Mempertajam Wacana Kaji Ulang Konstitusi, DPD Undang 3 Pakar

Rabu, 05 Juli 2023 – 22:29 WIB
Executive brief Mendorong Lahirnya Konsensus Nasional untuk Kembali kepada Sistem Bernegara Rumusan Pendiri Bangsa, di kantor DPD RI, Kompleks Senayan Jakarta, Rabu (5/7). Foto: source for JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Kelompok DPD RI mempertajam wacana kaji ulang konstitusi dalam diskusi Mendorong Lahirnya Konsensus Nasional untuk Kembali kepada Sistem Bernegara Rumusan Pendiri Bangsa, di Kantor DPD RI, Kompleks Senayan Jakarta, Rabu (5/7).

Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti hadir bersama dengan Sekretaris Kelompok DPD di MPR Ajbar, anggota DPD RI asal Sumatera Barat Alirman Sori dan Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Togar M Nero.

BACA JUGA: LaNyalla Bicara Pentingnya Utusan Golongan di MPR

Tiga narasumber yang pakar di bidangnya, dihadirkan untuk memberikan paparan, yakni Ichsanuddin Noorsy (ekonom), Radian Salman (Pascasarjana Unair), dan Mulyadi (FISIP UI).

Anggota DPD RI Alirman Sori mengatakan Kelompok DPD RI di MPR perlu menghadirkan beberapa narasumber untuk memberikan masukan dan mempertajam wacana kembali ke UUD 45 naskah asli kepada Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI.

BACA JUGA: LaNyalla Ungkap 3 Keuntungan Adanya Anggota DPR Bukan dari Parpol

"Perjuangan DPD RI adalah mengembalikan bangsa ini ke UUD 1945 naskah asli yang kemudian disempurnakan dengan teknik adendum. Karena banyak dinamika dan problematikanya, maka kami perlu mempertajam hal itu, supaya Komisi Kajian Ketatanegaraan mendapat banyak perspektif tentang begitu pentingnya perjuangan ini," katanya.

Dalam paparannya, Radian Salman berbicara soal perlunya anggota DPR dari unsur perseorangan yang dipilih melalui pemilu.

BACA JUGA: Pesan LaNyalla Kepada PIP Indonesia, Bukan Lagi Penerus, tetapi Pelurus

"Di Eropa, dari 27 negara Uni Eropa, 12 di antaranya membuka calon perseorangan. Hal menarik lagi, di Afrika Selatan, April lalu resmi yang memberlakukan UU Pemilu yang di dalamnya terdapat calon perseorangan untuk nasional assembly (DPR)," tuturnya.

Sementara itu, Ichsanoodin Noorsy membuka paparannya dengan menyinggung soal demokrasi korporasi, yang menentukan keputusan di negara ini. Menurutnya, hal itulah yang terjadi pada Indonesia saat ini.

"Disebut demokrasi korporasi karena demokrasi bergerak setelah ada uang. Semua keputusan, ditentukan oleh kekuatan korporasi. Itu yang membuat semua rusak," katanya.

Sementara itu, Mulyadi menyebut dirinya bangga melihat konstitusi yang lama dan literatur klasik yang ada, sebab bangsa ini mampu berpikir atau menetaskan adanya MPR yang menjelmakan kedaulatan rakyat.

"Kita harus bangga pada para pendiri bangsa karena membuat MPR sebagai saluran untuk menyuarakan kepentingan rakyat yang terpisah-pisah ini. Sehingga demokrasi bangsa ini utuh, semua terwakili," katanya.

Berbicara tentang utusan daerah yang bisa mengisi MPR, Mulyadi menegaskan dirinya setuju raja dan sultan Nusantara adalah sosok yang tepat.

"Kerajaan dan kesultanan Nusantara ini atau bangsa-bangsa lama inilah yang membentuk negara baru yang bernama Indonesia," tutur Mulyadi.

"Makanya seharusnya bangsa ini memberikan penghargaan dan penghormatan tinggi, dengan mendudukkan mereka sebagai utusan daerah di dalam MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara," ujarnya. (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler