Membedah Efek THR dan Gaji ke-13 PNS

Jumat, 08 Juni 2018 – 01:59 WIB
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Oleh: Founder Indosterling Capital William Henley

 

BACA JUGA: Di Daerah Ini PNS tak Diberi THR, Honorer Malah Dapat

Ramadan tahun ini menghadirkan kebahagiaan tersendiri bagi para pegawai negeri sipil (PNS), prajurit TNI, anggota Polri, dan para pensiunan.

Sebab, Presiden Joko Widodo mengumumkan telah menandatangani peraturan pemerintah (PP) yang menetapkan pemberian tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 kepada abdi negara, Rabu (23/5).

BACA JUGA: SYL: THR ASN Sudah Dialokasikan di APBD

Dalam kesempatan itu, Jokowi berharap kebijakan tersebut tidak hanya akan bermanfaat bagi kesejahteraan PNS, prajurit TNI, anggota Polri, dan pensiunan dalam menyongsong Idulfitri.

Dia berharap kebijakan itu juga berdampak kepada peningkatan kinerja para abdi negara secara khusus dan kualitas layanan publik secara umum. 

BACA JUGA: THR dan Gaji ke-13 dari APBD? Ini Respons Sementara KPK

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, THR dan gaji ke-13 aparatur negara dan pensiunan tidak hanya dalam bentuk gaji pokok.

Akan tetapi, sudah termasuk tunjangan keluarga, tunjangan tambahan, dan tunjangan kinerja. Dengan demikian, besaran THR dan gaji ke-13 sama dengan take home pay selama satu bulan.

Menyimak pemberitaan di media massa dan percakapan di media sosial, kebijakan presiden menuai pro dan kontra.

Salah satu sosok yang mendukung kebijakan itu adalah Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Terlepas dari kritikan-kritikan kepada Jokowi, SBY menilai pemberian THR dan gaji ke-13 tepat, terutama para abdi negara yang dari sisi penghasilan belum besar mengalami tekanan berupa penurunan daya beli. 

Sementara itu, kritik datang dari Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya Fadli Zon.

Dia menyebut kebijakan Jokowi berbau politis karena dieksekusi pada tahun politik. Tahun 2018 disebut sebagai tahun politik karena akan ada Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2018 pada Juni ini dan pendaftaran kandidat Pemilihan Presiden 2019 Agustus mendatang.

Presiden Joko Widodo merupakan salah satu kandidat kuat kontestasi itu.

Lantas, bagaimana tinjauan kebijakan pemberian THR dan gaji ke-13 PNS, prajurit TNI, anggota Polri, dan pensiunan, dari sisi ekonomi? 

Menurut catatan sejarah, THR di tanah air bermula pada 1952. Saat itu, Menteri Dalam Negeri Soekiman Wirjosandjojo mengusulkan pemberian tunjangan tersebut.

Tujuannya adalah merebut hati para pamong praja (belakangan dikenal dengan sebutan PNS) sekaligus menjadi bukti di hadapan publik bahwa Kabinet Soekiman Wirjosandjojo lebih baik dibanding Kabinet Moh Natsir.

Untuk gaji ke-13, pemerintah memulai kebijakan tersebut pada 1979. Sebagai dasar hukum, yaitu PP Nomor 9 Tahun 1979 tentang Pemberian Gaji Bulan Ketiga Belas Dalam Tahun Anggaran 1979/1980 kepada Pegawai Negeri dan Pejabat Negara.

Sempat terhenti selama puluhan tahun, gaji ke-13 kembali rutin disalurkan pemerintah sejak 2004. 

Dalam siaran pers resmi, Kementerian Keuangan mengharapkan THR dan gaji ke-13 PNS, prajurit TNI, anggota Polri, dan pensiunan, dapat menyumbang pergerakan sektor riil dan ekonomi Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Tak ada yang keliru dari harapan pemerintah. Namun, tantangan untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah. 

THR, sebagaimana diketahui, memang diberikan dengan tujuan menutupi kekurangan anggaran dalam memenuhi kebutuhan pada saat Lebaran.

Seolah menjadi sesuatu yang lazim, jelang Idulfitri, harga-harga kebutuhan pokok meningkat.

Belum lagi tarif moda transportasi jarak jauh seperti pesawat, kapal laut, dan kereta api, menerapkan batas atas alias lebih mahal pada momen mudik dan balik ketimbang hari-hari biasa.

Dengan keberadaan THR, maka kondisi-kondisi di luar kelaziman itu diharapkan dapat diatasi. 

THR juga berpotensi mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Sebab, secara psikologis, tambahan uang dalam pos pendapatan bakal mendorong mereka belanja barang maupun jasa.

Karena itu, tak heran apabila pertumbuhan ekonomi triwulan kedua bisa lebih tinggi dibanding triwulan pertama sebesar 5,06 persen. 

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tertahan di level 4,95 persen pada triwulan pertama lalu akan membaik. Semua tentu dengan asumsi sederhana.

Para penerima THR dari kalangan aparatur negara dan juga swasta menggelontorkan uang yang mereka peroleh untuk berbelanja.

Namun, apakah semudah itu dana segar yang baru diperoleh dibelanjakan? 

 

Ada sejumlah hal yang diabaikan para analis merespons kebijakan pemberian THR dan gaji ke-13 PNS, prajurit TNI, anggota Polri, dan pensiunan. Kedua komponen itu tentu tak akan dibelanjakan semua tanpa kalkulasi matang.

Apalagi, bagi aparatur negara yang memiliki utang jatuh tempo, tentu lebih krusial jika mereka melunasi kewajiban tersebut. Konsekuensi yang timbul, belanja tidak akan maksimal meski kondisi keuangan lebih ringan. 

Selain itu, momen pemberian THR dan gaji-13 juga berbarengan dengan tahun ajaran baru siswa sekolah.

Pemerintah memang telah menyebutkan gaji ke-13 yang direncanakan cair Juli mendatang bertujuan meringankan beban aparatur negara menghadapi momen tersebut. 

Akan tetapi, perlu dicatat pula, biaya pendidikan semakin meningkat di berbagai daerah di tanah air. Manulife Indonesia mencatat peningkatan biaya pendidikan mencapai sepuluh persen per tahun.

Karena itu, gaji ke-13 tentu membutuhkan sokongan dana lain, tidak tertutup kemungkinan dengan menggunakan THR.  

Terlepas dari tantangan-tantangan yang ada, langkah pemerintah merilis kebijakan THR dan gaji ke-13 aparatur negara dan pensiunan tetap patut diapresiasi.

Inilah salah satu bentuk dukungan dari sisi fiskal yang sangat dinantikan. Semua karena situasi perekonomian tahun ini dari sisi makroekonomi tidaklah mudah. 

Mulai perbaikan ekonomi Amerika Serikat, pelemahan nilai tukar rupiah, lonjakan harga komoditas energi global seperti minyak bumi, dan lain sebagainya.

Bank Indonesia (BI) melalui istrumen suku bunga acuan sudah merespons dengan menaikkan sebanyak 50 bps dalam kurun waktu satu bulan. 

Memang tak dapat dipungkiri bahwa kebijakan itu akan membuat pertumbuhan ekonomi tertekan.

Stabilitas jauh lebih utama dari pertumbuhan ekonomi untuk saat ini (stability over growth), demikian menurut para pejabat negara di sektor keuangan.

Kendati begitu, stance itu menjadi sebuah sinyal positif dari pemerintah yang sangat ditunggu-tunggu semua pihak.

Tidak hanya kalangan dunia usaha dan pelaku pasar, melainkan juga para abdi negara yang kini sedang menanti-nanti masuknya dana THR dan gaji ke-13 ke rekening mereka masing-masing. 

 

Penulis: Founder Indosterling Capital William Henley

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Tak Profesional Dalam Penganggaran THR


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler