jpnn.com, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menjelaskan latar belakang dibuat dan disahkannya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022.
Permenaker itu dibuat karena rekomendasi dan aspirasi berbagai stakeholder yang mendorong pemerintah untuk mengembalikan program JHT sesuai dengan fungsinya sebagaimana diamanatkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
BACA JUGA: Menaker Ida Jelaskan Isi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 kepada KSBSI dan KSPI
Menurut Menaker Ida, rekomendasi tersebut didasari rapat dengar pendapat Kemnaker dengan Komisi IX DPR RI pada 28 September 2021.
Raker tersebut dihadiri perwakilan institusi dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Direksi BPJS Ketenagakerjaan, pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), dan pengurus Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).
BACA JUGA: Menaker Ida Dorong Santri Manfaatkan Teknologi dan Informasi sebagai Media Dakwah
"Dalam rapat tersebut, Komisi IX mendesak Kemnaker untuk meningkatkan manfaat program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) bagi pekerja informal serta mengharmonisasikan regulasi jaminan sosial, terutama klaim program jaminan hari tua (JHT) dan program jaminan pensiun (JP)," ucap Menaker Ida saat menjadi narasumber pada program Satu Meja Kompas TV pada Rabu (16/2).
Ida juga mengatakan, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 merupakan hasil pokok-pokok pikiran Badan Pekerja Lembaga Tripartit Nasional pada 18 November 2021 dengan agenda pembahasan mengenai perubahan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
BACA JUGA: Kebijakan tentang JHT Jadi Polemik, Menaker Ida Beri Penjelasan Begini
"Salah satu rekomendasi yang dihasilkan adalah mengembalikan filosofi penyelenggaraan JHT sebagai program jangka panjang untuk menyediakan sejumlah dana bagi tenaga kerja saat tidak produktif lagi, yaitu memasuki masa pensiun, cacat total tetap, atau meninggal," katanya.
Dia menambahkan, permenaker ini lahir dari hasil kajian DJSN yang meminta pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang mengembalikan JHT sesuai dengan fungsinya.
Meskipun JHT digunakan untuk perlindungan pada masa pensiun, meninggal, atau cacat total tetap, UU Nomor 40 Tahun 2004 Jo PP Nomor 46 Tahun 2015 memberikan peluang bahwa dalam jangka waktu tertentu peserta yang membutuhkan bisa mengajukan klaim sebagian dari manfaat JHT.
"Berdasarkan PP 46/2015, klaim terhadap sebagian manfaat JHT tersebut dilakukan apabila peserta mempunyai masa kepesertaan paling sedikit 10 tahun dalam program JHT," ucapnya.
Besaran sebagian manfaatnya yang dapat diambil maksimal 30 persen dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah atau maksimal 10 persen untuk persiapan masa pensiun. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi