Mencoba Hotel ''Kempinski'' Indonesia yang Baru (1)

Berdesain Minimalis dengan Dominasi Bahan Kaca

Rabu, 01 April 2009 – 06:32 WIB
SAYA suka mencoba hotel baruTermasuk ketika Hotel Indonesia dibuka kembali dengan nama baru: Kempinski Indonesia

BACA JUGA: Beli Kursi di Langit

Namanya saja mencoba, saya siap dengan dua kemungkinan: kekurangan dan kelebihan


Saya tidak akan komplain kalau saja menemukan kekurangan

BACA JUGA: Gaya Obama Tangani Aset-Aset Warisan

Saya sendiri yang sudah mendirikan begitu banyak surat kabar (100 lebih?), juga selalu mengecewakan pembaca setiap kali surat kabar baru itu mulai terbit
Lama-lama kekurangan itu dikoreksi dan akhirnya menjadi baik

BACA JUGA: Komite Aksi Merebut Uang Inves Kembali

Demikian juga ketika kami membuka usaha gedung perkantoran, pabrik kertas, dan PLTUDi awal-awalnya selalu saja banyak kekurangan.

Kemungkinan kedua, saya akan langsung mengaguminyaSiapa tahu kehebatan hotel ini sama dengan mall Grand Indonesia yang lebih dulu dibukaToh hotel ini bukan saja menjadi bagian dari kompleks Grand Indonesia yang megah itu, pemiliknya pun sama: kelompok DjarumApalagi ada nama Kempinski di situInilah jaringan hotel dari Jepang yang sudah sangat terkenal reputasinyaSaya juga sudah sering menginap di berbagai Hotel Kempinski di banyak negaraSaya sudah tahu standar dan reputasinya.

Saya sudah beberapa kali ke mall Grand Indonesia sebelum hotel ini dibukaBiasanya untuk makan di restoran Jepang atau Korea di lantai 5 ituSambil makan saya bercita-cita kalau hotelnya sudah dibuka saya akan langsung merasakannyaTernyata saya terlambat tahuHotel itu sudah dibuka pada 1 Maret lalu, tapi saya baru punya kesempatan mencobanya 24 hari kemudian.

Lalu apa yang saya alami ketika menginap di Hotel Indonesia yang baru ini?

Saya memperoleh dua-duanyaKekurangannya dan kelebihannya.

Meski tempatnya di kompleks Grand Indonesia, hotel ini ternyata tergolong "hotel bisnis"Hanya, hotel bisnis yang mewahKarena hotel bisnis, jangan mengharapkan lobi yang wah, atau kamar yang besar, atau coffee shop yang grandHotel ini menganut konsep minimalis, tapi minimalisnya sebuah hotel bintang limaLobinya penuh dengan pilar yang besar-besarUntuk mencari di mana resepsionisnya saya harus melongok-longok di antara pilar-pilar ituOh, di sana: membelakangi taman dengan sekat kaca penuh yang terang benderang

Bahan kaca memang mendominasi semua halRupanya inilah memang yang menjadi ciri khas baru Hotel IndonesiaIni juga yang membuat citranya sebagai hotel bisnis sangat menonjolPilar-pilarnya, kolom-kolomnya, dinding-dindingnya serba berkaca

Kelihatannya bahan kaca ini sekaligus untuk mengatasi persoalan "ruang" yang menjadi penghambat utama desainernyaSebagai hotel lama yang direnovasi, tentu Hotel Indonesia tidak bisa menghindari "warisan" lama ituMisalnya, pilar-pilar, kolom-kolom dan ukuran kamar yang terkait dengan fondasi asal bangunan ituSemua harus terikat dengan konstruksi lama yang untuk ukuran sekarang tentu tidak akan memuaskan para perancangKolom-kolom besar di lobi itu, misalnya, bagaimana bisa membuangnya? Tidak mungkinKarena itu, mereka mengatasinya dengan membalutnya dengan kaca-kaca.

Demikian juga kolom rendah di dalam kamarYakni, kolom di antara ranjang dan meja kerjaKolom itu begitu rendahnya sehingga seperti memotong kamar menjadi dua bagianTapi, desainer berhasil mengurangi kesan itu dengan cara membungkus kolom tersebut dengan kaca cerminDengan demikian kamar itu kesannya masih cukup luas.

Hari itu saya mendapat kamar di lantai 6, agak di ujung lorongDan, memang kelihatannya baru dua lantai (lantai 5 dan 6) yang diuji cobaBegitu keluar dari lift di lantai 6, saya belok kiri menuju lorong untuk ke kamarDi koridor inilah saya baru merasakan ketidakcocokan antara harga dengan kenyamanan yang disajikanKamar ini harus saya bayar dengan tarif Rp 2,5 juta/malamItu pun sudah harga travelKalau go show, pasti lebih mahal lagi.

Untuk tarif segitu tinggi, koridor ini kurang memberikan kesan mahalMemang saya sendiri agak sulit kalau harus ikut memikirkan bagaimana sebaiknya koridor itu didesainSebab, sisi kiri koridor tersebut adalah dindingDinding mall, rupanyaDesainer lantas menutupi kelemahan itu dengan membuat jendela-jendela tipuan di sepanjang koridorYakni, jendela-jendela kacaMeski begitu, tetap saja muncul kesan bahwa di balik kaca itu adalah dindingApalagi koridor ini terasa sangat sempit untuk ukuran kamar seharga Rp 2,5 jutaKelihatannya koridor ini memerlukan sentuhan desainer sekali lagi(bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... RAPBN Krisis, Arena Perjudian Obama


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler