TENGGARONG -- Kepulangan mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Syaukani Hasan Rais dinilai punya andil besar bagi kemenangan pasangan Rita Widyasari-HM Ghufron Yusuf, yang berdasar hasil perhitungan sementara KPU Kukar, meraih suara di atas 50 persenMenurut pengamat politik dari Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) Sudirman, hal ini lantaran Syaukani masih punya massa riil yang cukup besar
BACA JUGA: Kubu Anas Pilih Silent Operation
Suara pendukung Syaukani inilah yang mengalir ke Rita, putri Syaukani itu."Apalagi, tim sukses dinilai selalu mengait-kaitkan sosok Syaukani dengan Rita Widyasari
BACA JUGA: Rita Cerita Kemenangan, Syaukani Nangis
Figur Syaukani, bisa menjadi bahan sosialisasi Rita Widyasari-GhufronBACA JUGA: Golkar Protes Calonnya Diintimidasi
Dikatakan Sudirman, jika dalam kondisi normal, atau tanpa kehadiran Syaukani, bisa saja pilkada berlangsung dua putaranKarena dari 6 calon bupati yang maju, figurnya tak ada yang dominanKedatangan Syaukani, mengingatkan warga Kukar atas kejayaan Kukar saat era beliau"Apalagi sosok Rita memang dikait-kaitkan timsesnya dengan Syaukani, sampai-sampai ada yang bilang figur Syaukani adalah figur Rita," katanya.
Data konkrit membenarkan analisis SudirmanHasil survei Citra Publik Indonesia dan data quick count Lingkaran Survei Indonesia (LSI)Syaukani datang ke Kukar pada 24 April 2010, ketika pada 7-10 April CPI melakukan survei, hasilnya Rita bakal memperoleh suara 44,9 persenNamun setelah Syaukani datang, hasil quick count LSI-CPI pada 30 April menunjukkan peningkatan menjadi 55 persen.
Sudirman lebih lanjut mengatakan, tak adanya janji-janji baru dari calon bupati Kutai Kartanegara (Kukar) 2010, juga dinilai menjadi penyebab angka golput dalam pilkada Kukar 1 Mei lalu mencapai angka 35 persen"Kalau ditelaah, semua yang dikatakan ke enam calon bupati Kukar 2010 sudah pernah disebutkan para calon pada pilkada 2005 lalu, dan bahkan pada pilkada 2000 laluTapi, dari janji-janji itu, hanya segelintir yang terbukti direalisasikanInilah yang membuat warga Kukar tidak antusias," kata pakar aparatur politik dan pemerintahan dari Universitas Kutai Kartanegara, Sudirman, kemarin.
Karena rasa tidak percaya itulah, kata Sudirman, sebagian warga enggan untuk datang ke tempat pemilihan suara (TPS) dan menggunakan hak pilihnyaKarena masyarakat tidak merasakan langsung hasil atau "keuntungan" ketika dirinya mencoblos di TPS"Siapapun yang menang, sebagian masyarakat berpikir bahwa tak ada dampaknya buat merekaMereka merasa, siapapun yang terpilih jadi bupati, tidak akan merubah nasib mereka yang sudah terpurukIni diperparah bagi mereka yang sudah merasakan rasa kecewa itu di periode sebelum-sebelumnyaDi mana ketika itu mereka mendukung calon untuk perubahan nasib, ternyata hingga kini nasib mereka tidak berubah," katanya.
Sudirman meyakini masih banyak warga yang tidak bisa menggunakan hak pilih karena persoalan teknisIni juga penyebab utama tingginya golput"Saya sudah beberapa kali mendengar ada warga di desa A, atau ada warga di Kecamatan B yang tak dapat hak pilihSementara, ada warga lain yang mendapat dua kartu hak pilihSaya mengalami sendiri, ada teman saya yang mendapat dua undangan ke TPS untuk memilih," katanya.
Terlepas dari faktor teknis, faktor non teknis yakni cuaca juga sangat berpengaruhSejak pukul 09.00 Wita hujan turun cukup deras di kawasan Kecamatan Tenggarong, kecamatan dengan jumlah pemilih terbesar yakni mencapai 64.574 orang"Hujan ini membuat warga malas untuk keluar rumahSelain itu, di beberapa kecamatan juga terjadi banjir akibat hujan," katanya.
Waktu pelaksanaan pilkada yakni pada hari Minggu, yang dinilainya bertepatan dengan hari libur, juga menjadi penyebab"Hari minggu adalah weekendWarga Kukar biasanya ke Samarinda atau ke luar kota pada hari ituSelain itu juga, waktu pelaksaan pencoblosan juga sangat pendek, mulai pukul 08.00 hingga 13.00 Wita," katanya.
Hal senada dikatakan pengamat dari Universitas Mulawarman prof Sarosa Hamongpranoto yang beberapa waktu lalu menjadi panelis dalam debat calon wakil bupati, menyebut, tingginya golput disebabkan pola pikir masyarakat yang mulai apatis (tidak peduli).
"Ini dampak dari rasa ketidak percayaan warga terhadap pemerintahWarga tidak percaya pemerintah bisa membantu mereka keluar dari masalah hidup, warga tidak percaya pemerintah bisa membantu mereka mendapat kesejahteraan, dan lainnyaInilah yang membuat mereka tidak mendukung pembangunan dan tidak partisipatif dalam pelaksanaan pilkada," jelasnya.
Sarosa menilai, siapapun yang terpilih sebagai bupati Kukar harus bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat dengan membuktikan semua janji yang diucapnya saat kampanye"Harus ada perubahanPemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang dipercaya oleh warganyaSebuah wilayah bisa manu bila pemerintah dalam kebijakannya, didukung penuh oleh masyarakat yang percaya dan yakinIni tidak mudah, harus pelan-pelan pemerintah membuktikan perannya pada masyarakat," katanya.
Hingga kemarin, bisa Panwas belum menerima laporan kecurangan"Belum ada temuan pelanggaran," kata anggota Panwas Kukar Suroto, kemarinMengenai kabar bahwa telah terjadi praktek politik uang, Suroto juga mengatakan, belum ada temuan kasus itu.(che/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Awasi Kandidat di Daerah Kaya Tambang!
Redaktur : Soetomo Samsu