Menelusuri Korea Selatan, Negara Pusat Bedah Plastik

Tidak Bisa Pulang karena Wajah dan Foto Paspor Berbeda

Rabu, 15 Oktober 2014 – 08:32 WIB
BISNIS LARIS: Salah satu iklan promo bedah plastik di Seoul Metropolitan Subway. Di sana, operasi plastik dianggap wajar. Foto: M. Amjad/Jawa Pos

jpnn.com - Di Korea Selatan, operasi plastik merupakan hal lumrah. Bahkan, konon, satu di antara tujuh perempuan Korsel diyakini pernah mempercantik diri dengan cara instan itu. Wartawan Jawa Pos AINUR ROHMAN dan M. AMJAD menelusuri praktik operasi plastik di Negeri Ginseng di sela-sela tugas meliput Asian Games 2014 awal Oktober lalu.

***

BACA JUGA: Bayu Santoso, Mahasiswa ISI Jogja Pemenang Desain Kover Album Terbaru Maroon 5

’’COBA, lihat di depanmu. Itu salah satu contohnya,’’ ucap Mohammad Fahsan yang ditemui Jawa Pos di kereta bawah tanah Seoul Metropolitan Subway dalam perjalanan dari Geumjeong ke Seoul.

Pria asal Jakarta yang bekerja di Incheon itu menunjuk seorang penumpang cowok yang duduk tidak jauh di depan Jawa Pos. Lelaki tersebut sedang serius membaca buku yang dibawa. ’’Matanya tampak diperlebar. Dagunya juga,’’ ucap Fahsan.

BACA JUGA: Warna Ayu, Kelompok Eks Lokalisasi, Pelopor Batik Jumput Berpewarna Alami

Hampir dua tahun tinggal di Korea Selatan membuat Fahsan mulai pandai ’’mendeteksi’’ wajah orang yang pernah menjalani operasi plastik. Apalagi jumlah orang yang menjalani bedah plastik cukup banyak dan mereka begitu pede (percaya diri) memperlihatkan perubahan bentuk wajahnya yang ’’baru’’ itu di tempat-tempat keramaian umum.

Misalnya, di subway yang tidak pernah sepi, kita bisa dengan gampang menemukan wajah asli yang tidak asli lagi itu. ’’Terutama dalam perjalanan di jalur-jalur ramai, yakni line 1 dan line 4, serta berlama-lama di stasiun-stasiun besar (transfer station) Metropolitan Subway,’’ kata pria berusia 21 tahun itu.

BACA JUGA: Yuli Purwanto, Pendekar Pencak Silat di Negeri Pusat Bela Diri, Jepang

Berdasar pengamatan Jawa Pos, memang sulit membedakan wajah cewek-cewek Korea yang tetap orisinal dan yang sudah dioperasi. Kecantikan mereka tampak seperti hasil kloning. Bagian-bagian di sekitar kelopak mata, hidung, dagu, pipi, hingga rambut nyaris serupa. Tampaknya, ada standardisasi operasi plastik.

’’Kalau diperhatikan detail, bagian hasil operasi meninggalkan lubang seperti titik jarum. Kecil sekali. Kalau sekilas, ya nggak kelihatan,’’ terang Fahsan.

Pernyataan Fahsan itu dibenarkan Jeong So-yeong, pemilik klinik bedah plastik di Donga Ponglim, Hagik-dong, Incheon. ’’Kalau ingin melihat wajah-wajah hasil operasi plastik orang Korea, lihat saja di kendaraan umum,’’ ucapnya ketika ditemui di kliniknya.

Menurut So-yeong, operasi plastik yang paling laris di negaranya adalah pembesaran kelopak mata dan pemancungan hidung. Alasannya, banyak perempuan –dan lelaki– Korsel yang minder dengan matanya yang sipit. Mereka terobsesi untuk mengubah wajahnya menjadi kebarat-baratan dengan mempercantik bagian mata serta hidung. Apalagi banyak artis Korea (K-Pop) yang memberikan ’’teladan’’ dengan perubahan wajah yang cukup signifikan itu.

Salah seorang artis K-Pop yang sering melakukan bedah kosmetik adalah Sunny, personel kelompok paling ngetop di Korsel saat ini, Girls Generation. Media-media Korea sempat membandingkan wajah Sunny sekarang dengan ketika dia masih duduk di bangku sekolah menengah. Bedanya cukup jauh. Sunny dulu adalah gadis dengan pipi montok, berhidung pesek, dan bermata sipit. Tapi, sekarang pipinya berubah tirus, hidungnya mancung, serta kelopak matanya agak lebar.

’’Sudah berapa perempuan di Korsel yang kamu lihat masih bermata sipit? Lihat saja di kendaraan umum. Kamu sadar tidak, mengapa orang dengan ras seperti kami matanya jarang yang sipit?’’ kata So-yeong.

Korsel memang surganya operasi plastik. Pusat-pusat operasi besar itu tersebar di penjuru negeri. Namun, yang paling terkenal berada di wilayah elite Gangnam-gu, Seoul. Di sana, klinik-klinik bedah plastik menjamur seperti kedai-kedai kopi. Iklan promonya ada di mana-mana. Mulai di kereta bawah tanah, pusat perbelanjaan, hingga reklame pinggir jalan.

’’Orang sini operasi plastik seperti ke dokter gigi. Sebab, memang umum sekali,’’ tutur So-yeong.

Tidak heran bila klinik-klinik bedah plastik di Korsel paling terkenal di dunia. Sebab, kualitasnya dinilai nomor satu. Polesannya sangat halus, sampai tidak terlihat perbedaan antara kulit asli dan ’’kulit palsu’’. Setiap tahun perempuan-perempuan kaya dari Jepang dan Tiongkok pun berbondong-bondong ke Korsel untuk berwisata operasi plastik.

Namun, tentu saja, biaya operasi tersebut tidak murah. Untuk operasi pembesaran kelopak mata (permanent eyeline), harga standar di Korsel berkisar KRW 2 juta (Rp 22,8 juta). Sementara itu, operasi hidung (crooked nose) sekitar KRW 4 juta (Rp 45,7 juta).

Menurut cerita So-yeong, dua tahun lalu ada berita heboh di Tiongkok. Belasan perempuan asal Shanghai tidak bisa kembali ke negaranya setelah pelesir dari Korsel. Mereka tidak boleh masuk ke negaranya karena wajah dan foto dalam paspor dianggap tidak sama. Mereka terlihat jauh lebih cantik setelah menjalani operasi plastik.

Butuh waktu lama bagi petugas imigrasi Tiongkok sebelum akhirnya mengizinkan mereka pulang ke rumah. Berita itu cukup heboh sehingga mengangkat popularitas klinik-klinik bedah plastik di Korsel. Orang Tiongkok dan Jepang jadi lebih percaya pada dokter Korsel sekaligus meragukan kapasitas dokter lokal.

Untuk mengantisipasi terulangnya peristiwa penolakan warga Tiongkok kembali ke negaranya karena telah berubah wajah itu, rumah sakit di Korsel mengeluarkan dokumen resmi yang menyatakan bahwa para perempuan Tiongok tersebut adalah pasien operasi plastik. ’’Kalau diingat-ingat, berita itu lucu...’’

Beberapa penelitian pada awal 2014 menyebutkan, 50 persen perempuan di Korsel pernah menjalani operasi plastik. Ada pula yang menyatakan bahwa satu di antara tujuh perempuan Korsel mengoreksi wajah dan tubuhnya. Penelitian itu menyasar perempuan-perempuan muda, 17–30 tahun.

Salah seorang pelaku operasi plastik, Kim Da-hye, 23, terus terang gemar menjalani bedah kosmetik tersebut. Dia mengaku sudah melakukan tiga kali operasi sejak berusia 18 tahun. ’’Itu pilihan. Aku ingin wajahku sesuai dengan keinginanku. Jadi, aku memilih operasi plastik,’’ tandasnya.

Menurut Da-hye, operasi plastik sudah seperti ’’kewajiban’’ bagi perempuan-perempuan Korea seusianya. Padahal, sebelumnya, Da-hye dan teman-teman komunitasnya sempat menyangsikan efektivitas operasi mahal itu. Tapi, ketika mengetahui seorang temannya sukses menjalani operasi tersebut, Da-hye jadi tertarik untuk mengikuti jejaknya.

’’Keinginan itu muncul saat aku dipandang sebelah mata oleh orang yang aku suka. Saat bangun tidur, aku melihat wajahku yang memang kurang indah. Karena itu, aku memiliki keinginan untuk bisa lebih baik,’’ ucapnya.

Berbekal tabungan yang dimiliki, mahasiswi Inha University tersebut nekat naik meja operasi. Itu dilakukan setelah orang tuanya memberikan kebebasan kepada Da-hye untuk menentukan jalan. Da-hye sudah dianggap dewasa sehingga bebas memermak wajahnya. ’’Aku operasi pertama di mataku. Ketika bangun tidur, aku tak lagi mengeluh seperti dulu,’’ ungkapnya.

Biaya yang dikeluarkan saat itu mencapai KRW 1 juta (Rp 11,4 juta). Setelah mata, Da-hye merasa dagunya kurang tirus. Nah, saat operasi itulah dia dibantu orang tuanya. Sebab, biaya yang dikeluarkan lebih besar. ’’Kalau dagu, ada dua tindakan. Yang paling utama adalah kulit tulang harus disesuaikan. Waktunya pun lebih lama,’’ paparnya.

Untuk operasi itu, ongkosnya menembus KRW 2 juta (Rp 22,8 juta). Namun, Da-hye curiga harga sebenarnya tidak semurah itu. ’’Ayahku membantu biayanya.’’

Yang terakhir, Da-hye melakukan operasi hidung agar terlihat mancung. Biayanya sekitar KRW 1 juta. ’’Tapi, aku tidak membayar penuh. Karena operasi di tempat yang sama, aku mendapatkan diskon,’’ ungkapnya.

Kapan usia ideal melakukan operasi plastik? ’’Kebanyakan sih setelah lulus SMA. Secara mental, usia segitu sudah bagus. Hal ini juga penting untuk menyiapkan si pasien masuk dunia kerja,’’ tandasnya.

’’Di Korea, operasi plastik dijadikan hadiah kelulusan dari orang tua kepada anak sudah dianggap biasa,’’ imbuh Da-hye. (*/c5/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengunjungi Museum Tani Jawa Jogjakarta di Imogiri, Bantul


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler