International Association of Prosecutors (IAP) dalam acara 27th Annual Conference and General Meeting IAP (26 September 2022) lalu.

BACA JUGA: Soal Hukuman Mati Dalam KUHP, Wayan Sudirta: Penerapannya Selektif

“’Saya menilai penghargaan itu layak bagi kepemimpinan Jaksa Agung, yang telah membawa Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga penegak hukum yang baik, humanis, dan modern,” ujar Sudirta di Jakarta, Jumat (10/3).

Selain itu, Sudirta menilai Jaksa Agung telah memberikan kontribusi serta inspirasi besar bagi bangsa dan negara.

BACA JUGA: Wayan Sudirta: Kader Perempuan PDIP Harus Bermanfaat untuk Rakyat

“Dalam hal ini, saya menyampaikan selamat dan penghargaan kepada Saudara Jaksa Agung yang telah dinilai mampu meningkatkan kredibilitas lembaga dan tingkat kepercayaan masyarakat,” kata Sudirta.

Selanjutnya, Sudirta, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan ini menyampaikan catatan positif kepada Jaksa Agung.

Sudirta menunjuk penyerapan anggaran yang optimal (96,36 persen) dan akuntabilitas keuangan Kejaksaan yang terus menerus mencapai predikat WTP.

Selain itu, hal yang juga penting adalah kemampuan realisasi PNBP yang melampaui target (mencapai Rp 2,7 triliun dari target RP 662 miliar).

Kejaksaan di tahun 2022 telah membantu penyelamatan keuangan negara sebesar Rp 6 triliun, pemulihan kerugian negara Rp 3 triliun.

“’Ini capaian yang terkait dengan asset recovery yang sangat penting dalam penegakan hukum,” ujar Sudirta.

Terobosan responsif dan sensitivitas Kejaksaan di tahun 2022, menurut Sudirta cukup tinggi.

"Kejaksaan secara responsif membentuk Satgas Mafia Tanah (yang mencapai 41 laporan atau aduan masyarakat yang terverifikasi),” ujar Sudirta.

Selain itu, Kejaksaan juga telah membentuk Satgas Pengamanan Investasi yang berupaya untuk membantuk percepatan pembangunan ekonomi.

Sejumlah kasus yang mendapat sorotan dan perhatian masyarakat, terlihat responsivitas Kejaksaan yang tinggi. Di antaranya dalam penanganan mafia tanah, mafia minyak goreng, mafia bahan pokok, dan beberapa kasus yang menyangkut perekonomian dan keuangan masyarakat (seperti kasus Jiwasraya dan investasi bodong).

Kejaksaan juga melakukan penanganan dari sisi tindak pidana khusus, atau persoalan korupsinya.

Hal-hal yang menunjukkan pengembangan program inovatif, mendapat perhatian positif seperti Jaksa Menyapa, Jaksa Masuk Sekolah, Podcast, maupun kerjasama dengan Kementerian atau Lembaga (khususnya dalam melakukan edukasi pencegahan tindak pidana korupsi dan pelanggaran hukum lainnya).

‘’Saya juga memberi apresiasi atas inisiatif Kejaksaan dalam mendorong penerapan Keadilan Restoratif dengan membentuk peraturan teknis dan rumah keadilan restoratif yang telah ada di beberapa daerah,” kata Sudirta.

Sudirta mencatat telah ada 621 Rumah Restorative Justice. Selain itu, Kejaksaan juga mendorong pembentukan 119 Balai Rehabilitasi untuk mendukung penanganan rehabilitatif bagi pecandu atau pengguna Narkotika sehingga tidak memperburuk kondisi over-populasi di Lembaga Pemasyarakatan.

Namun, kata Sudirta, sekalipun ada progres yang bagus, tentu masih ada masyarakat yang tidak mendapat layanan berkualitas, yang punya persepsi negative dan tidak puas. Dan, itu mesti dievaluasi.

Pertama, imbuh Sudirta, mengenai penanganan perkara, terutama korupsi dan HAM yang dinilai masyarakat menemui tren penurunan atau sering dikeluhkan oleh masyarakat.

Terkait dengan penanganan kasus korupsi, Kejaksaan memang berfokus kepada pemulihan dan penyelamatan kerugian negara, sehingga kuantitas boleh menurun namun kualitas meningkat.

Mengingat fenomena dan dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana khusus lainnya, terutama bersama dengan TPPU, diduga masih tinggi seperti terekspos dari kasus pejabat Kantor Pajak yang lagi viral.

“’Saya melihat bahwa Kejaksaan perlu banyak bekerja sama dengan KPK, Polri, dan seluruh Kementerian/Lembaga untuk melakukan pengawasan dan penindakan,”’ kata Sudirta.

Sebagai contoh, terkait dengan dugaan TPPU dan pelanggaran hukum oleh oknum-oknum di Kementerian Keuangan yang saat ini menyita perhatian masyarakat.

Peran Jaksa dalam hal ini akan sangat membantu dalam menimbulkan efek jera sekaligus kepercayaan masyarakat terhadap sistem penegakan hukum.

Kejaksaan perlu mengoptimalkan kembali penanganan perkara korupsi seperti kelanjutan dari pelaku korupsi di kasus lahan PT Duta Palma, Korupsi oleh Kepala Daerah atau Pemda maupun Pemerintah Desa, Kasus BTS, dan kasus-kasus lainnya, terutama yang terkait dengan pendapatan dan penerimaan negara. Hal ini juga dapat mendorong peningkatan Indeks Persepsi Korupsi Nasional.

Selain itu, Kejaksaan juga perlu meningkatkan optimalisasi penyelesaian kasus-kasus HAM (terutama HAM Berat) termasuk yang terjadi di masa lalu, yang menjadi tugas dan kewenangannya.

Terhadap tata kelola Sumber Daya Manusia di Kejaksaan, Sudirta melihat bahwa Kejaksaan telah mengembangkan sistem pengawasan maupun pengembangan kapasitas.

Sudirta mendorong peningkatan pengawasan untuk membersihkan apa yang oknum-oknum jaksa yang terlibat dan terkait dengan mafia penegakan hukum dan kartelisasi lainnya.

“Independensi, kemandirian, dan tidak berpolitik, tetap perlu dijaga agar hukum tidak menjadi alat dari politik dan kekuasaan kekuatan tertentu,” tegas Sudirta.

Sudirta juga menyoroti sistem meritokrasi dan penerapan sistem reward and punishment yang selama ini dijalankan oleh Kejaksaan.

“’Saya masih sering mendengar bahwa sistem pengisian jabatan atau penempatan Jaksa (mutasi dan rotasi) masih seringkali didasarkan pada tolok ukur subyektivitas daripada objektivitas. Untuk itu, saya terus mendorong Kejaksaan membentuk aturan yang komprehensif terkait dengan tata kelola SDM dan pegawai terkait dengan tolok ukur kinerja dan prestasi, di samping meritokrasi untuk penurunan kinerja dan pelanggaran lainnya,” katanya.

Terkait meritokrasi, Sudirta mendorong agar Kejaksaan dapat lebih membuka peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi melalui sistem pelelangan yang terbuka dan tidak berbelit sehingga optimalisasi nilai lelang dapat menjadi maksimal.

Selain itu, saya mendukung Kejaksaan untuk terus meneliti dan mengkaji, layaknya Jaksa Pengacara Negara, terhadap seluruh bidang-bidang yang dapat membuka potensi kebocoran pendapatan negara atau kerugian negara dan masyarakat.

Sebagai contoh, terkait dengan permasalahan yang terjadi di Kementerian Keuangan, baik Pajak maupun Bea Cukai, Kejaksaan dapat secara proaktif melakukan pengawasan dan penelitian terkait dengan pelanggaran hukum maupun potensi dan pemetaan kerawanannya, sehingga dapat membantu dalam pengambilan kebijakan keuangan negara yang lebih komprehensif.

Catatan lainnya terhadap Modernisasi Jaksa, Sudirta menekankan bahwa Jaksa perlu lebih proaktif dalam menerapkan sistem akuntabilitas dan responsivitas data penanganan perkara.

Dalam berbagai temuan oleh Komisi III DPR RI, Sudirta melihat persoalan bolak-balik perkara masih kerap terjadi.

Hal ini tentu perlu sebuah terobosan bersama sehingga kinerja Kejaksaan tidak hanya meningkat sendiri, namun juga mendorong kerja-kerja kolaboratif.

“Kerja sama yang dibangun tidak hanya sebatas pembangunan sistem dan pembentukan MoU saja, namun harus secara konsisten diimplementasikan bersama,” ujar .

Selain itu, peluncuran berbagai program dan sistem aplikasi (yang berbeda-beda di beberapa daerah) harus didasarkan pada masterplan yang terpadu, sehingga penanganan perkara oleh Kejaksaan dapat berjalan harmonis, sinkron dengan kebijakan, dan terawasi.

“Saya secara khusus memberikan aapresiasi dan penghargaan atas kinerja Kejaksaan, terutama di tahun 2022,” ujar Sudirta.

Sudirta menilai Kepemimpinan Jaksa Agung pada saat ini dapat dilihat sebagai pemimpin yang transformatif dan strategis. Yakni adanya arah untuk membawa  Kejaksaan menjadi lembaga yang responsif, adaptif, inovatif, humanis, profesional, dan kolaboratif.

Sudirta menyatakan setuju dengan gaya kepemimpinan tersebut dan mendorong Kejaksaan untuk dapat meningkatkan kembali kepercayaan dan kepuasan publik dengan strategi yang tidak hanya transformatif, humanis, dan modern. Namun juga berorientasi pada Pelayanan Publik dan pencapaian rasa keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi seluruh masyarakat.

Jaksa sebagai pintu masuk peradilan perlu membangun sebuah sistem yang transparan, responsif, profesional, berkualitas, dan melayani.

“Dalam hal ini pola kepemimpinan di Kejaksaan perlu ditingkatkan, tidak hanya dari pola transformatif dan inovatif, namun juga berorientasi pada kualitas Pelayanan Hukum dan masyarakat serta kolboratif sesuai dengan tugas dan fungsi Kejaksaan,” kata Sudirta.(fri/jpnn) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pidana Mati Dalam KUHP


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler