JAKARTA - Kalangan Komisi II DPR prihatin dengan maraknya pemerintah daerah yang terjerat utangData dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyebut lebih dari 80 persen pemerintah daerah memiliki utang
BACA JUGA: Inflasi Makin Melandai
Akumulasi nilainya cukup fantastis, yakni Rp 7,2 triliun pada 2008 dan meningkat menjadi Rp 7,8 triliun per tahun 2009.Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja menilai, maraknya fenomena utang dari daerah disebabkan proses pencairan utang yang terlalu gampang
BACA JUGA: Menteri ESDM Minta KKKS Gencarkan Eksplorasi
"Di tingkat Kemenkeu ini yang harusnya perlu pengendalian," kata Hakam di Jakarta, Senin (1/8)Menurut dia, dalam proses pengajuan utang di Kemenkeu, prosesnya selalu lepas dari pengawasan Komisi II DPR sebagai alat kelengkapan DPR pengawas otonomi daerah
"Nah, kita baru tahu di ujungnya, karena prosesnya memang tidak di kita (komisi II DPR)," kata Hakam
BACA JUGA: BP Migas Bakal PTUN-kan Menteri ESDM
Sebagai contoh, saat berkunjung di dapil, Hakam menemukan fakta bahwa Pemkab Pekalongan pada APBD 2011 mengaku sudah defisit sebesar Rp 32 miliar.Potensi dari uutang yang menumpuk ini sangat negatifMenurut Hakam, kurangnya kontrol dari DPR atas uutang daerah bisa berpotensi kebangkrutanIni karena, dana pinjaman terutama dari luar negeri tidak pernah gratis kompensasinya.
"Soft loan (hutang lunak) sudah membebani, apalagi kalau comercial loan (hutang komersil), itu dilarang," ujar politisi PAN itu mewanti-wanti.
Ke depan, harus ada perubahan dalam UU Perimbangan Pusat dan DaerahMenurut Hakam, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) harus dilibatkan dalam proses pengajuan utang daerahSelain itu, harus ada hierarki yang jelas bagaimana mekanisme pengajuan hutang agar bisa diawasi"Sebelum diajukan ke Mendagri dan Menkeu, harus ke Gubernur dulu sebagai perwakilan pusat di daerah," tandasnya.
FITRA baru-baru ini merilis data utang pemerintah daerah se ?IndonesiaKoordinator Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi menuding pemerintah daerah juga punya hobi berutang"Jadi, permasalahan utang rupanya bukan hanya domain pemerintah pusat," katanyaSebagaimana diketahui, sebagaimana dirilis LSM Koalisi Anti Utang (KAU) sampai Juni 2011, total utang negara telah mencapai Rp 1.804 triliunAngka ini meningkat Rp 127 triliun dari posisi 2010 yang sebesar Rp 1.667 triliun.
Uchok menerangkan FITRA memperoleh data mentah APBD dari Direktorat Perimbangan Keuangan, Kementerian KeuanganUntuk tahun 2008, terang Uchok, FITRA memperoleh data APBD di 31 provinsi dan 408 kabupaten/kotaDari sana, ditemukan 365 kabupaten/kota dan 26 provinsi memiliki utang.
Sedangkan untuk 2009, FITRA mengolah data APBD di 389 kabupaten/kota dan 31 provinsiHasilnya ada 26 provinsi dan 365 kabupaten/kota yang memiliki utangSebagai catatan, jumlah kabupaten/kota di Indonesia sampat saat itu adalah 495, lalu bertambah menjadi 497 pada 2009Sedangkan, jumlah provinsi sebanyak 33 provinsi.
"Datanya kurang lengkap, karena banyak daerah yang nggak memberikan datanya ke ditjen perimbangan anggaran atau daerah nggak mau ud date dataPadahal dirjen sudah menyediakan formnya," terang Uchok.
Dari penelusuran FITRA, Jawa Timur memegang ?rekor? sebagai provinsi dengan utang paling banyakJawa Timur mencatat utang Rp 448,6 miliar pada 2008 dan Rp 445,9 miliar per tahun 2009"Jadi, juaranya Jawa Timur," sindir Uchok, lantas tertawa.
Setelah Jawa Timur, untuk 2008, menyusul DKI Jakarta Rp 371,9 miliar, Kalimatan Selatan Rp 202,3 miliar, dan Jawa Tengah Rp 161,7 miliarSedangkan, pada 2009, berturut-turut, kembali di bawah Jawa Timur, adalah Jawa Tengah Rp 168,1 miliar, Sumatera Utara Rp 144,6 miliar, dan Riau Rp 96,7 miliar.
Bagaimana dengan level kabupaten/kota? Menurut Uchok, pada 2008, Kota Surabaya menjadi runner up dengan utang Rp 181,5 miliarPengutang paling banyak adalah Kabupaten Kutai, yakni Rp 604,1 miliarDi bawahnya adalah Kota Medan Rp 174,7 miliar, Kabupaten Banyuasin Rp 134,3 miliar, dan Kota Makassar Rp 133,4 miliar.
Sedangkan, untuk 2009, Kabupaten Kutai tetap tertinggi dengan utang Rp 286,3 miliarKemudian, Kota Medan Rp 211,5 miliar, Kota Surabaya Rp 203 miliar, dan Kabupaten Bojonegoro Rp 194,2 miliar.
Untuk tahun 2010 dan 2011, Uchok mengaku FITRA baru memperoleh data yang sangat terbatas dan tengah menganalisisnyaTapi, dengan melihat tren 2008 dan 2009, FITRA menyimpulkan hasrat untuk berutang di daerah sama sekali tidak surut.
Uchok menegaskan gaya para pengambil kebijakan di daerah, yakni kepala daerah, DPRD, dan birokrasi tak jauh berbeda dengan elit pusatBila di pusat, APBN selalu dibuat defisit, maka di daerah, APBD juga sengaja disusun defisitMaksudnya, terang Uchok, untuk menarik minat para donatur, baik asing, maupun domestik supaya memberi utang kepada APBD.
"Mereka berani berutang kepada pihak ketiga juga karena berharap memperoleh rente atau persenan dari pihak donor ketika daerah berutang," ungkap Uchok.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan, defisit keuangan secara nasional tidak boleh melebihi 3 persen PDBPDB Indonesia tahun 2011 adalah Rp 7.400 triliunHarry menyebut ada pengaturan bahwa pengajuan utang baru dari pemerintah pusat setiap tahun paling banyak 2,5 persen dari PDB atau Rp 185 triliunSedangkan, pemerintah daerah 0,5 persen dari PDB atau Rp 37 triliun.
"Jadi, kalau utang pemda disebut mencapai Rp 7,8 triliun, tidak ada masalah, masih sehatApalagi, itu akumulasi," kata Harry.
Menurut Harry, daerah boleh saja berutangApalagi, faktanya, APBD sangat tergantung dari APBNProporsinya untuk APBN provinsi, jelas dia, konstibusi APBN mencapai 56 persen dan PAD 44 persenSedangkan, untuk kabupaten/kota, konstribusi APBN adalah 90 persen dan PAD 10 persenSementara porsi APBN sendiri mayoritas masih untuk pemerintah pusat.
"PAD rata-rata cuma Rp 5 ?10 miliar untuk satu kabupatenBisa buat apa?" tegasnya.
Karena itu, Harry tidak sepakat kalau pemda dilarang berutangBahkan, imbuh dia, kalau perlu daerah miskin diberi prioritas untuk mengelola utang lebih banyak daripada daerah kaya"Sepanjang utang itu dibelanjakan pemerintah daerah secara produktif, tidak masalah," tegas politisi Partai Golkar, itu.
Dengan kata lain, lanjut dia, utang tidak boleh untuk kegiatan yang sifatnya program, melainkan proyek"Membangun jalan-jalan desa dan perkampungan, jembatan, pelabuhan, terminal, pasarBukan habis untuk belanja PNS, mulai tunjangan sampai gaji ke ?13," katanya.
Menurut dia, jauh lebih penting mengaudit utang yang dilakukan pemerintah pusat"Kalau Pemda diserang juga, jujur saya protes," katanya
Harry mengaku sudah pernah meminta kepada Dirjen Pengelolaan Utang untuk membuat matriks apa saja yang boleh dikerjakan dengan dana utang"Kalau sudah masuk debt trap, itu masalahArtinya, utang dibuat untuk menutup utang," ingatnya.
Harry menyampaikan utang harus dilihat sebagai bagian dari skenario politik anggaranDalam konteks itu, pengambilan keputusan untuk berutang oleh pemerintah daerah sepenuhnya menjadi kewenangan gubernur/DPRDMekanisme persetujuan dari Kementerian Keuangan seharusnya tidak perlu"Soalnya, ini berarti sentralisasiPadahal semangatnya desentralisasi," tandasnya(pri/bay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Tawarkan Delapan Blok GMB
Redaktur : Tim Redaksi