Melanggar Batas Udara Indonesia, Bayar Rp60 Juta, Murphy pun Bebas

Minggu, 15 November 2015 – 01:20 WIB
James Patrick Murphy (kaus biru gelap) dikawal ketat anggota Lanud Tarakan di Bandara Juwata. Foto. Dok JPNN.com

jpnn.com - TARAKAN – Setelah tertahan selama enam hari di Tarakan, akhirnya pilot pesawat cessna dengan nomor lambung N96706, Lieutnant Colonel Reserve James Patrick Murphy asal Amerika Serikat, diperbolehkan terbang meninggalkan Indonesia menggunakannya pesawatnya pada pukul 9.30 Wita, Sabtu (14/11).

Senin (9/11) lalu, J.P Murphy melakukan penerbangan tunggal dan melanggar batas wilayah udara Indonesia melewati blok Ambalat. Saat itu juga, pesawat dengan satu penumpang ini disergap dua pesawat Sukhoi TNI AU dari Skuadron 11 Lanud Hasanuddin Makassar dan dilakukan force down (penurunan paksa).

BACA JUGA: Tekan Angka Kebocoran Pajak, Batam Segera Terapkan Sistem Berbasis Digital

Sebelum terbang, J.P Murphy terlihat datang ke Air Traffic Control (ATC) Bandara Internasional Juwata Tarakan pukul 08.45 Wita menggunakan mobil operasional Lanud Tarakan nomor 6506-02 dan dikawal personel TNI AU bersenjata lengkap.

Di ruang ATC, J.P Murphy yang menggunakan baju dan topi hitam itu terlihat menandatangani berkas kelengkapannya didampingi petugas Lanud, Imigrasi dan Bea Cukai sebelum terbang menuju Singapura tempat tujuannya.

BACA JUGA: Atasi Krisis BBM Krayan, Pemkab Nunukan Gandeng Pertamina

Tidak lama kemudian J.P Murphy dibantu 3 personel Lanud Tarakan, membawa 3 tas dan beberapa barang miliknya ke dalam pesawat jenis propeller engine untuk melakukan take off.

Komandan Lanud Tarakan Letkol Pnb Tiopan Hutapea mengatakan, diperbolehkannya J.P Murphy terbang berdasarkan kelengkapan dokumen Flight Clearance yang di tandatangani Mabes TNI dan diketahui Ministry of Transportation dan Ministry of  Foreign Affairs.

BACA JUGA: Heboh, Emang ada Jin Tukang Sunat?

“Bukti proses hukum dikeluarkan oleh kepala bandara sesuai peraturan Menteri Perhubungan, bahwa J.P Murphy sudah melaksanakan kewajibannya dengan membayar Rp 60 juta karena melanggar wilayah udara Indonesia,” ungkap Tio kepada Radar Tarakan.

Letkol Tio menjelaskan, kembali terbangnya J.P Murphy berdasarkan perintah langsung dari Panglima Komando Operasi Angkatan Udara II kepada dirinya, bahwa dokumen tersebut sudah selesai dan J.P Murphy bisa melanjutkan penerbangan ke Bandara Seletar, Singapura.

“Selesainya dokumen flight clearance J.P Murphy merupakan hasil koordinasi Mabes TNI AU, Mabes TNI, Kementerian Perhubungan dan Menteri Luar Negeri,” tutur Tio.

J.P Murphy akan melaksanakan rute penerbangan sesuai dengan  flight plan yaitu dari Tarakan menuju Axon, Sibu hingga sampai ke Bandara Seletar, Singapura.

“Penerbangan yang dilakukannya beberapa waktu lalu saya anggap membahayakan dirinya dan orang lain karena tidak ada komunikasi yang dilakukan. Selain itu dia juga tidak mengetahui traffic penerbangan yang ada di sekelilingnya,” ungkap Tio.

Danlanud mengatakan, permohonan maaf Murphy sudah resmi dilakukan secara tertulis dan Murphy mengakui melakukan pelanggaran terhadap wilayah udara Indonesia.

Berdasarkan UU nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, bahwa tindak pidana pelanggaran wilayah khususnya lintas udara pada pasal 17 menjelaskan pesawat udara yang tidak memiliki persetujuan terbang (flight approval), akan dikenakan biaya pendaratan tambahan sebesar Rp 60 juta untuk angkutan udara luar negeri dan disetor ke kas negara.

“Memang bila dipikir secara logika Rp 60 juta ini sangat tidak seimbang, dibandingkan pengeluaran negara untuk menerbangkan 2 Sukhoi dan 1 Hercules sebagai pendukung, jauh lebih besar dari yang diperkirakan,” ungkap Tio.

Namun TNI AU tidak berbicara mengenai besar dana yang dikeluarkan. Berapapun besar biaya yang dikeluarkan, tugas pokok mempertahankan kedaulatan Negara Indonesia tetap dilakukan.

“Ini merupakan pelajaran dan koreksi bagi kita, sebab dalam UU seperti itu adanya, perlu ada revisi UU agar kedepannya tidak ada pelanggaran udara  yang dilakukan oleh negara asing,” ujar Tio.

Pria berdarah Batak ini menjelaskan, biaya hukuman badan dan denda yang besar mungkin bisa dimasukkan ketika merevisi UU tersebut, agar ada efek jera terhadap pelanggar batas udara Indonesia.

“Dengan dilakukannya force down oleh TNI AU membuktikan bahwa Indonesia memiliki kedaulatan, tidak memandang bulu dari negara mana saja pelanggar tersebut berasal,” tegas Tio.(*/jnr/ddq)  

BACA ARTIKEL LAINNYA... Waduh...Para Tokoh Perdamaian Aceh Digugat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler