Mekanisme Banding Titik Terlemah Penagihan Pajak

Sabtu, 03 April 2010 – 11:00 WIB
JAKARTA - Terungkapnya pat gulipat pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, penelaah keberatan dan banding di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementrian Keuangan, menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana reformasi birokrasi di instansi tersebut berjalanSebab, perombakan sistem dan gaji besar bagi pegawai ternyata tidak cukup untuk memusnahkan kongkalikong aparat pajak dengan wajib pajak.

Pengamat Perpajakan Kodrat Wibowo mengatakan, mekanisme banding menjadi titik lemah sistem penagihan pajak

BACA JUGA: Edmon - Raja Saling Lempar

Ini karena banding melibatkan pihak di luar DJP, yakni pengadilan pajak
"Kalau sudah banding banyak pihak yang bermain

BACA JUGA: Bantuan Bencana Rp 100 M Dikorupsi

Potensi terjadinya penyelewengan menjadi besar," kata Kodrat, Jumat (2/4).

Banding melalui pengadilan pajak merupakan pintu akhir bagi WP terkait kewajiban yang harus dibayar
Hakim pengadilan pajak, kebanyakan berasal dari pensiunan pegawai DJP dan Direktorat Bea dan Cukai

BACA JUGA: IPW: Non-aktifkan Seluruh Pati Terperiksa

Para pensiunan tersebut memiliki konflik kepentingan yang cukup tinggi, karena bisa jadi pernah berhubungan dengan WP saat masih aktif menjadi pegawaiPengadilan pajak, secara administratif berada di bawah Kementrian KeuanganNamun, pembinaan hakim berada di bawah Mahkamah Agung.

Sesuai UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), WP memang memiliki hak mengajukan keberatan dan banding"Biasanya yang paling banyak tentang penghitungan PPN (Pajak Pertambahan Nilai)," kata KodratMekanisme penghitungan PPN memang sangat kompleks, karena juga memperhitungkan pihak lainContoh sederhana, sebuah toko harus memotong PPN dari barang yang ia jualPembayar PPN adalah pembeli barangPemilik toko adalah pihak pemotong yang harus menyetor ke DJPJika jumlah yang disetor dinilai tidak benar, DJP berhak melakukan pemeriksaan.

Hasil pemeriksaan bisa berupa Surat Ketetapan Pajak (SKP)Meski di beberapa kasus, DJP bisa tidak menerbitkan SKPNamun, langsung melakukan penyidikan, jika dianggap ada kasus pidana perpajakanPenyidikan itu terjadi misalnya pada kasus Asian Agri Grup dan tiga perusahaan Grup BakrieJika menggunakan jalur penyidikan, WP sudah tidak memiliki upaya lagiBahkan, penyidikan baru bisa dihentikan jika WP membayar dengan jumlah lebih tinggi, yakni pokok utang pajak plus empat kali denda.

Namun, jika menerima SKP, WP bisa mengajukan keberatan ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak) tempat ia dilayaniNamun keberatan ini sangat sulit untuk dikabulkan, karena diajukan di KPP setempatKPP yang bersangkutan mempunyai target penerimaan pajak tertentu, sehingga akan sulit menerima keberatan WPSehingga jalan akhir yang ditempuh adalah melalui mekanisme banding.

"Di sinilah (banding) orang yang greedy (rakus) seperti Gayus bermainSehingga pemerintah bisa kalah," kata KodratDia mengatakan, meskipun masih ada oknum seperti Gayus, reformasi birokrasi di DJP tidak sepenuhnya bisa disebut gagalApalagi, sejak reformasi perpajakan digulirkan, penerimaan pajak sudah meningkat dari sekitar Rp 260-an triliun pada 2006 menjadi hampir Rp 600-an pada 2009
   
"Orang-orang pemburu rente seperti Gayus memang harus diberantasTapi reformasi perpajakan tetap harus dilanjutkan," kata Kodrat. (sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Tahu Anaknya Kaya Mendadak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler