jpnn.com, JAKARTA - Mendagri Tjahjo Kumolo membantah pandangan yang menyebut usulan pemberlakuan syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 kursi DPR atau 25 persen suara hasil pemilu nasional, inkonstitusional.
Menurut Tjahjo, Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu memang pernah memutus uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Namun putusan tak membatalkan pasal tentang presidential threshold.
BACA JUGA: Mendagri Ancam Terbitkan Perppu, Lukman Edy: DPR Bisa Menolaknya
"Uji materi sama sekali tidak membatalkan pasal tentang presidential threshold, sehingga tidak bertentangan dengan konstitusi," ujar Tjahjo di Jakarta, Jumat (16/6).
Menurut mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini, ambang batas yang diusulkan pemerintah juga bukan hal baru, tapi sudah diatur dalam undang-undang sebelumnya dan terbukti dapat mendorong kualitas pasangan calon presiden.
BACA JUGA: Ini Opsi dari Pemerintah Jika RUU Pemilu Gagal Disepakati
"PT memastikan presiden dan wakil presiden terpilih telah memiliki dukungan minimum parpol atau gabungan parpol di parlemen, sehingga presidential threshold memperkuat sistem pemerintahan presidensial," ucapnya.
Mantan anggota DPR ini justru merasa aneh ketika ada pihak yang mempermasalahkan usulan tersebut.
BACA JUGA: Bahas RUU Pemilu, Pemerintah Sudah Banyak Mengalah
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, sangat rawan jika akhirnya Pansus RUU Pemilu menerima usulan pemerintah terkait PT.
Pasalnya, MK beberapa waktu lalu telah memutuskan pemilu harus dilaksanakan secara serentak. Sementara logika pemilu serentak, tidak ada ambang batas sebagaimana substansi Pasal 22 E UUD 45 yang mengatur pemilu.
"Jadi kalau ambang batas pencalonan presiden masih ada dalam pemilu serentak, maka undang-undang yang mengaturnya jika melihat putusan MK tentang pemilu serentak adalah inkonstitusional," ucap Yusril. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri Tak Ingin RUU Pemilu Divoting di Tingkat Pansus, Nih Alasannya
Redaktur & Reporter : Ken Girsang