Melihat Lebih Dekat Rumah Lee Kuan Yew yang Disengketakan Anak-anaknya

Minggu, 25 Juni 2017 – 03:00 WIB
Rumah mendiang PM pertama singapura Lee Kwan Yew. Foto: Chahaya Simanjuntak/Batam Pos/JPG

jpnn.com, SINGAPURA - Rumah nomor 38 di Jalan Oxley, rumah yang sangat familiar bagi warga Singapura. Betapa tidak, di rumah tersebutlah sejarah pembentukan awal partai politik yang menguasai pemerintahan Singapura berdiri, People Action Party (PAP).

Rumah itu, dibandingkan dengan deretan rumah tetangga di seberangnya, desain bangunannya kalah jauh. Sangat tua sekali. Demikian juga, dibanding dengan rumah para tetangga di sebelahnya, bungalow milik keluarga Lee Kuan Yew, pendiri Singapura tersebut, terkesan tertutup seolah penuh rahasia.

BACA JUGA: PM Singapura Ribut dengan Saudara Akibat Rumah Warisan

Rumah itu sangat besar, dibangun di atas tanah seluas 1,12 hektare, dan terdiri dari dua lantai, delapan kamar termasuk tiga kamar asisten rumah tangga, ruang tamu dan ruang pertemuan, serta ruang basement yang juga sering disebut sebagai ruang kerja pribadi almarhum Lee Kuan Yew di masa pemerintahannya.

Rumah itu dipagari tembok. Di depannya, pagar bercat putih setinggi dua meter itu menyatu dengan dua pintu pagar di masing-masing sisi. Pintu pagar yang berfungsi sebagai akses masuk itu terbuat dari besi. Dua pos keamanan tanpa pintu ada di kiri dan kanannya, satu deret dengan beberapa pot permanen yang ditanami bunga kertas merah jambu yang tengah berbunga.

BACA JUGA: Novel Baswedan Blak-blakan ke Media Mancanegara, Ini Pengakuannya

Masing-masing pos jaga itu dilengkapi satu lampu sorot, dan empat kamera pengintai (CCTV). Dua kamera pengintai di sisi kiri pintu masuk sepertinya baru saja dipasang karena terlihat lebih baru dan mengkilap dibanding yang lainnya. Di pos jaga sebelah kiri, tergantung kotak surat dari aluminum yang juga sekaligus nomor rumah: 38.

Baik pagar dan pos jaga terlihat kurang terawat. Di dalamnya, catnya sudah mulai mengelupas, beberapa colokan listrik sudah menghitam, kipas angin dan telepon yang tergantung juga sudah tampak usang. Bahkan, lantainya kotor penuh debu dan dipenuhi dedaunan kering. Sepertinya rumah itu sudah lama tak dibersihkan. Di salah satu pos jaga itu juga, tergeletak koran terbitan Mei lalu.

BACA JUGA: Bareskrim Gagalkan Penyelundupan Ratusan Ribu Lobster ke Luar Negeri

"Padahal dulu rumah ini, saat Mr Lee masih hidup, meski pun rumah tua, rumah dan kawasan ini sangat dijaga dan dirawat. Sayang, rumah bersejarah ini mau dirobohkan," ujar Syech Ahmad, warga Singapura yang tengah menjemput saudaranya di rumah Nomor 33, persis di seberang rumah yang kini disengketakan anak-anak Lee Kuan Yew tersebut, Jumat (23/6).

Pria berusia 59 tahun ini, usai memarkirkan mobil sedan Toyota Axio miliknya, menambahkan tim keamanan di bungalow Oxley 38 ini dulu merupakan tentara bayaran. "Tahu dulu? Yang jaga di dua pos ini bukan tentara Singapura, melainkan Mr Lee menyewa langsung tentara Gurkha (pasukan bayaran asal Nepal binaan Inggris, red). Tahu tentara Gurkha, kan?" ujar Syech.

Saat saya mencoba ingin melihat sisi rumah dengan mendekati pagar samping, Syech tiba-tiba mengatakan "Kamu mau saya foto di depan rumah ini? Mumpung belum dihancurkan. Dua anak Mr Lee menuntut rumah ini dihancurkan sesuai wasiat ayah mereka. Padahal ini salah satu rumah bersejarah," ungkapnya.

Menuju kawasan Oxley Road ini, bisa ditempuh menggunakan Mass Rapid Transit (MRT) dari Harbour Front, menuju stasiun Dhoby Ghaut, lalu interchange menuju Somerset. Dari Somerset Road, lanjut berjalan kaki sekitar 600 meter melewati Penang Road, lalu belok kanan ke persimpangan masuk Oxley Road. Jaraknya sangat dekat, hanya sekitar 500 meter dengan sentral pusat perbelanjaan Orchard Road.

Komplek rumah almarhum Lee Kuan Yew ini sendiri berada di antara perempatan Oxley Rise dan Eber Road. Hujan deras yang mengguyur Singapura, Jumat (23/6) pagi kemarin tidak berlangsung lama. Sesampai di Somerset, gerimis tidak menyurutkan langkah untuk segera tiba di rumah yang disengketakan tersebut. Sempat khawatir tak bisa masuk karena ada tanda "End of restricted zone", tapi karena melihat seorang pria masuk ke kawasan tersebut, saya pun ikut-ikutan berjalan di belakangnya.

Dari simpang masuk, rumah ini menjadi rumah ke empat melewati kondominium Oxley Mansion, Villa Madeleine, dan satu rumah kaca. Semua deretan rumah dengan rumah yang disengketakan ini masih model lama. "Kamu mau ke bungalow 38 Oxley? Iya, sudah benar. Ini jalan our first prime minister," jawab James Goh ketika memastikan rute kepadanya. Dia seorang warga yang tinggal di Tanah Merah, dan sedang ada urusan ke Oxley Rise.

Meski pun tidak ada penjagaan dari pihak berwajib, sangat sulit melihat ke dalam rumah yang berjarak 6,6 kilometer dari Pelabuhan Harbour Front tersebut. Setelah pagar, rumah dengan atap genteng tersebut masih ditembok zigzag menggunakan bata merah yang sudah lumutan dengan beberapa tanaman rambat di dindingnya. Tembok bata itu, tingginya sejajar dengan pagar.

Jadi, dari balik pagar, pengunjung dari luar hanya dapat melihat taman depan dengan beberapa tanaman hijau yang di tengahnya ada kolam ikan kecil. Taman itu juga tak terawat. Airnya keruh kehitaman dipenuhi lumut dan jentik. Pot bunga yang terbuat dari semen ada di sekitar taman berbatu. Di atasnya ada satu tangkai jaring pembersih kolam yang diletakkan begitu saja.

Makin penasaran, Batam Pos pun mencoba melihat kondisi rumah dari sebelah kiri, dengan melompat parit rumah tetangga di sebelahnya yang juga berdesain lama. Hanya terlihat dinding bagian samping saja karena tertutup tembok. Demi melihat secara keseluruhan rumah tersebut, akhirnya menyeberang dan memanjat dinding taman rumah di depannya.

Bagian depan rumah Lee Kuan Yew itu pun terlihat jelas. Ada beberapa lampu putih yang tergantung di garasi dan teras yang dihubungkan dengan tangga. Dari cat rumah yang mayoritas putih dan ornamen yang sedikit di teras tersebut, bisa dilihat, semasa hidupnya Lee Kuan Yew termasuk pribadi yang sederhana dan mencintai alam.

Selang beberapa menit meninggalkan rumah tersebut, terlihat mobil patroli polisi Singapura bernomor polisi DX 214 Y memasuki kawasan tersebut.

Rumah itu kini dalam sengketa perebutan warisan oleh tiga putra-putri almarhum Lee Kuan Yew, yakni Perdana Menteri Lee Hsien Loong, Lee Wei Ling, dan Lee Hsien Yang.

Sebelum Lee Kuan Yew mangkat pada 23 Maret 2015 lalu, ia meninggalkan salah satu warisan yakni bungalow 38 Oxley Road. Ini merupakan salah satu rumah tinggal Lee Kuan Yew sejak menikah dengan istrinya, Kwa Geok Cho. Bahkan di sanalah mereka melahirkan dan membesarkan ketiga anaknya.

Salah seorang sumber mengatakan, selain rumah di Oxley Road, keluarga petinggi Singapura ini juga memiliki beberapa aset di kawasan Tanglin.

Terkait warisan tersebut, Lee juga meninggalkan wasiat, dimana kalau dia sudah mangkat, sebaiknya rumah tersebut dibongkar saja. Dia tak ingin wacana yang dia dengar untuk menjadikan itu rumah sebagai museum tentang peringatan dirinya yang dia anggap berlebihan.

Perseteruan antaranggota keluarga ini awalnya sudah tercium media sejak peringatan satu tahun kematian pendiri Singapura itu. Saat itu, saudara Lee Hsien Loong, Lee Hsien Yang menyerang kakaknya dengan ungkapan menggunakan kesempatan peringatan kematian Lee Kuan Yew untuk menarik simpati publik.

Bahkan kini, pria yang berprofesi sebagai Ketua Otoritas Penerbangan Singapura ini juga bersama dengan saudara perempuannya Lee Wei Ling untuk segera mewujudkan surat wasiat ayah mereka tersebut, yakni merobohkan rumah Oxley Road.

Hal ini ditentang Lee Hsien Loong yang memilih tetap mempertahankan rumah tersebut dan ingin menjadikannya sebagai situs warisan, museum peringatan akan ayahnya dalam membangun Singapura dari kota kecil di pinggiran pelabuhan menjadi negara yang kuat.

Dilansir dari The New Straits Times, Lee Hsien Loong pada 2011 telah mengungkapkan keinginannya ini kepada sang ayah.

Konflik internal keluarga ini pun kini menjadi konsumsi publik dari berbagai usia di Singapura. Beberapa warga yang ditemui sangat menyayangkan jika rumah Oxley Road dirobohkan. Adalah Nyonya Tioh, 68, dan rekannya Ng Bee Lian,70, mengungkapkan rasa kecewanya terhadap kasus tersebut.

"Saya pikir saudara perempuannya dan adik laki-lakinya ingin merobohkan rumah itu. Kasihan ya, all things because money," ungkap Nyonya Tioh.

Dalam perjalanan kami menuju Orchard Plaza, ia mengungkapkan masih ingat jelas bagaimana dulu kerasnya Lee Kuan Yew dalam membangun Singapura dari negara kumuh menjadi negara yang maju saat ini.

"Itu rumah bersejarah. Saya sudah lama tahu itu rumah dari anak-anaknya. Sekarang ayahnya mati, anak-anaknya mau menghancurkan. Sedih, ketika sejarah dihilangkan, kamu tahu, hancurlah sebuah negara. Tapi bagaimana pun, apa yang terbaik buat mereka saja. Itu urusan pribadi mereka," ujarnya.

Sebelum berpisah, ia sempat mengungkapkan keinginannya untuk mendatangi rumah tersebut. "Saya harus ke sana, sebelum dirobohkan. Oh ya kalau mau tahu lebih banyak lagi, kamu baca saja koran beberapa hari ini," tutupnya.

Hingga saat ini, status rumah tersebut masih belum mempunyai keputusan tetap dan masih dalam pembahasan komite. (chy)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ke Singapura Mau Besuk, Ustaz Solmed Alami Pengalaman Buruk


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler