Mengenal Gas Metana Hidrat, EBT Ramah Lingkungan

Selasa, 08 Juni 2021 – 17:16 WIB
Kementerian ESDM membeberkan Indonesia memiliki sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT) berupa cadangan gas metana hidrat yang memiliki volume mencapai 850 triliun kaki kubik (TCF). Foto: Pertamina

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian ESDM membeberkan Indonesia memiliki sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang mampu dimanfaatkan karena memiliki volume mega besar.

Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebutkan EBT itu ialah cadangan gas metana hidrat yang memiliki volume mencapai 850 triliun kaki kubik (TCF).

BACA JUGA: Green Surfactant Produksi Petrokimia Gresik Diminati Industri Migas di Indonesia

"Jumlah (850 TCF red) tersebut setara dengan delapan kali lipat cadangan gas alam saat ini, sehingga kami berharap sumber energi alternatif baru ini akan mendukung ketahanan energi nasional," katanya saat acara "Legal and Policy Framework for the Development of Offshore Methane Hydrate as the Indonesia's Future Transitional Clean Energy" secara daring, Selasa (8/6).

Menurut Arifin, transisi dari energi fosil menjadi EBT yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan, menjadi arah kebijakan energi nasional.

BACA JUGA: Kementerian ESDM Bidik Investasi Energi Capai USD 34,8 Miliar Pada Tahun Ini

Oleh karena itu, sambung Arifin, perlu usaha mencari energi baru pengganti fosil untuk dapat memenuhi kebutuhan energi yang makin meningkat.

Arifin mengatakan ekstraksi dan produksi gas metana hidrat juga mampu menjadi salah satu sumber pendapatan negara dan berperan dalam bauran energi.

BACA JUGA: Bertemu Menteri ESDM, Bamsoet Dorong Pengembangan Energi Terbarukan untuk Kendaraan Listrik

"Indonesia perlu segera mengembangkan di mana ekstraksi dan produksinya akan memberikan solusi penyediaan energi baru, menjadi salah satu sumber pendapatan negara, dan dapat berperan dalam bauran energi masa depan Indonesia," tambahnya.

Kendati demikian, dia menekankan pentingnya analisis hukum dan kebijakan yang terintegrasi untuk memastikan pengembangan gas metana hidrat tetap sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

"Kegiatan pengembangan metan hidrat harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan karakter fisik gas hidrat, isu lingkungan hidup, teknologi dalam mengekstraksi metana hidrat, serta nilai keekonomian dan kemampuan industri hulu migas nasional," ujarnya.

Selain itu, dia juga menilai perlunya memperkuat kerja sama multisektoral dalam mendorong proses transisi energi.

"Untuk itu, kami sangat mengharapkan dukungan stakeholder, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya dalam mencapai tujuan transisi energi, termasuk potensi pemanfaatan gas metana hidrat untuk mendukung ketahanan energi nasional sekaligus mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca," ujarnya.

Guru Besar Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Doddy Abdassah memaparkan gas metana hidrat merupakan sumber daya hidrokarbon nonkonvensional terbesar dan dapat diproduksi secara aman.

"Diperkirakan lebih dari 50 persen deposit hidrokarbon bumi tersimpan dalam bentuk gas metana hidrat," katanya.

Menurut dia, dibutuhkan analisis yang komprehensif dan terintegrasi dalam eksplorasi dan produksinya, serta riset dan pengembangan teknologi untuk komersialisasi produksi gas metana hidrat.

"Indonesia sangat berpeluang untuk memanfaatkan potensi gas metana hidrat dan harus segera memanfaatkan peluang ini untuk menuju energi fosil yang hijau," ungkapnya.

Professor of International and Comparative Law, School of Law, University of Aberdeen Andrew Partain menilai Indonesia perlu bergerak cepat untuk menyiapkan berbagai kebijakan dan kekuatan untuk mengembangkan industri offshore hydrate.

"Karena beberapa negara telah mempersiapkan industri ini berjalan pada 2030," ujar Partain. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler