Menakar Kemampuan Vietnam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN (2)

Perusahaan Tak Mampu Naikkan Gaji, UMK Buruh Hanya Rp 1,5 Juta Per Bulan

Kamis, 20 November 2014 – 17:51 WIB
KORBAN KRISIS : Proyek monorail di Hanoi, Vietnam, yang dibangun pada 2010 mangkrak karena krisis ekonomi Vietnam pada 2011. Foto: Agus Wirawan/Jawa Pos

jpnn.com - Dalam kondisi ekonomi yang baru bangkit dari keterpurukan, Vietnam harus bersiap menghadapi era perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir 2014. Bagaimana kondisinya saat ini?

Laporan Agus Wirawan, Hanoi

BACA JUGA: Kami Arsitek Jengki, Komunitas Peduli Desain Rumah Jengki

SEPERTI Indonesia, Vietnam mengalami beberapa kali krisis ekonomi karena kondisi eksternal dan internal. Yang terakhir terjadi karena banyak utang luar negeri yang jatuh tempo pada akhir 2011. Naiknya nilai tukar dolar Amerika Serikat (USD) terhadap dong Vietnam (VND) mengakibatkan harga-harga melambung tinggi.

’’Awal 2011, datang ke Vietnam punya uang Rp 2 juta, tukar dong masih dapat VND 1,3 juta. Terus, awal 2013, uang itu saya tukar lagi ke rupiah, cuma dapat Rp 650 ribu. Nyusutnya banyak sekali,’’ ujar Soenaryo, procurement manager Thang Long Cement Company (TLCC), anak perusahaan PT Semen Indonesia di Vietnam, saat ditemui di kantornya kemarin (19/11).

BACA JUGA: Suud, Pembuat Alat Bantu Gerak untuk ABK di YPAC

Naiknya harga barang membuat inflasi 2011 melonjak hingga 18,5 persen. Hal itu memperburuk kondisi Vietnam yang tahun sebelumnya mengalami inflasi double digit, 11,5 persen. Meski begitu, pemerintah Vietnam masih yakin bisa bertahan karena pengalaman menghadapi inflasi pada 1998 yang mencapai 160 persen dan 2008 sebesar 23 persen. Saat itu, harga-harga barang merangkak naik, terutama yang impor. Sementara itu, pendapatan masyarakat secara umum tidak naik.

’’Upah minimum rata-rata di Vietnam hanya VND 3.000.000 atau sekitar Rp 1,5 juta per bulan. Setelah krisis ekonomi dan inflasi 18,5 persen, gaji mereka tetap segitu karena perusahaan tidak mampu menaikkan gaji hingga 18 persen,’’ tuturnya.

BACA JUGA: Tahu Harga BBM Sangat Murah, Ingin Pindah ke Indonesia

Berdasar data Kedutaan Besar Indonesia di Vietnam, upah minimum buruh juga ditetapkan per daerah. Berdasar aturan yang berlaku per 31 Desember 2011, upah buruh untuk perusahaan swasta ditetapkan VND 2.350.000 di kota utama seperti Hanoi dan Ho Chi Minh City. Untuk kota menengah, upah ditetapkan VND 2.100.000 dan di kota kecil minimal VND 1.650.000 per bulan.

Hal itu berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat Vietnam selama beberapa tahun terakhir. Banyak suami istri yang terpaksa bekerja dan meninggalkan anak-anaknya di penitipan anak demi mencari uang. ’’Terpaksa dua-duanya bekerja. Kalau nggak, ya nggak cukup buat beli susu anak. Karena itu, tingkat pengangguran rendah,’’ ungkap Soenaryo.

Tingkat pengangguran di Vietnam tahun lalu hanya 2,22 persen dari total angkatan kerja. Di antara total jumlah penduduk yang mencapai 92 juta orang, yang tercatat sebagai pekerja 52,9 juta orang. ’’Di sini, upah tenaga kerja memang murah. Ditambah tidak ada demo-demo seperti di Indonesia,’’ kata pria yang dulu bekerja di Semen Gresik tersebut.

Chief Finance Department TLCC Herarsa Pambudi menambahkan, dengan gaji sekecil itu, pekerja di Vietnam tidak mampu membeli aset-aset penting seperti rumah dan mobil. ’’Kalau di Indonesia harga rumah tipe 36 cuma Rp 250 juta, di sini dua kali lipatnya, 500 juta dong. Dengan gaji 3–5 juta dong, mana cukup? Wajar kalau mereka harus kerja keras,’’ tandasnya.

Pria yang akrab dipanggil Ipam itu menambahkan, harga mobil juga mahal, dua kali lipat harga mobil di Indonesia. Karena itu, hanya orang-orang kaya yang mampu membeli mobil baru di Vietnam. ’’Karena mobil nggak terjangkau, kebanyakan masyarakat Vietnam mampunya beli sepeda motor. Karena itulah jalanan penuh dengan motor,’’ paparnya.

Kondisi ekonomi Vietnam memang melambat sejak krisis ekonomi 2011 itu. Banyak proyek infrastruktur yang terpaksa dihentikan sementara karena sulitnya dana. Tercatat, kredit perbankan hanya tumbuh 12 persen pada 2011. Padahal, pada 2010, pertumbuhan kredit mencapai 27,68 persen. Itu menunjukkan bahwa bank sangat berhati-hati dalam mengucurkan pinjaman.

Pada 2012 hingga 2013, pemerintah masih berusaha menata kembali kondisi ekonomi negara. Fokusnya adalah menurunkan inflasi. Tahun ini, pergerakan ekonomi mulai terlihat. Namun, negara yang menjadi anggota tetap ASEAN pada 28 Juli 1995 tersebut masih perlu mengejar banyak ketertinggalan di era pasar tunggal Masyarakat Ekonomi ASEAN nanti.

Duta Besar Indonesia untuk Vietnam Mayerfas mengungkapkan, saat ini Vietnam berada dalam masa transisi untuk menjadi ekonomi industri yang modern dengan prioritas utama seperti menstabilkan ekonomi, membangun kembali infrastruktur, serta menciptakan tenaga kerja berketerampilan. ’’Vietnam berusaha memperkuat industri berbasis pasar,’’ jelasnya.

Data Bea Cukai Vietnam menunjukkan ketergantungan yang tinggi terhadap barang-barang impor. Nilai impor berbagai jenis barang konsumsi dan produksi Vietnam terus meningkat setiap tahun. Dalam lingkup regional, hal itu mengakibatkan defisit perdagangan Vietnam dengan ASEAN mencapai USD 3,34 miliar atau sekitar ****Rp... selama 10 bulan pertama 2014.

Ekspor Vietnam ke negara-negara ASEAN mulai Januari hingga Oktober 2014 mencapai USD 15,66 miliar dan impor USD 19 miliar. Ekspor terbesar Vietnam adalah ke Malaysia (USD 3,29 miliar); Thailand (USD 2,87 miliar); Indonesia (USD 2,35 miliar); Singapura (USD 2,33 miliar); dan Kamboja (USD 2,13 miliar). Ekspor terbanyak berupa kayu, garmen, serta tekstil.

Sementara itu, Vietnam banyak mengimpor barang dari Singapura dengan nilai mencapai USD 5,85 persen, disusul Thailand (USD 5,79 miliar); Malaysia (USD 3,39 miliar); dan Indonesia (USD 2 miliar) pada 10 bulan pertama tahun ini. Berdasar data Januari hingga Oktober 2014, defisit perdagangan Vietnam tercatat terjadi dengan Singapura, Thailand, dan Indonesia, sedangkan surplus perdagangannya hanya terjadi dengan Kamboja dan Myanmar.

Menurut Mayerfas, Vietnam merupakan pasar utama ekspor produk kertas Indonesia seperti kertas fotokopi, kertas tisu, tisu makan, dan facial tissue. Tahun lalu, impor kertas dari Indonesia mencapai USD 232,78 juta. Impor tersebut membuktikan bahwa produk kertas Indonesia sangat berkualitas. ’’Sekaligus membuktikan bahwa kertas Indonesia aman dan tidak terbuat dari kayu ilegal,’’ jelasnya. (*/c5/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indra Sjafri Kembangkan Sepak Bola setelah Lepas dari Timnas U-19


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler