Melihat Kemaluan Pasangan Saat Berhubungan Badan, Bisa Menyebabkan Kebutaan? Simak Hukumnya

Kamis, 14 April 2022 – 16:12 WIB
Ilustrasi - Pasangan suami istri Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Berhubungan suami istri merupakan kenikmatan dunia yang menduduki posisi puncak tertinggi, atau klimaks.

Menurut KH Sya'roni Ahmadi, Kudus, kenikmatan dunia yang paling mendekati kenikmatan surga, yakni ketika seseorang sedang berhubungan intim.

BACA JUGA: Tak Tahan Onani di Siang Hari, Batalkah Puasa Kita?

Meskipun kenikmatan itu masih belum ada apa-apanya jika dibanding dengan kenikmatan surga.

Saat berhubungan badan, suami istri diperbolehkan menyentuh atau bahkan memegang kelamin pasangan masing-masing tanpa ada perbedaan pendapat dari kalangan ulama.

BACA JUGA: Jangan Tidur Setelah Makan Sahur! Ini Tips Jitu Mengatasi Rasa Kantuk

Suami diperbolehkan melihat semua sudut tubuh istrinya selain farji (vagina), baik pada bagian luar atau dalam.

Melihat vagina bagian dalam hukumnya sangat dimakruhkan. Tetapi jika ada satu kebutuhan, melihatnya tidak makruh.

BACA JUGA: Hindari 3 Minuman Segar Ini Saat Berbuka Puasa

Artinya: Bagian kedua yaitu melihatnya seorang suami pada tubuh istrinya dan tubuh budak perempuannya yang halal baginya untuk ia buat senang-senang, hukumnya boleh melihat kepada tubuh kedua orang tersebut saat mereka masih hidup, karena itulah tempat untuk bersenang-senang, selain farji (vagina) yang diperbolehkan bagi mereka. Jika melihat vagina hukumnya tidak boleh dengan prosentase 50-50. Melihat vagina itu hukumnya makruh jika tanpa ada keperluan. Sedangkan melihat bagian dalam vagina sangat dimakruhkan. Sayyidah 'Aisyah RA berkata, ‘Aku tak pernah melihat punyanya Rasul dan ia juga tak pernah melihat punyaku,’ (farji),” (Lihat Muhammad bin Ahmad As-Syarbini, matan dari Hasyiyah Al-Bujairimi Alal Khatib, Darul Fikr, juz IV, halaman 103).

Melihat kemaluan istri, menurut sebagian ulama bisa menyebabkan kebutaan.

Ulama berbeda pendapat tentang buta yang dimaksud di sini, ada yang menyebut buta mata bagi si pelaku itu sendiri, ada yang mengatakan buta pada mata anaknya kelak.

Ada pula yang menjelaskan buta yang dimaksud di hadits tersebut adalah buta mata hatinya.

Ibnu Hibban dan imam-imam yang lain menganggap kualitas hadis tersebut adalah dhaif atau hukumnya lemah.

Bahkan, Ibnul Jauzi memasukkan hadits ini ke dalam kitabnya Al-Maudlu‘at, yang berarti hadits ini adalah maudlu‘ atau sesuatu yang dibuat-buat.

Polemik perbedaan pendapat dalam memandang hadits di atas hanya berhenti pada masalah menyebabkan kebutaan atau tidaknya.

Sedangkan masalah kemakruhan melihat vagina bagi suami tetap makruh, jika tidak ada hajat (kebutuhan).(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hukum Mencukur Bulu Kemaluan, Jangan Sampai Lewat ya!


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler