jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menangkap kesan kuat bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tidak memiliki political will mendukung Vaksin Nusantara.
Politikus Partai Golkar yang karib disapa Melki ini mengungkap itu usai rapat dengar pendapat membahas dukungan pemerintah terhadap pengembangan Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara, Rabu (10/3) malam.
BACA JUGA: Analisis BIN soal Vaksin Nusantara
Rapat yang digelar secara fisik dan virtual itu dipimpin Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene, dan dihadiri Wakil Menkes Dante Saksono Harbuwono, Menristek / Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro.
Kemudian, hadir pula Kepala BPOM Penny Lukito, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof. Amin Subandrio, Tim Peneliti RSUP Dr. Kariadi Semarang Muchiis Achsan Udji.
BACA JUGA: Lestari Moerdijat: Antisipasi Pasar Gelap Vaksin Covid-19 dengan Sistem Kewaspadaan Tepat
Hadir juga mantan Menkes Letjen TNI (Purn) Terawan Agus Putranto, serta Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari Professor Nidom Foundation, Prof Chairul Anwar Nidom.
Rapat dibuka pukul 10.15 dan ditutup pukul 21.05.
BACA JUGA: Polemik Vaksin Nusantara, Begini Reaksi Tegas Melki Laka Lena
Melki menegaskan bahwa rapat yang berlangsung selama 11 jam ini menyisakan banyak pertanyaan bagi pimpinan dan anggota Komisi IX DPR yang hadir secara fisik dan virtual.
"Sejak awal rapat, sampai selesai rapat dalam bentuk kesimpulan khusus, wamenkes dan kepala BPOM terkesan kuat tidak memiliki politicall will mendukung Vaksin Nusantara," kata Melki.
Menurut Melki, sikap dan arahan Presiden Jokowi untuk mencintai produk dalam negeri dalam kasus Vaksin Nusantara tidak tercermin pada respons wamenkes dan kepala BPOM RI.
Dia pun menyoroti ketidakhadiran Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam rapat.
Menurut Melki, ketidakhadiran ini justru makin menambah pertanyaan terkait political will dalam pengembangan kandidat vaksin buatan anak negeri.
"Justru ini makin menambah pertanyaan," tegas Melki.
Menurut Melki, menkes izin kepada Komisi IX DPR untuk tidak mengikuti rapat dengan alasan ikut Presiden Jokowi kunjungan kerja di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
"Namun, berdasar informasi yang diperoleh pimpinan dan anggota Komisi IX DPR ternyata menkes pada saat yang sama di Jakarta mengikuti acara lain, dan tidak hadir dalam rapat dengan Komisi IX DPR," katanya.
Lebih lanjut Melki mengatakan Komisi IX DPR memastikan terus mengawasi proses ke depan secara cermat dan mendorong BPOM bukan hanya menempatkan diri sebagai lembaga pengawasan.
"Namun, BPOM bisa lebih jauh mendorong proses berjalan sesuai ketentuan dengan hadir langsung di lapangan mendampingi langsung peneliti Undip dan RS Kariadi," kata Melki.
Menurut Melki, kehadiran BPOM mendampingi langsung di lapangan bisa mempercepat sekaligus mencegah birokratisasi proses untuk membantu percepat persetujuan uji klinis tahap 2 terhadap kandidat vaksin buatan anak negeri.
Rapat yang berlangsung 11 jam itu menghasilkan dua poin kesimpulan.
Pertama, Komisi IX DPR RI mendesak Kemenkes dan BPOM berkoordinasi dengan Kemenristek/BRIN untuk terus mendukung dan melakukan pendampingan terhadap pengembangan kandidat Vaksin Merah Putih.
Dengan tetap memperhatikan persyaratan wajib dalam proses pengembangan vaksin dan sesuai dengan peraturan perundangan yang ada demi memastikan khasiat, mutu, dan keamanannya.
Kedua, Komisi IX DPR RI mendukung percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016, termasuk pengembangan kandidat Vaksin Nusantara.
Terkait hal ini, maka Komisi IX DPR RI mendesak Kemenkes dan BPOM berkoordinasi dengan Kemenristek/BRIN untuk terus mendukung penuh penelitian dan pengembangan kandidat Vaksin Nusantara di dalam seluruh tahapan penelitian dan pengembangan.
Sesuai dengan standar dan persyaratan Good Laboratory Practice (GLP), Good Manufactuñng Practice (GMP), dap Good Clinical Practice (GOP) untuk memastikan khasiat, mutu dan keamanannya.
Kemudian mendesak, Badan POM RI untuk segera mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK) fase 2 bagi kandidat Vaksin Nusantara agar penelitian ini dapat segera dituntaskan selambat-lambatnya tanggal 17 Maret 2021.
Jikä sampai pada batas waktu yang ditentükan tidak selesai, maka Komisi IX DPR RI akan membentuk tim mediasi untuk menyamakan persepsi dan pemahaman antara Tim Peneliti Vaksin Nusantara dan BPOM.
Kemudian Komisi IX DPR mendesak Tim Peneliti Vaksin Nusantara untuk menyampaikan perkembangan hasil uji klinis fase 1 kepada publik guna menghindari kesimpangsiuran informasi terkait hasil uji klinik fase 1 kandidat Vaksin Nusantara.
Komisi IX DPR mendesak Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI untuk terus memberikan dukungan anggaran kepada penelitian kandidat Vaksin Nusantara. (boy/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Boy