Menanti Tindak Lanjut Rekomendasi Penghapusan Premium

Kamis, 24 Agustus 2017 – 23:59 WIB
Dispenser bahan bakar minyak di SPBU yang menyediakan Pertalite, Pertamax dan Premium. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Fahmy Radhi mengingatkan pemerintah bahwa pada 2015 mereka pernah merekomendasikan penghapusan premium.

Menurut dia, rekomendasi tim yang dibentuk Presiden Joko Widodo itu diberikan dan diterima langsung Menteri ESDM Sudirman Said saat itu.

BACA JUGA: Tarif Impor Membuat Persaingan Harga Lebih Adil

“Selain tentang pembubaran Petral, tim juga merekomendasikan penghapusan premium. Mestinya, pada akhir 2017 premium sudah tidak ada lagi di pasaran,” kata Fahmi, Kamis (24/8).

Fahmy menegaskan, premium memang menjadi sasaran utama mafia migas. Sebab, premium sudah lama tidak dijual di pasar internasional, sehingga tak memiliki harga patokan. Karena tidak ada di pasar internasional itu pula maka untuk pengadaan premium Pertamina harus mem-blending bahan bakar minyak RON 92 sehingga harga pokoknya menjadi sangat tinggi.

BACA JUGA: Pengusaha Shipyard Keberatan Lahannya Dimanfaatkan BP

“Cara blending tersebut menjadikan premium sasaran empuk mafia migas dalam berburu rente. Mereka melakukan mark up, sehingga pemerintah membeli premium dengan harga sangat mahal," katanya.

Nah, kata dia, supaya harganya terjangkau, pemerintah memberikan subsidi. "Sehingga sesungguhnya, pemerintah harus menanggung kerugian,” kata dia.

BACA JUGA: BP akan Memanfaatkan Kembali Lahan Shipyard yang tak Produktif

Parahnya lagi, kata Fahmy, premium yang disubsidi tersebut diselundupkan lagi ke Singapura, Malaysia, dan Vietnam. Dengan demikian, dana APBN yang dipergunakan untuk subsidi dirampok mafia migas dengan cara berlapis-lapis.

Menurut Fahmy, sebenarnya tidak sulit bagi pemerintah untuk menghapus premium. Fahmy mencontohkan rekomendasi lain, yakni terkait pembubaran Petral yang juga bisa dilakukan melalui dorongan Presiden Jokowi. “Mestinya, premium juga bisa,” tegasnya.

Fahmy yakin penghapusan premium tidak akan berdampak terhadap aspek sosial ekonomi. Hasil kajian Reformasi Tata Kelola Migas sebelum memberikan rekomendasi juga menyatakan penghapusan premium tidak akan berpengaruh terhadap masalah sosial ekonomi.

Sebab, penghapusan BBM RON 88 tersebut tidak akan memengaruhi tingkat inflasi.

Hal ini berbeda, jika yang dihapus adalah solar, yang memang banyak dipergunakan untuk transportasi dan nelayan. “Jadi, penghapusan premium sama sekali tidak masalah. Apalagi, sekarang Pertamina sudah mengeluarkan Pertalite,” kata Fahmy.

Sebelumnya, Ketua Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas Bumi Nasional (Hiswana Migas) wilayah DKI Jakarta, Jabar, Banten Juan Tarigan mengatakan akan tunduk pada keputusan pemerintah jika nantinya premium dihapus total. “Kami oke saja karena murni bisnis," kata Juan.

Namun sejauh ini, Juan mengaku belum ada sinyal, baik dari pemerintah maupun Pertamina untuk mengurangi dan menghapus Premium. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lewat Cara ini Pelni Tingkatkan Pelayanan Tol Laut


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler