jpnn.com, JAKARTA - Sudah hampir tiga bulan DKI Jakarta belum memiliki wakil gubernur (wagub). Padahal, pekerjaan pemerintah DKI Jakarta sangat banyak dalam rangka pelayanan publik bagi seluruh warga ibu kota.
Ada puluhan kantor dinas dan sejumlah BUMD yang harus dipimpin oleh pasangan gubernur dan wagub DKI Jakarta.
BACA JUGA: Ini Harapan Uni Fahira untuk Pengganti Sandiaga Uno
"Karena itu, muncul pertanyaan di tengah mengedepankan pelayanan publik yang prima dari Pemda DKI-Jakarta, mengapa penentuan wagub begitu lama?" kata Direktur Eksekutif EmrusCorner Emrus Sihombing, Jumat (23/11).
Dia menambahkan, jika berkaca pada wacana publik yang muncul maka jawabannya sederhana bahwa proses komunikasi politik antara Partai Gerindra dan PKS tampaknya masih belum tuntas.
BACA JUGA: Siapa pun Pengganti Sandi, DKI Masih Milik Kubu Jokowi
Menurut Emrus, dalam perjalanan dialektika proses komunikasi politik antara Partai Gerindra dan PKS, akhir-akhir ini muncul kesepakatan baru bahwa kandidat cawagub DKI Jakarta semua dari kader PKS. Namun, masih harus melalui proses uji kepatutan dan kelayakan yang dilakukan oleh sebuah tim seleksi dari kedua partai.
Bersandar pada logika sederhana saja, bila sudah disepakati bahwa kandidat cawagub semua dari kader PKS, sejatinya proses pengajuan menjadi otonomi partai itu sendiri.
BACA JUGA: Sandiaga Doakan Kader PKS Ini Jadi Wagub DKI
Kalaupun dilakukan uji kepatutan dan kelayakan, sebaiknya berlangsung di internal PKS itu sendiri karena sudah menjadi otoritas partai tersebut. "Lain halnya bila kandidat tersebut dari gabungan kader Partai Gerinda dan PKS, sangat wajar fit and proper test dilakukan oleh sebuah tim dari kedua partai," ungkap Emrus.
Selain itu, kata dia, sekarang muncul wacana baru. Ada dua sosok yang diwacanakan menjadi anggota tim seleksi dari ajuan Partai Gerindra untuk menunaikan tugas fit and proper test. Yakni, masing-masing satu kader partai Gerindra dan pakar politik. Sementara sosok anggota tim seleksi dari PKS, belum tampak sekali diwacanakan di ruang publik.
"Berdasarkan perbedaan perilaku komunikasi politik yaitu pewacanaan tim seleksi dari Gerindra atau belum tampaknya pewacanaan tim seleksi dari PKS untuk melakukan fit and proper test, dari aspek komunikasi politik, mengandung sarat makna politik," katanya.
Selain itu, atas perbedaan tersebut, bisa memunculkan varian pertanyaan dari publik antara lain mengapa ada perbedaan tersebut. Merujuk pada komposisi tim seleksi dari Gerindra, menimbulkan pertanyaan lanjutan apakah PKS mengajukan komposisi yang sama dengan Gerindra dalam tim seleksi.
"Artinya apakah salah satu anggota tim seleksi ada dari luar PKS. Jika PKS membuat susunan tim seleksi seperti Gerindra tersebut, berarti ada kesamaan komposisi," katanya. Namun Emrus berpendapat, komposisi semacam ini harus dilakukan kalkulasi politik secara matang karena mengikutsertakan pihak luar yang seharusnya menjadi urusan internal PKS dan Gerindra.
Selain komposisi yang diajukan oleh Gerindra, masih ada dua kemungkinan susunan komposisi tim seleksi. Pertama, tim seleksi murni dari kedua partai. Sama sekali tidak mengikut sertakan pihak luar. Kedua, semua anggota tim seleksi dari luar kedua partai.
"Dari salah satu dua kemungkinan yang terakhir ini, dari aspek komunikasi politik yang lebih produktif bagi kedua partai dalam rangka perjuangan politik Pilpres 2019, lebih baik tim seleksi dari kedua partai tanpa melibatkan pihak luar," katanya.
Sebab, ini sudah menjadi urusan internal kedua partai. Selain itu, di partai PKS dan Gerindra memiliki kader-kader luar bisa yang sangat-sangat mumpuni menjadi tim seleksi yang sama sekali tidak kalah kualitasnya dengan dari luar partai. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sepertinya Gerindra Tak Ikhlas Serahkan Kursi Wagub ke PKS
Redaktur : Tim Redaksi