jpnn.com, TUBAN - Telah lebih dari satu tahun Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) disepakati oleh negara-negara anggota PBB, termasuk Indonesia. Pemerintah Indonesia menempatkan SDGs sebagai agenda prioritas.
Karena itu, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. SDGs merupakan agenda pembangunan global yang terdiri dari 17 Tujuan dan 169 Target yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030.
BACA JUGA: Mahasiswa Masuk Aliran Radikal? Siap-Siap Didepak dari Kampus
Harapan itu mengemuka dalam seminar nasional bertajuk Membendung Radikalisme Melalui Kekuatan Akar Rumput di Tuban, Jawa Barat, Sabtu (5/8). Seminar yang digelar oleh INFID bekerja sama dengan Pondok Pesantren Salafiyah Kholidiyah ini menghadirkan beberapa narasumber yakni Dr. Muhammad As Hikam (Pondok Pesantren Salafiyah Kholidiyah), M Humam (Pondok Pesantren Salafiyah Kholidiyah), Hamong Santono,(Senior Program Officer on SDGs, INFID), dan Sekar Panuluh (Program Associate on SDGs, INFID).
Ketua Yayasan Salafiyah Kholidiyah, Puji Winarni menyatakan bahwa seminar nasional yang dilakukan ini adalah kegiatan rutin Pondok Pesantren Salafiyah Kholidiyah Plumpang. Pada tahun ini kegiatan dilakukan atas dukungan International NGO on Indonesian Development (INFID).
BACA JUGA: Catat, Ini Ciri-ciri Teroris versi BNPT
Mantan Menteri Riset dan Teknologi periode Presiden Abdurrahman Wahid, Muhammad AS Hikam, mengatakan tema yang diangkat tahun ini sangat tepat karena berhubungan dengan kondisi gerakan radikal yang semakin menjamur belakangan. Enam bulan yang lalu, Tuban sempat disinggahi terduga teroris yang dilumpuhkan oleh aparat keamanan.
Berdasarkan hal tersebut, kata AS Hikam, dipandang penting memperkuat basis di pesantren dan masyarakat akar rumput untuk membendung radikalisme.
BACA JUGA: Mensos Ajak Muslimat NU Pupuk Nasionalisme demi Tangkis Radikalisme
“Harapan kami tentu seminar ini dapat digunakan untuk membantu membentengi warga, terutama warga Nahdiyin, yang ada di bawah dari radikalisme di kalangan warga,” katanya.
sementara itu, Senior Program Officer SDGs INFID, Hamong Santono menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap Yayasan Salafiyah Kholidiyah dalam melaksanakan seminar nasional sebagai upaya mensosialisasikan SDGs, khususnya Tujuan 16 tentang masyarakat damai, non-diskriminatif, pemerintahan yang kuat dan akuntabel.
“Baru kali ini ada sosialisasi dan diseminasi SDGs dilakukan di pondok pesantren. Perlu kita pahami, tidak ada pembangunan tanpa pembangunan berkelanjutan dan begitu juga sebaliknya. Karenanya, untuk mencapai pembangunan berkelanjutan diperlukan menciptakan masyarakat yang damai,” ujar Hamong.
Menurut Hamong, mewujudukan masyarakat damai melalui pembangunan berkelanjutan sudah dimulai melalui Perpres No.59/2017, dan akan disusun RAN SDGs dan peta jalan serta manurunkan ke tingkat pemerintah daerah, terutama di tingkat kabupaten dan kota. Inisiatif pemerintah daerah menjadi penting untuk memasukkan prioritas menciptakan masyarakat damai dalam RAD SDGs di masing-masing daerah.
Sedangkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kementerian Ketenagakerjaan, Sumas Sugiarto menyatakan kegiatan ini mengokohkan praktik terbaik dari Pondok Pesantren. Pencegahan radikalisme tidak hanya di seminar namun juga di pesantren.
Menurut Sumas, pondok Pesantren terbukti berperan dalam menjaga harmoni kehidupan di masyarakat, misalnya melalui haul, selamatan, ziarah kubur dan kegiatan-kegiatan religius lainnya.
“Propaganda radikalisme telah menyebar melalui ajakan masif, dengan sasaran utama kalangan masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah,” kata Sumas.
Hal senada disampaikan Eko Sulistyo, Deputi IV Bidang Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden. Eko menyampaikan saat ini Indonesia Indonesia tengah menghadapi tantangan ekonomi politik, sosial budaya dan narasi kebangsaan yang saling bertautan. Selama ini Presiden sudah memprioritaskan penurunan ketimpangan dalam perencanaan pembangunan nasional.
“Penurunan ketimpangan merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah kemiskinan serta dan karenanya dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk meredam radikalisme,” ujarnya.
As’ad Ali, mantan Wakil Ketua PBNU, mengatakan Indonesia mempunyai kultur dan sejarah kuat dalam toleransi antar warga. Syarat pembangunan berkelelanjutan adanya toleransi yang terpelihara.
“Dalam menjaga toleransi ini, Indonesia memiliki Bhinneka Tunggal Ika.Selain itu, Banser siap menjadi garda terdepan dalam membendung radikalisme di Indonesia.”
Savic Ali, Direktur NU Online, mengatakan orang muda harus memiliki kesadaran untuk menyebarkan informasi sebagai counter narasi radikalisme.
“Penting bagi kalangan muda memiliki budaya menulis kuat dan membagi informasi yang berguna tentang toleransi dan sikap saling menghargai. Meskipun demikian, kita juga jangan mudah mempercayai berita-berita hoax yang tersebar di sosial media, penting mengetahu validitas setiap data,” katanya.
Abdul Kholiq, Duta Masyarakat Sipil untuk SDGs sekaligus Bupati Wonosobo periode 2005-2015 menyampaikan pentingnya SDGs sebagai bagian yang sangat prinsip yang dapat dikembangkan oleh kabupaten kota.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Advokat Pengawal Pancasila Siap Lawan Radikalisme
Redaktur & Reporter : Friederich