jpnn.com - jpnn.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy tidak melarang pihak sekolah melakukan pungutan , baik dari orang tua siswa maupun masyarakat sekitar. Alasannya, sekolah tak akan maju jika hanya mengandalkan aliran dana dari pemerintah.
Namun, keputusan dari mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut dinilai kembali membuka lebar pintu pungli yang berusaha keras dicegah.
BACA JUGA: Permendagri, Pemkab/Pemko Boleh Bantu SMA-SMK
Muhadjir mengatakan, pihaknya terus berusaha untuk mencegah praktek pungli terjadi di lingkungan lembaga pendidikan.
Selain membentuk unit pemberantasan pungutan liar wilayah Kemendikbud, dia juga merancang agar akses pembayaran terkait fasilitas pendidikan bersistem elektronik. Sehingga, semua transaksi yang terjadi di lingkup pendidikan bisa tercatat.
BACA JUGA: Mendikbud: Tak Boleh Ada Ruang Gerak Praktik Pungli
’’Mulai pengadaan barang hingga pembelian buku akan akan kami terapkan dengan sistem transaksi online. Sehingga, kasus-kasus (pembayaran untuk masuk sekolah favorit, Red) tidak terjadi lagi tahun ini,’’ tegasnya.
Namun, lanjut dia, pungutan liar tersebut tak berbanding lurus dengan pungutan resmi yang dilakukan sekolah.
BACA JUGA: Duh...Ada Dua Kepsek, versi SK Gubernur dan Bupati
Menurutnya, praktek pungutan biaya sekolah sah-sah saja dilakukan. Asal, pungutan tersebut tidak memaksa.
’’Kami menekankan agar ada penguatan pendanaan sekolah dengan semangat gotong royong,’’ jelasnya.
Dia menambahkan, pungutan tersebut bisa didapatkan dari berbagai sumber. Bukan hanya dari orang tua siswa, namun alumni atau masyarakat sekitar juga bisa menghibahkan uang.
Sehingga, kegiatan positif di sekolah bisa bertambah tanpa harus mengandalkan bantuan operasional sekolah (BOS).
’’Mohon dibedakan antara pungutan liar dan resmi. Kami sudah konsultasi dengan menkopolhumkam terkait hal itu ternyata tak masalah asal resmi dan untuk pengembangan sekolah,’’ jelasnya.
Namun, Pengamat Pendidikan Abdul Zein menolak keras keputusan Mendikbud. Dia menegaskan, undang-undang sistem pendidikan nasional sudah menegaskan bahwa pemerintah harus menjamin tersedianya pendidikan dasar sembilan tahun yang bermutu tanpa memungut biaya.
Itu artinya, siswa yang bersekolah di SD dan SMP harusnya bisa menuntut ilmu tanpa khawatir pungutan.
’’Pungutan sudah seharusnya dihapuskan dari lingkungan sekolah pada periode wajib belajar. Karena prinsipnya akses pendidikan memang harus merata,’’ tegasnya.
Dia menjelaskan, selama ini pungutan yang ada di sekolah sudah hampir pasti berbuntut kepada praktek pungli yang merugikan siswa kurang mampu.
Hanya karena pungutan tersebut, siswa pintar dari keluarga kurang mampu tergeser dengan siswa anak orang kaya.
’’Dulu kan RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) dihapus karena ada pungutan. Tapi, nyatanya sampai sekarang pun praktek pungutan hingga Rp 400 ribu per bulan pun masih berlangsung,’’ imbuhnya.
Daripada mengizinkan pungutan, Zein menilai bahwa pemerintah harusnya lebih fokus untuk membenahi penyaluran dana pendidikan yang 20 persen dari total APBN.
Dengan begitu, pemerintah bakal punya dana cukup untuk memeratakan pendidikan wajib belajar.
’’Tahun lalu saja, Menkeu menungkapkan ada dana berlebih senilai Rp 23,3 triliun untuk sertifikasi guru,’’ ucapnya. (bil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ortu Siswa SMA/SMK Tunggu Kepastian, Gratis gak?
Redaktur : Tim Redaksi