Mendagri Ancam Terbitkan Perppu, Lukman Edy: DPR Bisa Menolaknya

Jumat, 16 Juni 2017 – 07:47 WIB
Lukman Edy. Foto: dok.JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ancaman pemerintah untuk menarik diri dari pembahasan RUU Pemilu dan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) langsung direspons DPR.

Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy menyatakan, perppu merupakan kewenangan pemerintah.

BACA JUGA: Ini Opsi dari Pemerintah Jika RUU Pemilu Gagal Disepakati

Mereka boleh saja mengeluarkan peraturan tersebut. Namun, menurut dia, perppu tetap harus diajukan ke DPR.

”DPR bisa saja menolaknya,” terang dia kemarin (15/6). Jika pemerintah sampai mengeluarkan peraturan itu, Lukman khawatir terjadi krisis konstitusi.

BACA JUGA: Bahas RUU Pemilu, Pemerintah Sudah Banyak Mengalah

Akan terjadi guncangan politik yang sangat besar karena selama ini partai di parlemen sudah berupaya membahas undang-undang baru itu.

Politikus PKB tersebut menyarankan pemerintah agar mengikuti proses yang sudah berjalan. Sebab, masih banyak waktu untuk melakukan lobi-lobi terhadap partai.

BACA JUGA: Mendagri Tak Ingin RUU Pemilu Divoting di Tingkat Pansus, Nih Alasannya

Mereka bisa mengajak bicara partai untuk mencari titik temu dalam lima isu krusial yang sampai sekarang masih belum disepakati.

”Pemerintah harus memanfaatkan waktu yang ada untuk lobi,” ungkap legislator asal Riau itu.

Lukman menyatakan, pansus masih tetap dengan keputusan yang ditetapkan dalam rapat Rabu malam (14/6).

Sesuai kesepakatan dengan pemerintah, ada perpanjangan waktu lobi untuk membahas lima isu krusial (sistem pemilihan, presidential threshold, parliamentary threshold, pembagian kursi per dapil, dan konversi suara menjadi kursi).

Rapat akan dilanjutkan Senin (19/6). Agendanya adalah pengambilan keputusan tingkat pertama.

Dari lima isu krisial itu, pansus telah menyusun empat paket yang bisa menjadi pilihan dalam pengambilan keputusan.

Setiap paket berisi lima isu krusial dengan varian angka yang berbeda. Termasuk isu krusial presidential threshold yang diminta pemerintah untuk tidak dihapus.

Dalam empat paket itu, presidential threshold ditawarkan mulai 0 persen, 10–15 persen, hingga 20–25 persen.

Dukungan untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden tersebut alias menjadi nol persen menguat setelah disebut-sebut tidak relevan dengan sistem pemilu serentak.

Sebab, perolehan suara parpol belum diketahui pada saat pencalonan presiden. Artinya, presidential threshold 2019 dipaksakan menggunakan perolehan suara parpol pada Pemilu 2014.

Lukman menjelaskan, sampai saat ini belum diketahui berapa persen angka dalan presidential threshold mendatang. Sistem paket yang sudah ditawarkan di pansus juga bisa berubah.

”Itu bergantung lobi-lobi dan pembahasan nanti,” papar dia. Paket yang sudah disepakati akan diputuskan melalui voting dalam rapat paripurna nanti. Jika tidak disepakati paket, voting akan dilakukan per poin.

Kapan dilaksanakan paripurna? Lukman menyatakan, paripurna bisa digelar Selasa (20/6) atau Rabu (21/6).

Jika tidak bisa dilaksanakan sebelum Lebaran, rapat paripurna bakal digelar setelah Lebaran. Dia belum bisa memastikan kapan paripurna akan digelar. Mungkin bisa dilaksanakan pada 17 Juli.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hermanto menyatakan, sebaiknya lima isu krusial itu segera diputuskan lantaran penyelenggara pemilu juga membutuhkan waktu untuk menyusun peraturan teknis pemilihan umum serentak 2019.

”UU Pemilu ini sangat diperlukan dalam waktu yang tidak boleh terlalu lama. Sebab, kalau lama (pembahasannya, Red), nanti pelaksanaannya bisa terburu-buru, kalau terburu-buru tidak baik,” kata Agus kepada wartawan di gedung parlemen kemarin (15/6). (lum/bay/c10/fat)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kalau Saling Ngotot RUU Pemilu, Bisa Deadlock


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler