Menanggapi Kepala BKN, Chandra Singgung Isu Taliban di KPK

Rabu, 17 Februari 2021 – 10:27 WIB
Wadah Pegawai KPK di Gedung KPK, Jakarta. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menyoroti pernyataan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, soal metode seleksi bagi pegawai KPK yang akan beralih status menjadi ASN.

Sesuai penjelasan Bima Haria, seleksi pegawai KPK menjadi ASN lebih dititikberatkan pada penelusuran aspek radikalisme, pemahaman terhadap Pancasila, UUD 1945, serta uji kompetensi.

BACA JUGA: Kepala BKN Beber Syarat Pegawai KPK Beralih Menjadi ASN, Ada soal Radikalisme

"Sebelumnya KPK diterpa isu 'taliban' kemudian isu 'radikal'. Saya mendorong agar isu radikalisme dihentikan," kata Chandra dalam legal opininya yang diterima JPNN.com, Rabu (17/2).

Chandra menilai sejauh ini tidak ada definisi dan batasan yang jelas tentang radikal, apakah memiliki dasar hukum (legal standing)? Kalau ada, di dalam peraturan perundangan-undangan yang mana pengaturannya.

BACA JUGA: AKBP Harun Beber Fakta Baru Korupsi Bansos Kemensos, Endang Suhendar DPO

"Semestinya berbagai pihak termasuk pemerintah tidak melakukan indelingsbelust yaitu mendefinisikan, pengkotak-kotakan yang semuanya dilakukan oleh dan menurut persepsi pemegang kekuasaan," tegas Chandra.

Terlebih lagi melakukan stigmatisasi dan tindakan persekusi terhadap seseorang dengan tuduhan sebagai radikalisme, antipancasila, dan antikebinekaan.

BACA JUGA: PPATK Temukan Aliran Dana Miliaran di Rekening Sultan, Simak Penjelasan Kombes Helmi

Menurut dia, negara wajib menghentikan dan/atau tidak membiarkan dan/atau malah ikut melakukan hal serupa. Apabila hal ini dilakukan maka dikhawatirkan akan terjadi persekusi di akar rumput rakyat.

"Apabila itu terjadi sebaliknya, maka negara dikhawatirkan dapat dinilai mensponsori kebencian terhadap sesama anak bangsa," sebut ketua eksekutif BPH KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia) ini.

Berikutnya, Chandra dalam pendapat hukumnya menyampaikan bahwa terlalu berlebihan apabila akan melibatkan BIN dan BNPT untuk memastikan track record pegawai KPK berintegritas tinggi, antiradikalisme, cinta Pancasila dan UUD 1945.

Menurut Chandra, langkah itu dikhawatirkan dan berpotensi memunculkan persepsi buruk dari masyarakat kepada BKN yang seolah-olah tampak seperti menuduh KPK.

"Serta dikhawatirkan narasi radikalisme tidak akan berhenti malah berpotensi disalahgunakan," sambungnya.

Ketiga, terkait perubahan status pegawai KPK menjadi ASN dikhawatirkan berdampak bagi independensi para pekerja di lembaga antirasuah itu dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi.

BACA JUGA: Mendadak Langkah Bu Risma Melambat, Ketemu Laki-Laki yang Pakai Anting di Telinga Kanan

Sebab, kata Chandra, salah satu ciri lembaga negara independen dapat tercermin dari sistem kepegawaiannya yang dikelola secara mandiri.

Kemudian pegawai KPK tidak lagi mutlak tunduk pada aturan kepegawaian KPK melainkan juga KemenPAN-RB dan/atau berbagai regulasi terkait ASN.

"Terakhir dikhawatirkan penyidik KPK akan berganti status menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Sedangkan Pasal 7 ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa PPNS dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan Kepolisian," pungkasnya.(fat/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler